Jumat, 31 Mei 2019

Sahabat Lama

Setiap orang pasti punya sahabat masa lalu, baik yang masih sambung ataupun yang sudah putus hubungan. Bisa jadi karena lost contact atau karena kesibukan masing-masing yang tak lagi sama.

Perubahan itu niscaya adanya. Meski dulu selalu bersama, ketika sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing, maka kebersamaan tersebut akan terkikis dengan seiring waktu.

Begitu juga dengan persahabatan kami, G2C. Sebuah nama yang kami pilih untuk menamai diri kami sendiri. Kami dulu dipertemukan saat naik kelas 3 SMP. Kelas yang berbeda dengan saat kelas 2 membuat kami 'mencari' lagi teman baru untuk diajak sebangku. Biasanya yang dulu saat kelas 2 sekadar kenal bisa jadi teman jalan.

Sedang kami berempat dulu entah kenapa di hari pertama masuk kelas tiba-tiba kami akrab begitu saja. Hingga setahun berjalan pun kami kompak kesana kemari berempat. Kami bercerita banyak hal, dari a hingga kembali ke a lagi. Kami pun bisa dibilang sangat usil satu sama lain saking kompaknya. Mulai dari menyembunyikan sepatu, hingga meninggalkan sendiri salah seorang teman saat pulang sekolah.

Pulang sekolah pun kami seringnya selalu bersama, naik angkot berempat, meski terkadang juga ada yang dijemput orang tuanya. Namun kami berempat selalu berusaha kompak.

Menginjak SMA, kami mulai terpisah sekolah meski ada 2 teman yang diterima di sekolah yang sama. Lama kelamaan, setelah kuliah kemudian pasca kuliah, intensitas bertemu pun semakin berkurang. Perubahan itu niscaya adanya.

Meski setidaknya setahun 2-3 kali kami masih menyempatkan bertemu, tapi memang kesibukan masing-masing membuat kami juga lebih mengakrabi teman-teman baru, yang barangkali kini lebih intensif berinteraksi.

Ah, sahabatku, semoga di tiap-tiap doa kita tetap saling menyebut satu per satu nama kita.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-22

Semangat Berbagi

Ada seorang teman halaqah lama yang sebenarnya sudah lama juga tidak berjumpa. Beliau dan suaminya memiliki usaha berjualan bakso di rumahnya. Punya teman seperti ini merupakan rejeki luar biasa, jadi tidak ragu lagi akan kehalalannya.

Selain insyaallah halal, baksonya pun enak, terkenal di kalangan mahasiswa UB, karena memang lokasi berjualannya di daerah kerto dekat kampus UB.

Dulu saat saya masih tinggal di kerto tentu suka beli baksonya, sayangnya sering tidak boleh membayar 😔. Semangat berbagi beliau luar buasa. Namun itulah yang bikin kadang saya sendiri jadi sungkan kalau beli di sana, begitu pun suami.

Paling kangen sama pangsit mie nya yang menurut saya paling pas rasanya. Perpaduan antara ayam suwir dan kerupuk pangsitnya pas sekali dengan mienya. Sayang sekarang sudah ganti dengan mie ayam yang gak kalah enaknya.

Setelah sekian lama tidak beli di sana, akhirnya kemarin sore saya beli melalui grabfood karena akan ada buka bersama di rumah dengan teman main SMP. Berharap jika order melalui grab tidak terdeteksi, eh ternyata penjual tetap saja tau siapa pembelinya. Driver datang dengan menenteng 2 kresek, 1 kresek berisi pesanan saya, 1 kresek lagi berisi bonus dari penjual, begitu kata drivernya.

"Loh, kok banyak sekali, Pak, bonusnya?"
"Katanya mbak temennya yang jual, ya?"
"Loh, memang penjual juga bisa tahu, ya, Pak, siapa pembelinya?"
"Iya, Mbak."

Masyaallah ... Beliau tetap saja seperti itu, semangat berbaginya luar biasa. Beliau tidak takut rugi ketika berbagi. Belum lagi ketika kami dulu sering diundang ke rumah beliau dan makan bakso gratis sepuasnya. Semoga selalu diberikan keberkahan untuk usahanya, ya, Mbak!

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-21

Minggu, 26 Mei 2019

Pepaya yang Dicuri

Beberapa hari yang lalu lagi-lagi hati ini sempat diliputi rasa kecewa saat melihat tiga pepaya yang mulai membesar di pohonnya tiba-tiba berkurang satu. Pagi hari masih tiga, sore sudah tinggal dua. Berarti pencuri melakukan aksi saat siang hari.

Memang hanya pepaya, buah murah yang kau bisa membelinya hanya dengan kurang dari 10 ribu rupiah. Namun jika kau menanam dan merawatnya sepenuh jiwa, rasanya ada kekecewaan yang entah. Ketika tinggal memetik hasilnya, lalu dengan mudah dia yang entah siapa mengambilnya tanpa permisi.

Pohon pepaya itu kami tanam sekitar tahun lalu. Sebuah pohon pepaya california yang suami beli benihnya di toko pertanian. Banyak benih ditebar, namun ternyata hanya dia satu yang tumbuh besar.

