Senin, 11 Desember 2017

Writing therapy with teh Imon

Alhamdulillah kemarin diberi kesempatan berjumpa dengan teh Imon atau Maimon Herawati yang saya ngefans terhadap tulisan beliau gara-gara baca novel Rahasia Dua Hati yang bikin saya baper. Dari dhuhur sampai isya' alhamdulillah dapat ilmu yang masyaallah daging semua, ya ilmu kepenulisan, ya ilmu akhirat.

Beliau sendiri adalah aktivis pejuang kemerdekaan Palestina, masyaallah, saya dibuat gemetar saat beliau bercerita tentang Palestina. Kemana-mana beliau membawa slayer Palestina, menunjukkan betapa beliau sangat cinta terhadap Palestina, al-Aqsho, kiblat pertama orang Muslim.

Dari dhuhur sampai ashar, beliau mengisi acara untuk umum dengan tema writing therapy berkolaborasi dengan mbak Wulan yang praktisi SEFT. Menjadikan menulis sebagai terapi terhadap diri sendiri, salah satunya dengan menuliskan masalah dalam hidup. Kalaupun kita sedih menuliskan itu, tapi akan ada orang yang membacanya dan tidak mengalami kejadian yang sama dengan yang kita alami. Menuliskannya bisa dalam bentuk cerpen ataupun novel, yang kita sendiri bisa menentukan akhir cerita.

Selesai acara umum, saya berkesempatan makan bareng secara pribadi di ayam goreng nelongso (salah satu sponsor acara) yang dekat dengan togamas. Kemarin makan berlima saja dengan teh Imon, sosoknya begitu rendah hati tapi sangat kritis terhadap segala sesuatu. Beberapa teman sudah menitipkan buku tulisannya untuk beliau kritisi.

Lanjut muscab pemilihan ketua alhamdulillah akhirnya terpilih Gunung sebagai ketua FLP Malang periode 2017-2019. Setelah selesai, teh Imon meminta kami kumpul sebentar untuk bedah karya yang sebelumnya sudah minta dibedah.

Begitu banyak kesalahan yang tertangkap oleh teh Imon, bahkan untuk tulisan-tulisan best seller beliau sangat jeli menangkap kesalahan. Kalau dari tulisan teman-teman yang paling banyak adalah kesalahan 'tell', bukan 'show'. Jadi tulisan yang baik itu sebaiknya 'show' bukan 'tell', terutama untuk fiksi. Bagaimana kita bisa menggambarkan suasana dengan baik tanpa menyebutkan apa suasana tersebut, jadi pembaca bisa benar-benar merasakan apa yang dimaksud penulis.

Terkait setting tempat dan kejadian, beliau sangat detail dan teliti, bahkan untuk tulisan beliau yang berjudul Pingkan, dengan setting Australia (beliau belum pernah kesana), tapi beliau riset dengan detail sampai nama-nama jalan disana, letak bangunan dll benar adanya. Jadi orang-orang yang kesana akan dibuat membayangkan cerita Pingkan benar-benar real. Bahkan untuk Pingkan yang kuliah jurusan Fisika, beliau benar-benar riset makul nya apa saja, bahkan nama-nama dosen di universitas dan jurusan tersebut, masyaAllah. Apalagi sekarang sudah ada google earth yang bisa melihat kondisi suatu tempat dengan detail, jadi beliau pun mempelajarinya demi setting yang benar-benar nyata.

Dan terakhir, pesan beliau adalah, yang terpenting bukan seberapa banyak royaltimu dari menulis, tapi seberapa bermanfaat tulisanmu bagi yang membaca, sudah berapa orang yang tercerahkan menuju kebaikan dengan tulisanmu. Setiap apa yang kita tulis harus memiliki pesan yang positif, karena kelak semua akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Ah, saya benar-benar tersentil dengan ini.

Terima kasih atas segala ilmunya teh Imon, jazakillah khoir. 

Agie Botianovi
11 Desember 2017

Minggu, 10 Desember 2017

Melatih Kemandirian (10)

Masih bab beberes yang luas sekali wilayahnya. Salah satunya adalah membereskan baju-baju yang akan dibawa untuk perjalanan. Kali ini saya melibatkan Jundi dengan meminta dia menyiapkan sendiri baju yang akan dia bawa. Dia dengan sigap memilih bajunya yang dia ingin pakai sambil saya bantu mengambil agar tidak berantakan.

Namun ternyata kemandirian ini membuat saya lalai, saya lalai menyiapkan celana yang dibawa untuk Jundi. Dan itu baru saya sadari saat sudah di tempat tujuan. Astagfirullah maafkan bunda nak, lain kali memang harus ada ceklis. Apalagi bunda tipe sanguin yang cenderung berantakan. No no no, jangan sampai terulang lagi.

#Harike10
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Melatih Kemandirian (9)

Masih dalam tema beberes, kali ini agak nyerempet ke seni beberesnya mbak Marie Kondo (biar keliatan akrab gitu panggil mbak :p). Saya pribadi belum belajar dengan baik bagaimana seni beberes konmari, yang saya tau cuma bagian buang-buang benda yang sudah gak berguna aja (biar rumah gak kayak tempat rongsokan kali ya :D). Walau yang sekilas pernah saya baca metode konmari ini lebih ke 'spark of joy' dari tiap benda (nah ini belum belajar ilmunya).

Berhubung mau nyortir baju-baju untuk disumbangkan ke korban bencana, jadilah sekalian saya melibatkan Jundi pilah pilih mana baju dia yang sudah tidak muat (baru di tahap ini, belum sampai spark of joy :D). Beberapa kali saya tanya ke dia, "Baju ini dikasihkan ya, coba, sudah gak muat kan?"
"Iya bunda, sudah kekecilan ini."
"Jaket ini juga ya?" saya memperlihatkan jaket yang sudah agak kekecilan.
"Nggak, ini lo masih cukup" (tau deh nak jaket kesayangan).
"oke, lalu mana lagi?" saya ajak dia kembali melihat isi almarinya.

Dan bertemulah beberapa baju yang tereliminasi dari lemari, percayalah Jundi, sesuatu itu dikeluarkan isinya untuk diisi dengan yang baru lagi :p.

Lalu saya pun melanjutkan menyortir baju adiknya untuk disumbangkan, sedang baju Jundi sendiri mau saya bawa ke Pasuruan karena ada sepupu Jundi yang usianya di bawah Jundi, jadi bisa terpakai lagi :) .

#Harike9
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Melatih Kemandirian (8)

Nyatanya kemandirian itu ternyata tak hanya dilatih tapi juga dicontohkan. Seperti Jundi yang sedang saya observasi untuk kemandiriannya dalam berberes.

Saat tidak sengaja dia menumpahkan air dari gelas yang dia ambil sendiri dari dispenser, tiba-tiba tanpa saya minta dia berinisiatif mencari kain pel untuk membersihkan. Dan saya terharu melihatnya, masyaAllah, good job boy!

#Harike8
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Kamis, 07 Desember 2017

Melatih Kemandirian (7)

Setelah skill laundry alhamdulillah sudah menguasai, yang berikutnya ingin saya latih adalah skill beberes. Masalah beberes ini masih banyak PR untuk Jundi, tapi saya tidak mematok standar penguasaan yang tinggi, asal dia tau caranya, nanti lambat laun pasti akan 'luwes' sendiri dengan berjalannya waktu.

Kemarin sudah saya mulai memberi dia ajakan agar mau beberes, tapi saya memaklumi bahwa anak usia 5 tahun masih sangat moody. Awalnya dia main pasir kinetik, saya minta membereskan dia tidak mau, sudah saya coba ganti dengan kalimat 'bantuin bunda yuk' ternyata tidak juga menggerakan hatinya. Jadilah saya biarkan.

Lalu sorenya saya memindah tanaman yang baru dibeli dari polibag ke pot, sekam media tanam berserakan di halaman. Namun ternyata justru tanpa saya minta dia berinisiatif menyapunya dengan sapu ijuk khusus halaman dan cikrak plastik milik saya. Dia memang belum lihai dalam menggunakan keduanya, sehingga masih banyak sekam yang belum terangkut. Tapi saya sangat mengapresiasi usahanya, alhamdulillah anakku punya inisiatif untuk membantu ibunya.

#Harike7
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Jilbab pertamaku

Entah tanggal berapa tepatnya pertama kali aku mengenakan jilbab. Mengenakan untuk seterusnya, bukan hanya sekedar untuk sebuah acara saja. Yang kuingat sekitar Desember 2007, beberapa hari setelah meninggalnya eyang putri yang sangat aku sayangi. Dari kecil aku hanya tinggal berdua dengan beliau, jadi kedekatan kami sudah melebihi kedekatan anak dengan ibunya.