Dia tumbuh di lahan sempit samping rumah, pohonnya memang masih rendah, sehingga buahnya mudah dijamah. Ini adalah kedua kalinya bunga-bunganya akhirnya menjadi buah. Namun aku lagi-lagi dibuat kecewa, oleh tangan jahil yang tak mau berpikir: halalkah buah yang diambil dengan cara seperti itu?

Tahun lalu pertama kali dia berbuah, hanya satu bakal buah yang tumbuh membesar. Sembari menunggu benar-benar matang, kubiarkan dia bersemburu di dahan. Ah, tapi pagi-pagi pepaya itu hilang. Aku kecewa, menanti sesuatu berlama-lama lalu ditebas begitu saja.

Lagi-lagi aku ditegur untuk bersedekah lagi.

Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan sahabat Jabir mengatakan:
“Nabi SAW bersabda: ‘Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya’.” (HR. Muslim)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-20

Kau Tetap Lelaki yang Sama

Aku menangis dalam diam
Dalam jiwa yang mengharu
Dalam hati yang terluka

Aku sama sekali salah
Bahwa diammu bukan berarti kau tak peduli
Kau tetap lelaki yang sama
Lelaki hangat yang mencintaiku karena-Nya

Kupikir kau berubah
Karena tak ada pelukan yang menghangat

Bertahun-tahun kita bersama
Dan aku tetap saja salah duga
Kau tetap lelaki yang sama

Kau lahir di keluarga yang menjadikan pelukan bukanlah kewajiban
Lalu aku menuntutmu memelukku tiap waktu
Aku salah

Dirimu tetap menjadi lelaki yang kukenal dulu
Yang perhatiannya adalah dengan membantu pekerjaan rumah tangga
Bukan dengan bunga atau kejutan mesra

Lalu kecupmu yang begitu dalam dan seperti tak mau melepas menyadarkanku
Kau tetap lelakiku yang sama

25 Mei 2019

Seringkali dalam rumah tangga akan ada perasaan bahwa pasangan mulai berubah, rasa cinta itu mulai pudar oleh usia. Sebagai seorang istri juga sudah seharusnya menghangatkan lagi pucuk-pucuk cinta itu dalam rumah tangga. Menghidupkan lagi kehangatan seperti awal dipersatukan.

Kita tidak bisa mengubah orang menjadi seperti apa yang kita mau. Yang kita bisa adalah mengubah diri sendiri untuk bisa sesuai dengan orang lain.

Saya yang sudah menjalani 8 tahun pernikahan hingga sekarang masih sering terjadi miss komunikasi. Setiap hari kami masih harus terus belajar dan belajar mengenal pasangan.

Kadang pertengkaran kecil atau tangis juga diperlukan untuk semakin mendekatkan diri dengan pasangan. Semakin saling mencintai kekurangan dan kelebihan.

Ah istri, berubahnya suami bukan selalu berarti tak cinta lagi. Karena setiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda-beda.

#ntms
#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-19

Jumat, 24 Mei 2019

Hati Suhita: Mikul Dhuwur, Mendem Jero

Mikul dhuwur mendem jero, meninggikan kebaikan keluarga dan menutupi kekurangannya. Hal ini bisa dimaknai juga meninggikan derajat keluarga. Sebuah pepatah yang menjadi pedoman wanita Jawa dalam berkeluarga.



Begitu pula yang dilakukan Alina Suhita, tokoh utama dalam novel Hati Suhita ini. Menikah dalam perjodohan serta penolakan suami atas dirinya tak lantas membuatnya menyerah dalam bersabar. Suhita digambarkan sebagai sosok wanita pesantren penghafal Alquran yang selalu berusaha menampakkan kebaikan suaminya di hadapan semua orang meski sebenarnya yang terjadi sesungguhnya hanyalah sandiwara. Suaminya begitu dingin kepadanya.

Namun dengan kesabaran Alina Suhita dia pun mampu bertahan hingga 7 bulan pernikahan tanpa ada kehangatan. Pernikahan yang didambakan banyak orang, disangkakan banyak orang begitu harmonis nyatanya benar-benar dingin dan hambar. Ditambah dengan adanya orang ketiga di masa lalu yang semakin membuat hati Suhita hancur menghadapi kenyataan. Namun ia bisa bertahan.

Membaca novel ini membuat saya kembali merenungi serta mensyukuri pernikahan yang telah memasuki usia kesembilan tahun. Bersyukur memiliki suami yang hangat dan penuh cinta. Saya pun belajar keteguhan hati Suhita untuk selalu mikul dhuwur mendem jero, suatu hal yang saya mesti terus belajar dan belajar.

Hunna libasulakum wa'antum libasu lahum. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (Potongan surat Al-Baqarah: 187)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-18

Buka Bersama

Mungkin saya termasuk orang yang kuper, selama Ramadhan sudah berjalan 2/3 nya saya sama sekali tidak buka bersama di luar, baik dengan komunitas ataupun keluarga. Namun memang itulah pilihan kami selama beberapa tahun belakangan ini, selama Ramadhan kami memang lebih suka buka di rumah, baik masak sendiri atau beli jadi.