Entah saat itu hal apa yang begitu kuat mendorongku memutuskan berjilbab, ilmu agama saat itu juga sangat minim, bahkan ayat-ayat perintah berjilbab dalam alquran pun saat itu aku belum paham. Keinginan yang kuat ini kusampaikan ke salah seorang sahabat terbaikku sejak SMP, Wulan namanya. Dan jawaban dia (seorang yang juga belum berjilbab saat itu) membuat niatku semakin kuat, kira-kira begini dia berbicara padaku, 'Ya sudah Gie, keinginan yang baik jangan lagi ditunda-tunda, belum tentu keinginan itu datang lagi'.

Aku pun menguatkan tekadku, aku yang masih kelas 3 SMA otomatis harus membeli seragam baru untuk sekolah. Alhamdulillah ada rezeki dari saudara yang memberiku uang saku, akhirnya berangkatlah aku diantar ibuku membeli seragam sekolah yang panjang untuk anak berkerudung.

Hari pertama sekolah dengan seragam baru aku merasa ada desir-desir aneh di dadaku, sesuatu yang entah, membuatku merasa bahwa semua orang sedang memperhatikan perubahanku. Dan saat memasuki kelas, hebohlah orang-orang, mulai dari yang mengucapkan selamat, kaget tidak percaya, hingga ada yang bertanya hal yang tidak terpikirkan olehku, 'Nanggung banget sih Gie kamu pakai jilbabnya, ini kan udah tinggal 1 semester lagi aja, masuk sekolah juga tinggal berapa bulan, gak sayang seragamnya cuma kepake sebentar?'

Speechless, tapi satu hal yang aku yakini saat itu, kebaikan tidak boleh ditunda. Iya, meskipun hal itu di mata orang lain seperti membuang uang, tapi di mataku tidak ada yang sia-sia.

Dan sejak saat itu alhamdulillah justru semakin dimudahkan untuk belajar ilmu agama, baik dari buku ataupun guru. Allah sudah mengatur segalanya begitu cantik. Terima kasih Allah atas hidayah Mu.

Agie Botianovi
7 Desember 2017
01.50
Setelah 10 tahun berjilbab.

Rabu, 06 Desember 2017

Melatih Kemandirian (6)

Masih dengan tema laundry, kemarin lagi-lagi mas Jundi bantu bunda melipat baju. Untuk melipat baju atasan dia masih butuh dipandu lagi, tapi alhamdulillah hasilnya sudah cukup baik. Dan kemarin dia dengan antusias memasukkan baju satu demi satu ke lemari sesuai dengan jenisnya. Jadi usai melipat satu baju langsung dia bawa ke lemari, begitu seterusnya.

Saya pun tetap melipat dengan porsi yang jauh lebih banyak dari yang dilipat Jundi. Tiap melipat pun saya harus mencontohkan melipat satu baju dan dia melipat baju yang lain sambil menirukan. Dan tak lama tumpukan baju kering pun selesai terlipat semua, karena dari tadi dia hanya fokus pada baju miliknya sendiri, maka saya menawarkan padanya apakah mau membantu saya memasukkan baju adiknya juga ke lemari pakaian. Alhamdulillah responnya positif.

Selesai urusan baju kering sorenya saya lihat tumpukan baju kotor sudah banyak, maks coba saya masukkan ke mesin cuci, ternyata penuh, saatnya mencuci. Saya menawarkan mas Jundi untuk mengoperasikan mesin, dia mau. Malamnya bada isya' baru kami jemur bersama dengan adiknya, Jundi pun sudah cukup terampil dalam menggantung baju di gantungan lalu menaruh di jemuran. Sepertinya esok saya sudah berganti tema kemandirian untuk Jundi. Semoga tetap istiqomah ya bantu bunda laundry, walau Jundi seringnya masih moody 😅.

#Harike6
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Selasa, 05 Desember 2017

Melatih Kemandirian (5)


Alhamdulillah kemarin coba saya ajak nyuci lagi, awalnyaa tidak antusias dan lebih memilih membuat brownies instan, namun setelah brownies dikukus mau juga membantu saya mencuci. Bahkan kali ini dia ada kemajuan daripada hari sebelumnya.