Rasanya memang beda sekali dengan dulu awal-awal menikah yang jadwal bukbernya beruntunan, atau mungkin sesekali buka di luar. Tidak, seperti tahun kemarin, tahun ini pun kami sama sekali memilih tidak buka di luar. Meski tahun ini suami sempat sekali buka di luar dengan teman kerjanya dulu.

Suami selalu mengingatkan jika buka di luar khawatir sholat keteteran, apalagi di tempat makan dengan fasilitas ibadah terbatas atau jauh dari masjid. Jika memilih sholat dulu maka biasanya pesanan akan datang terlambat ditambah belum tentu dapat tempat. Namun jika pesan dulu maka sholatnya terlambat.

Semua itu pilihan, yang penting selama bukber tidak melalaikan dari ibadah wajib maka tidak masalah. Apalagi untuk laki-laki dengan kewajibannya jamaah di masjid, jangan sampailah terlewat, bulan puasa juga, sayang banget melewatkan hidangan pahala yang berlipat ganda.

Jadi kalaupun terpaksa bukber, maka lebih baik di rumah teman atau di tempat makan yang dekat masjid.

Selamat mengoptimalkan 10 hari terakhir Ramadhan 🌸.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-17

Kamis, 23 Mei 2019

Bumi Cinta : Ujian Wanita

Dari Usamah Bin Zaid, Rasulullah Saw bersabda, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari: 5096 dan  Muslim: 2740)

Fitnah wanita adalah fitnah terbesar bagi kaum adam. Fitnah wanita ini pula yang diangkat dalam novel Kang Abik yang berjudul Bumi Cinta ini.

Membaca novel ini membuat saya mengetahui beberapa hal baru. Salah satu hal tersebut adalah fakta bahwa Rusia merupakan negara free sex dengan tingkat pengakses pornografi nomer 1 di dunia. Atas sebab itu juga Kang Abik menjadikan setting novelnya kali ini di Rusia.



Sebenarnya ini adalah novel lama, tapi saya baru membacanya sekitar 2 bulan yang lalu. Sebuah novel pemberian teman yang sedang bersih-bersih barang, hehe.

Novel ini menurut saya adalah pengejawantahan kisah Nabi Yusuf a.s dalam mempertahankan izzahnya dari godaan wanita. Tokoh utama dalam novel ini yaitu Ayyas dikisahkan sedang melakukan penelitian sejarah Islam di Rusia. Namun ternyata dia melalui ujian yang sangat berat di negara free sex tersebut.

Ujian tersebut dimulai ketika dia tidak mendapatkan tempat tinggal kecuali sebuah kamar apartemen dengan 2 tetangga kamar perempuan Rusia dengan kehidupan yang bebas. Salah satu dari perempuan tersebut adalah agen mossad, dia sangat membenci Ayyas yang seorang muslim, bahkan ingin menjebak Ayyas agar tertangkap sebagai seorang teroris.

Tak cukup itu, perempuan itu juga menggoda Ayyas dengan berpakaian sangat minim dan masuk kamar Ayyas tanpa ijin. Ayyas dengan keteguhan imannya seperti halnya Nabi Yusuf a.s justru berusaha agar perempuan itu pingsan kemudian disingkirkan.

Di akhir kisah ternyata ada kenyataan lain yang membuat perempuan agen mossad itu berubah 180 derajat. Perubahan itu pun mengancam jiwanya.

Banyak hikmah yang bisa saya ambil dari novel ini, bahwa hidayah itu hanya milik Allah. Tak akan ada yang pernah tau akhir hidup seseorang. Bisa jadi orang yang dulunya atheis dan berkubang dosa akhir hidupnya justru dalam nikmat iman dan Islam.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-16

Rabu, 22 Mei 2019

Ngompol di Masjid

Ada yang pernah mengalami nggak anak ngompol di masjid? Hu, pasti panik sekali ya. Belum lagi harus ngepel dan nyuci karpetnya. Kalau ditanya balik apakah saya pernah mengalami? Jawabnya iya, tapi pas anak sedang tidak dengan saya.

Weekend kemarin tiga krucil ikut eyang -seperti biasanya. Entahlah apa penyebabnya si Fara yang sudah lulus toilet training kurang lebih satu tahun tiba-tiba mengompol di masjid saat diajak eyang tarawih. Padahal menurut eyang sebelum berangkat sudah dipipiskan dulu. Namun saya tidak tahu si anak baru mengkonsumsi apa saja, bisa jadi makanan atau minuman yang membuat sering berkemih seperti semangka atau teh.

Mengajak anak balita ke masjid memang membawa resiko tersendiri. Kalau saya pribadi jadi nggak khusyuk, apalagi kalau si anak keliling masjid, jadi kepikiran mereka kemana dan apakah ada kejadian tidak diinginkan terjadi?

Lalu daripada tidak khusyuk, maka saya memutuskan tidak sholat tarawih dulu di masjid mengajak anak. Tahun lalu saya sempat mencoba di awal Ramadhan mengajak mereka tarawih, eh mereka heboh berdua wira-wiri dari shof saya ke shof ayah. Ayahnya sujud mereka 'beraksi' menunggangi. Karena itulah saya memilih tarawih di rumah. Bukankah wanita juga lebih utama sholat di rumahnya daripada di masjid?

Suami sendiri setelah kejadian itu tidak mengijinkan saya tarawih di masjid jika anak-anak tidak sedang di eyangnya. Saya pun yakin semua ada masanya, seperti halnya Jundi juga akhirnya ada masanya dia bisa diajak ke masjid setelah bertahun-tahun saya harus menahan diri di rumah. Oke, semua ada masanya. Yang salah adalah yang tidak sholat.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-15

Minggu, 19 Mei 2019

Berhias untuk Suami

Sebenarnya dulu sudah pernah menulis tentang ini disini. Sekarang ingin menulis lagi gara-gara tadi pagi membaca sebuah postingan seorang suami yang curhat mengeluhkan kondisi istrinya yang tidak mau dandan padahal sudah diminta baik-baik oleh suaminya agar mau dandan dan merawat tubuh. Sayang istrinya tidak paham bahwa itu adalah kewajibannya, tetapi istri justru menyalahkan suami tidak mau menerima dia apa adanya.

Hai para istri, suamimu itu makhluk visual, maka manjakanlah matanya sesuai apa yang diinginkannya. Selama itu tidak melanggar syariat, why not? Berdandan untuk suami itu berpahala lho.

Yang perlu menjadi catatan adalah berdandanlah sesuai apa yang suami sukai. Bisa jadi suami A suka rambut panjang, tapi suami B justru suka rambut pendek. Semua harus dikomunikasikan secara produktif. Kalau saya sih biasanya ijin dulu, misal potong rambut boleh nggak? Baju ini bagus nggak? Suami saya sih type yang semua oke aja, hanya terkadang dikomentari. Komentar itulah yang saya simpan dan menjadi panduan saya dalam menghias diri.

Jadi para istri, selama ini sudah dandan sesuai yang suami maui belum?



Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik isteri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.”
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dari ‘Abdullah bin Salam. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 3299).

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-14

Sabtu, 18 Mei 2019

Ketika Suami Sakit

Ah, rasanya melihat belahan jiwa tergolek lemah meringkuk dalam selimut itu mengiris hati, nggak tega. Benarkah tubuh yang kokoh itu kini tak memiliki dayanya lagi untuk menjadi tamengku?

Manusia sesungguhnya tak pernah memiliki tubuhnya sendiri. Semua hanya titipan dari Sang Pencipta. Jika Pemiliknya ingin membuat tubuh itu sakit, maka apa daya diri selain ikhlas menerima agar menjadi sarana penggugur dosa?

Seharian tadi dengan tubuh demam dan meringkuk lemah, suami tetap bersikeras puasa. Sudah kutawarkan untuk membatalkan puasa jika tidak kuat, tapi tetap tidak dia lakukan hingga azan magrib terdengar.

Ah, kekasihku, belahan jiwaku, sigaring nyowoku. Semoga Allah menggugurkan dosa-dosamu melalui sakit ini yang tetap kau jalani dengan ikhlas.

Sesekali kau memintaku untuk memijat atau mengoleskan sesuatu. Lalu kau menolak ketika aku memijat terlalu lama, kasian bunda capek. Dengan sisa energi kau kerjakan shalat dengan tubuh sempoyongan, lalu shalat berikutnya kau kerjakan dengan duduk. Padahal tadi subuh kau masih kuat berjamaah ke masjid, lalu hingga kini kau masih tergeletak lemah.

Ah, cinta. Kita tak pernah memiliki tubuh kita sendiri, tapi kita bisa berusaha menjaganya. Mungkin ini teguran, agar kita bisa menjaga tubuh titipan ini dengan lebih baik lagi.



Barangkali kita bisa mulai sedikit-sedikit merubah pola makan kita? Ah, sepertinya akulah yang mesti belajar memasak lebih sehat tapi tetap enak.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-13

Token yang Terblokir

Bagi pengguna internet banking tentu sangat menggantungkan transaksi pada benda kecil satu ini: token. Token digunakan untuk otentikasi bank pada setiap transaksi perbankan. Tanpa token, internet banking hanya bisa digunakan untuk cek saldo dan mutasi tanpa bisa melakukan transaksi.

Ada juga bank yang tidak menggunakan benda bernama token tapi menggunakan media SMS untuk mengirimkan kode otentifikasi. Menurut saya cara ini cukup menguras pulsa, belum lagi jika transaksi gagal.

Namun jika memiliki anak kecil dengan rasa penasaran yang tinggi, maka token harus diamankan agar tidak sampai terblokir. Seperti yang terjadi pada salah satu token saya kemarin.

Tak biasanya anak kembar saya bisa membuka laci tempat token disimpan, jadi saya santai saja ketika melihat dari kejauhan mereka berdua bermain di dekat laci tersebut. Saya pun saat itu sedang sibuk dengan token salah satu bank untuk transfer ke beberapa tujuan.

Saat saya mengembalikan salah satu token ke tempatnya ternyata token yang lain terletak keluar dari dompetnya. Curiga saya cek keduanya, yang satu sudah ter-lock dan satu lagi fail-1, masih aman.