Dia saya ajari buka pintu dengan memencet bukaan pintunya, lalu yangakan dicuci dia masukkan ke dalam. Menutup pun saya ajari agar dia lakukan sendiri. Lanjut mengisi tempat detergen dan pewangi, dia mulai hafal tempatnya. Untuk mencolok kabel tetap saya sendiri karena tinggi mas Jundi belum sampai, lalu dia menyalakan sendiri kran tanpa saya minta, alhamdulillah.

Lanjut menekan tombol power, untuk setting tetap saya sendiri yang mengerjakan karena agak rumit untuk dijelaskan, tapi seringnya setting tetap, jadi tidak perlu mengubah lagi. Lalu mas Jundi menekan play dan terdengarlah mesin menggerung.

Alhamdulillah dari sini saya melihat mas Jundi sudah bisa didelegasi untuk mengerjakan ini. Semoga kelak ketika dewasa dia bisa menjadi lelaki yg keibuan seperti ayahnya. Bukan, bukan lelaki melambai, tapi lelaki yang selalu sigap membantu pekerjaan rumah istrinya. Karena saya yakin istri manapun pasti bahagia ketika pekerjaannya diringankan.

Teringat beberapa hari yang lalu suami minta diajari lagi cara mengoperasikan mesin cuci, padahal awal dulu dia yang ngajari saya karena teknisi yang mengajari laki-laki :D.

#Harike5
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Senin, 04 Desember 2017

Melatih kemandirian (4)

Alhamdulillah kemarin akhirnya sukses mengajari Jundi cara mengoperasikan mesin cuci. Awalnya sempat terjadi penolakan, tapi begitu saya sukses merayu dengan cara lain akhirnya dia malah terlihat excited dan ingin segera nyuci lagi esoknya, 'Besok Jundi lagi ya bunda yang nyuci' *uye*.

Kemarin dari pagi kami sekeluarga keluar rumah, dan baru balik ke rumah lagi sore hari. Sudah selesai mandi semua di rumah eyang, saya coba menawarkan ke Jundi untuk membantu bunda mencuci, "Jundi mau bantuin bunda nyuci?"
"Nggak mau"
Oke lalu saya biarkan dia bermain, dan tiba-tiba muncul ide, "Yuk kasih makan ikan yuk, ikannya kan belum dikasih makan ya" kebetulan letak toples ikan ada di rumah belakang dekat mesin cuci.
"Mau, Jundi ikut"
Lalu dikasihlah makan ikan oleh Jundi, Fara, Fasya. Setelah saya lihat sudah selesai saya lalu mencoba menawarkan, "Jundi mau bantu bunda masukkan pakaian kotor di ember itu ke mesin cuci?"
"Mau, mau, mau bunda" dan adiknya pun ikut membantu memasukkan beberapa pakaian. Karena tidak ada yang kotor, maka semua langsung dimasukkan mesin cuci tanpa dikucek terlebih dahulu.
Setelah pintu pakaian tertutup, saya mulai mengajari langkah-langkahnya.
"Pertama dicolokkan dulu ya kabelnya," jelas saya sambil mencolokkan ke stop kontak.
"Lalu airnya dinyalakan" jelas saya, dan Jundi nampak menyimak betul.
"Sekarang Jundi yang masukkan detergen dan pewangi ya, deterjen disini, pewangi disini" dia bersemangat sekali.
"Baru sekarang dinyalakan, pencet yang ini" saya menunjuk tombol on off.
"Lalu diset dulu" saya yang mengerjakan, "Dan sekarang pencet yang ini ya" saya menunjuk tombol play/pause. Dan mesin cuci pun menggerung-nggerung akan memulai kerjanya.
"Wah seru ya bunda" Jundi terlihat antusias melihat baju kotor yang terlihat berputar-putar dari pintu mesin.
"Sekarang ditunggu sampai bunyi ya baru nanti kita jemur"

Beberapa saat kemudian bunyilah mesin cucinya tanda proses mencuci sudah selesai, dan Jundi pun membantu saya menjemur di halaman depan, dia ikut menggantung beberapa potong kaos dalam, celana anak, dan baju. Alhamdulillah, besok lagi ya.