Pengen marah dan pengen nangis, saya sudah teledor mengawasi mereka. Bukan salah mereka bermain dengan rasa ingin tahunya yang tinggi. Selama ini mereka memang begitu penasaran dengan token setiap saya menggunakannya.

Setelah kejadian itu saya menasihati mereka agar tidak bermain dengan benda itu lagi. Semoga saja mereka sudah tidak penasaran lagi, atau mungkin lain kali perlu diajak mencet saat saya menggunakannya agar tidak lagi penasaran.

Hikmahnya, kami diminta sedekah lagi ke bank buat ganti token yang baru 😅.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-12

Kamis, 16 Mei 2019

Orang Tua yang Dibanggakan

Dalam benak anak, barangkali orang tuanyalah yang dia banggakan. Tanpa kita sadari, anak akan selalu mengamati apa saja yang orang tua lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Maka jangan pernah salahkan mereka ketika mereka menirukan kebiasaan jelek orang tua.

Sekitar dua hari yang lalu benak saya tersentak dengan adanya sebuah pesan di grup wa sekolah dari seorang ibu. Ibu tersebut bercerita, anaknya berkata bahwa ayah Jundi hafizh. Lalu ibu tersebut menambahkan semoga Jundi bisa lebih baik dari ayahnya.

Saya tergelak, dapat darimanakah pernyataan tersebut? Apakah Jundi memang menceritakan dengan bangga bahwa ayahnya seorang hafizh qur'an? Padahal nyatanya ayahnya baru menghafal mungkin total 1-2 juz saja dari Al-Qur'an. Namun mengapa pernyataan itu keluar dari teman sekelas Jundi? Apakah Jundi bercerita dengan dilebih-lebihkan? Karena dia ingin membanggakan orang tuanya.

Lalu saya konfirmasi hal tersebut kepada Jundi, benarkah dia bercerita pada temannya bahwa ayah hafizh? Tidak! Begitu jawabnya. Lalu mengapa muncul pernyataan di atas?

Saya pun mengambil kesimpulan sendiri, barangkali saat menghafal bersama surat tertentu Jundi bercerita pada temannya bahwa ayahnya menghafal surat ini. Lalu temannya saya menangkap bahwa ayah Jundi seorang penghafal Alquran. Ah, semoga benar menjadi doa yang diijabah.



Lalu, sudahkah kita sebagai orang tua menjadi kebanggaan anak?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-11

Rabu, 15 Mei 2019

Adab Menuntut Ilmu

Pelajaran mengenai adab sebelum ilmu begitu melekat di ingatan saya, meski saat ini banyak sekali orang abai akan adab dibanding ilmu. Banyak orang pintar tapi tidak memiliki sopan santun terhadap guru. Pelajaran adab seperti hilang dari banyak diri karena budaya yang memudar.

Adab menuntut ilmu tidak hanya bagaimana penuntut ilmu menghormati guru, tapi juga hal-hal lain yang berhubungan dengannya seperti bagaimana memperlakukan kitab atau buku yang memuat ilmu.

Beberapa hari yang lalu, saya pun merasakan ujian mengenai hal ini, dan hampir saja saya menodai adab yang saya yakini sebagai adab yang terpuji.

Saat membuat gambar tulisan di sebuah aplikasi, saya tak sadar sudah menggunakan template berbayar, tapi saya baru menyadarinya saat mau save hasil editing. Hampir saja saya lalai dengan tetap save gambar tersebut dengan cara lain yang penting tetap mendapat gambar tersebut. Detik kemudian saya tersadar, untuk apa saya melakukan hal tersebut? Lalu saya urungkan dan mencari design lain yang gratis.

Seringkali saya pribadi tanpa sadar lalai telah menabrak adab-adab dalam menuntut ilmu, termasuk menghargai hak cipta orang lain. Salah satu cara menghargai diri sendiri adalah dengan menghargai karya orang lain. Membeli barang bajakan adalah jalan yang menghilangkan keberkahan. Meski kenyataannya saking menjamurnya bajakan sampai tidak bisa dibedakan mana yang asli dan mana yang bajakan.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-10

Selasa, 14 Mei 2019

Kerang Pedas

Ah, yang serba pedas memang selalu lebih menggugah selera makan, terutama bagi penggemar pedas, termasuk aku. Namun jangan sampai karena menuruti selera jadi kebablasan, seperti yang kulakukan kemarin lusa.



Ada kerang yang siap olah di kulkas membuatku berimajinasi mengolahnya menjadi sambal kerang yang pedas menggugah selera makan. Aku pun meracik bumbu dengan menambahkan sekitar 10 biji cabe yang cukup gemuk ke dalamnya. Pikirku yang memasak dalam kondisi masih berpuasa pasti enak kerang pedas seperti ini. Ada sisa sambal lalapan pun ikut aku masukkan ke dalam masakan.

Tibalah saat berbuka kucoba mengincipi 1 biji kerang, langsung terasa pedasnya. Mantap ini, batinku. Sepiring nasi pun kuhabiskan lahap ditemani kerang pedas bikinanku.

Giliran suami makan, "Bunda, pedes banget ini kerangnya."

"Iya kah? Maaf ya, Bunda pikir biar terasa pedesnya."

"Lain kali kalau untuk buka jangan bikin yang terlalu pedas seperti ini, perutnya kaget."

Lalu keesokannya ucapan suami terbukti, kami berdua sama-sama diare gara-gara kerang pedas buatanku. Hiks, aku menyesal.

Dari kejadian ini aku mengambil hikmah bahwa menahan keinginan untuk pedas berlebihan ternyata juga termasuk di dalam ujian menahan hawa nafsu. Karena ingin pedas berlebihan juga termasuk di dalam hawa nafsu yang seringkali manusia penggemar pedas sepertiku tak bisa mengendalikan diri.

Karena pedas berlebihan juga tidak baik untuk kesehatan.

 #30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-9

Senin, 13 Mei 2019

Melatih Anak Puasa

Tahun ini adalah tahun kedua Mas Jundi yang berusia 7 tahun latihan puasa. Tahun lalu alhamdulillah puasanya Mas Jundi penuh meski sebagian besar masih puasa dhuhur, ada beberapa hari yang puasa maghrib. Tahun ini justru hari pertama Mas Jundi sudah tidak puasa karena baru sembuh dari sakit. Namun hari ke-2 hingga hari ini alhamdulillah puasa terus, tapi masih puasa dhuhur semua.

Yang berbeda pagi tadi tiba-tiba sebelum berangkat sekolah dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Karena kasihan, akhirnya saya beri minum air putih meski dia masih dalam kondisi puasa. Alhamdulillah entah apa seperti dahak yang mengganjal di tenggorokannya itu akhirnya teratasi. Dia pun saya minta untuk melanjutkan puasanya lagi.


Dalam melatih anak berpuasa saya tidak terlalu memaksakan harus sesuai dengan aturan puasa pada orang dewasa. Pada tahap ini saya dan suami masih dalam tahap ingin melatih anak terhadap menahan makan dan minum serta hawa nafsu. Walau dalam hal hawa nafsu masih harus bersabar untuk mengingatkan Jundi agar tidak marah terutama ketika berebut mainan dengan adiknya.

Ah, kami berdua pun masih harus terus belajar dalam mengendalikan amarah. Semoga di madrasah Ramadhan tahun ini bisa menjadikan kami benar-benar berubah menjadi pribadi yang bisa mengendalikan diri dari hawa nafsu.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-8

Minggu, 12 Mei 2019

Sakit saat Puasa

Qadarullah, kemarin lusa sebelum berbuka saya sudah merasa kurang enak badan seperti mau flu. Hidung mulai mbeler dan kepala sedikit pusing, sepertinya ketularan suami yang beberapa hari sebelumnya sudah tumbang duluan.

Puncaknya terasa sekali kemarin, menyiapkan sahur sudah dengan kepala yang terasa sangat berat karena semalaman tidak bisa tidur, hidung mampet. Namun bagaimanapun aku harus tetap menyiapkan sahur seadanya, kumasak sayur bayam dan jagung yang paling simpel dan sudah disiangi sebelumnya, proteinnya juga cukup lele goreng dan tak ada lauk lain lagi. Alhamdulillah suami mewajari kondisiku, dia tetap makan dengan lahap masakanku yang seadanya. Padahal biasanya kalau tidak ada sambal dia pasti mencarinya.

Puasa seharian kujalani dengan cukup berat, kepala pusing seperti tidak akan berakhir, bersin-bersin dengan intensitas tinggi, dan hidung mampet kesulitan bernafas. Aku lebih banyak baringan, meski harus tetap kupaksa bergerak untuk menyiapkan makan si kembar atau memandikannya. Alhamdulillah sorenya si kembar dijemput eyangnya untuk menginap di akhir pekan. Aku pun bisa istirahat lebih leluasa meski masih ada Jundi di rumah, Jundi jauh lebih mandiri.

Alhamdulillah hanya berjarak 2 bulan sudah diberi nikmat sakit lagi, semoga menjadi penggugur dosa. Meski rasanya sakit kali ini membuatku kurang optimal beribadah.


“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-7

Sabtu, 11 Mei 2019

Sedekah yang Dipaksa

Kemarin admin BOTIA tiba-tiba memberikan kabar bahwa ada salah seorang pelanggan yang transfer tidak sesuai dengan nilai nominal invoice, dia kurangi sendiri tanpa dikonfirmasi terlebih dahulu. Yang dia lakukan sebenarnya adalah pembulatan nominal, hanya saja yang disayangkan tanpa konfirmasi terlebih dahulu, jadi belum ada kerelaan dari penjual untuk memberikan harga pembulatan.

Sebelumnya, menurut admin pelanggan satu ini memang suka menawar total yang harus ditransfer, misal 163.000 minta dibulatkan jadi 160.000 saja, padahal total tersebut adalah total setelah diskon. Namun anehnya kemarin dia tidak menawar terlebih dahulu, tapi tiba-tiba transfer dengan nominal yang dia bulatkan sendiri.

Sebenarnya ini bukan hal yang baru, dulu saat semua saya handle sendiri juga pernah ada pembeli model seperti ini, menawar harga sadis. Saya kadang mewajarinya, mungkin terbiasa beli di pasar yang tidak memberikan harga fix. Yang dia luputkan adalah kerelaan terlebih dulu dari penjual sebelum pembayaran.

Yang jadi pertanyaan sebenarnya apakah jual beli ini sah jika belum ada kerelaan dari penjual? Kemarin admin meminta persetujuan saya dahulu apakah tetap memproses penjualan ini atau tidak. Jawab saya tetap diproses, saya mengikhlaskan nominal yang telah dia bulatkan. Semoga transaksi ini memberi keberkahan pada usaha kami.



Barangkali ini teguran, teguran dari Allah agar kami lebih banyak bersedekah. Allah mengirimkan pembeli model seperti ini agar kami 'dipaksa' mengikhlaskannya sebagai sedekah. Oh Allah, terimakasih atas teguran-Mu. Semoga muamalah ini tidak membuat kami lalai akan hak orang lain.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-6

Jumat, 10 Mei 2019

Memiliki Anak Kembar

Dulu saat aku pertama kali tahu sedang hamil kembar, timbul pertanyaan dalam hatiku, 'Mengapa aku? Bisakah aku?'

Ada sedikit rasa ragu, mampukah aku mengemban amanah ini? Bahkan saat itu rasa tegang dan masih belum yakin dengan hasil USG menguasaiku. Seketika saat layar menunjukkan gerakan 2 janin di dalam rahimku, keringat dingin menyusup deras di telapak tanganku, ditambah detak jantung yang tiba-tiba bermain kejar-kejaran. Benarkah ini nyata?

Aku yang masih belum punya ilmu tentang anak kembar saat itu langsung berpikir tentang ribetnya dan segala sesuatu yang menyertainya. Mampukah aku? Rasa tak percaya diri muncul ke permukaan diiringi dengan euforia bahwa diri ini diamanahi sesuatu yang jarang, tak semua ibu bisa merasakan hamil kembar. Kembar yang bagi banyak orang begitu istimewa, tapi bagiku amat menegangkan saat membayangkannya.

Ah, dan ternyata semua itu nyata bukan halusinasiku belaka, aku pun menjalani kehamilan dengan ikhlas dan bahagia. Aku menghibur diri bahwa aku wanita istimewa, meski beratnya kehamilan kembar tak jarang membuatku menangis menahan sakit tiap malam.



Alhamdulillah semua itu terlewati, kini anak kembarku sudah berusia 3,5 tahun, masa-masa kritis hamil, melahirkan, serta menyusui keduanya telah usai kulewati. Kini saatnya berjibaku untuk mendidik keduanya menjadi wanita sholihah.

Akan selalu ada hikmah dari segala sesuatu yang telah digariskan-Nya. Hikmah memiliki anak kembar adalah, capeknya sekali jalan, hehe.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-5

Kamis, 09 Mei 2019

Berat Badan Lahir Rendah

Anak kembarku terlahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), 2,5 kg dan 2,3 kg. Perjuangan menyusui secara eksklusif keduanya pun penuh dengan tangis. Aku yang bersikeras hanya memberi ASI saja untuk keduanya harus menemui kenyataan bahwa sebulan pertama mereka hanya naik 500 gram, di bawah kenaikan berat minimal. Aku benar-benar disadarkan oleh Allah bahwa aku selama menyusui anak pertama telah sombong, aku selalu membanggakan anakku yang tumbuh gemuk dan montok dengan hanya meneguk ASI-ku saja.

Menyusui dua bayi sekaligus memang tak semudah menyusui satu bayi saja, tapi dengan mental baja aku tetep bersikeras untuk memberikan ASI eksklusif pada keduanya. Alhamdulillah bulan berikutnya keduanya naik dengan signifikan, bahkan naik di atas KBM.



Meski begitu tetap saja keduanya tidak bisa semontok kakaknya yang berat lahirnya saja sudah besar. Aku pun sempat terbawa perasaan, minder pada ASI-ku sendiri. Namun suami dan juga ibuku selalu menguatkanku. Alhamdulillah aku pun semakin percaya diri selama berat badan keduanya masih dalam kurva normal.

Kini aku mengerti mengapa Allah memberikan berat badan yang kecil pada si kembar. Agar jika mereka meminta gendong bersama aku masih kuat mengangkat keduanya bersamaan. Tak terbayang jika berat badan mereka seperti kakaknya. Alhamdulillah, selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-4

Rabu, 08 Mei 2019

Suami yang Pergi Mendahului

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu pula dengan pasangan suami istri, suatu saat juga pasti akan terpisah. Ada pernikahan yang berumur panjang, ada juga pernikahan yang berumur sebentar.



Seorang istri yang tiba-tiba ditinggal suaminya meninggal dunia tentu merasakan shock, apalagi jika pernikahan baru sebentar. Begitu pula yang pernah dialami ibuku. Di tahun kelima pernikahan ibu dan bapak baru dikarunia anak, aku sendiri. Namun tak lama setelahnya, saat aku masih 11 bulan, bapakku diambil oleh-Nya, Pemilik semua nyawa.

Aku yang masih bayi harus merasakan menjadi seorang anak yatim yang dibesarkan oleh orang tua tunggal. Ah, entahlah bagaimana ketegaran ibuku, menjadi janda di usia yang masih muda, 25 tahun.

Kejadian seperti ibuku ternyata juga banyak terjadi di sekitarku, ada yang masih bayi 9 bulan ditinggal ayahnya, ada pula yang masih anak-anak. Beberapa waktu lalu ada seorang istri dengan 2 anak balita ditinggal suaminya setelah 2,5 tahun pernikahan. Ah, lagi-lagi aku tak pernah terbayang jika itu terjadi padaku, meski dari sekarang suami selalu menyiapkanku agar ketika dia tiada aku tetap bisa mencari nafkah untuk anak-anak. Ah, aku paling benci kalau dia sudah membahas hal itu. Namun umur manusia memang tidak ada yang tahu.

Aku salut dengan wanita-wanita tegar yang tetap bisa bangkit setelah suaminya tiada, bahkan ada yang sudah berencana tidak menikah lagi meski umurnya masih muda. Aku pun tak terbayangkan jika harus menikah lagi dengan lelaki lain yang kupikir tidak akan lebih baik dari suamiku dalam memperlakukanku. Aku juga ingin di surga bersamanya, bukan dengan yang lain. Ah, tapi bukankah Allah yang menggenggam semua rencana?

Semoga aku dan suamiku bisa menua berdua hingga ke surga.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-3

Selasa, 07 Mei 2019

Bayi yang Meninggal

Kematian memang bukan hanya milik yang sudah tua saja, tapi kematian juga bisa mendatangi para bayi yang baru melihat dunia bahkan janin yang masih bergelung di rahim damai. Tak jarang kematian merenggut balita maupun anak-anak. Sungguh ujian bagi orang-orang pilihan, tak semua orang mampu bersabar atas ujian diambilnya nikmat anak.

Aku sendiri belum pernah mengalami keguguran ataupun anak meninggal saat belum baligh, tapi di sekitarku begitu banyak orang mengalami dan menjalaninya dengan sabar dan tabah. Masyaallah. Akankah aku yang berada di posisi yang sama bisa bersabar melalui ujian?



Ada ibu yang telah lama menanti keturunan ternyata di kehamilan pertamanya justru mengalami keguguran atau bahkan kematian di usia kandungan yang cukup matang. Ada juga ibu yang diuji dengan diambilnya penyejuk mata saat anak sedang bertumbuh semakin menggemaskan.

Hal itu juga yang baru saja terjadi di sekitarku, seorang ibu yang sudah bertahun menanti buah hati ternyata mendapati bayinya telah meninggal di kandungan saat bayi sudah siap dilahirkan. Ujiannya pun ditambah dengan tetangga dekat rumahnya yang juga melahirkan anak ketiga dengan sehat selamat. Ah, tak terbayang bagaimana rasanya jika aku yang mengalaminya, mungkinkah aku bisa bersabar? Atau aku justru akan terserang postpartum depression?

Bu, insyaallah anakmu telah menantimu di surga-Nya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang ditinggal mati tiga anaknya yang belum baligh, maka anak itu akan menjadi hijab (tameng) baginya dari neraka, atau dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari – bab 91)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-2

Senin, 06 Mei 2019

Rejeki Anak

Bismillah, di hari pertama ini saya ingin memetik hikmah tentang rejeki anak. Rejeki yang teramat sensitif tapi banyak orang masih lalai untuk menjaga adab. Banyak orang dengan entengnya menanyakan pada pasangan yang belum diberi rejeki tanpa mempedulikan bagaimana perasaan pasangan tersebut.

“Sudah isi belum?” Pertanyaan yang begitu menghujam di awal-awal pernikahan saya dulu, apalagi saya tidak langsung hamil seperti pasangan 'beruntung' yang lain. Bahkan di usia pernikahan yang baru tiga bulan, ada mulut yang dengan entengnya mengatakan diri saya 'susah hamil'. Oh, teganya.

Namun alhamdulilah tak lama garis dua itu pun muncul di pagi hari yang teramat membahagiakan bagi kami. Ya, saya mulai hamil di saat usia pernikahan menginjak bulan keempat. Bersyukur ternyata saya tidak diminta Allah menunggu seperti ibu saya sendiri yang baru memiliki keturunan di tahun kelima pernikahan.



Hingga kini saya pun teramat bersyukur akan nikmat ini. Betapa banyak pasangan di luar sana yang diuji dengan tidak kunjung memiliki keturunan di usia pernikahan yang menginjak puluhan tahun, lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang mau kau dustakan? Walau diri ini sendiri masih sering sekali kufur dengan nikmat yang satu ini, diri ini belum pandai menjaga titipan ini dengan baik.

Maka saudaraku, tahanlah lisan untuk berkata yang menggoreskan luka. Betapa banyak pasangan yang berikhtiar mendapat keturunan tapi tak kunjung mendapatkannya. Karena apa pun tanpa kehendak-Nya tak akan pernah menjadi nyata.

"Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya." (HR Tirmidzi, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-1