#Harike4
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Minggu, 03 Desember 2017

Melatih Kemandirian (3)

Kemarin, rencananya saya ingin mengajarkan Jundi tentang cara menjalankan mesin cuci, tapi sayang ternyata dia menolak. Dulu, ketika kami masih tinggal di rumah kontrakan jadi satu dengan toko, aktivitas mengisi air mesin cuci adalah salah satu aktivitas rumah tangga yang saya sering melibatkan Jundi di dalamnya, dan dia sering menyambut dengan gembira tawaran tersebut. Pasalnya di rumah tersebut selang pengisian otomatis tidak sampai ke kran, jadilah harus diisi manual, dan belakangan baru ketauan justru hal tersebut yang membuat mesin cuci pertama sejak Jundi lahir rusak. Jadilah saya sempat beberapa bulan berlangganan laundry kiloan sebelum ada mesin cuci baru yang kami pakai sekarang.

Bagi saya seorang anak meski anak lelaki sekalipun harus bisa menjalankan mesin cuci ataupun mencuci manual dengan tangan. Beberapa kali mencuci dengan tangan sudah pernah saya ajarkan, di sekolah pun sudah ada sesi mencuci kaos kaki sendiri, belum lagi sering ikut eyang atau tantenya mencuci. Yah meskipun orientasi dia lebih ke main airnya, yang penting sudah dikenalkan. Bukankah banyak anak laki-laki yang akhirnya harus hidup jauh dari orang tua bahkan mencuci pakaian dalamnya sendiri tidak bisa?

Kemandirian dalam skill laundry ini ingin saya ajarkan betul kepada anak saya sebagai bekal hidupnya kelak, karena tidak selamanya ada uang untuk laundry kiloan, dan tidak selamanya ada saya yang siap mencuci semua bajunya.

Kembali ke penolakan Jundi, setelah menolak saya ajari, dia malah ikut ke rumah eyangnya karena eyangnya pagi-pagi sudah ke rumah bersama tante kesayangan. Jadilah saya tidak ada kesempatan lain lagi untuk mengajari dan mengasah skill laundry yang lain. Namun alhamdulillah ternyata sorenya saya justru dapat pesan dari eyangnya, 'Jundi sedang menemani eyang setrika'. Alhamdulillah betapa tanpa saya kondisikan dahulu ternyata semesta mendukung sendiri misi saya di one week one skill ini. Meski nantinya tidak tuntas mengingat usianya yang masih 5 tahun, namun semoga dengan bertambahnya usia dia bisa mahir dengan sendirinya, mandiri dalam menyediakan pakaian bersih setidaknya untuk diri sendiri.

#Harike3
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Sabtu, 02 Desember 2017

Melatih Kemandirian (2)

Masih dengan skill laundry, kali ini mas Jundi saya ajak untuk mengangkat jemuran yang sudah kering. Dari dulu pernah sih beberapa kali bantuin sedikit, tapi entah kenapa kemarin ini tanpa saya minta dia sendiri yang menawarkan agar beberapa baju di gantungan dia yang melepaskan, malah saya dimarahi ketika 'menyerobot' wilayahnya.
"Bunda! Ini biar Jundi aja yang ngerjakan, bunda yang itu" kata dia sambil menunjuk gantungan baju kecil yang berbentuk bulat warna merah.
"Oke"
Lalu saya pun mengerjakan bagian saya sendiri.
Beberapa baju sukses dia keluarkan dari gantungan lalu baju tersebut dia masukkan ember cucian kering, ish, terampilnya sulungku.
"Ini, gantungannya ditaruh sini lagi ya biar rapi" kata saya sambil memungut gantungan yang dia taruh begitu saja di lantai.
Diapun mengerti dan lekas melakukan instruksi saya. Saya melanjutkan mengambil cucian kering di gantungan bulat yang digantung agak tinggi. Tiba-tiba, "Bunda, itu Jundi juga!"
"Nah, memang Jundi sampek?"
"Oh iya, ya udah brati itu dikerjakan bunda"
Cukup ya nak, besok sesi ketrampilan mencuci 😉.

#Harike2
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Menyapih dengan cinta? (1)


Aish, ini cita-cita saya dulu semenjak menyusui anak pertama, namun ternyata prakteknya gak semudah teorinya (ini bagi saya lho ya). Meski sangu sabar, sabar, dan sabar yang banyak. Dan juga konsistensi serta komitmen yang kuat baik dari bundanya sendiri ataupun dari ayahnya.

Menyapih anak pertama sudah mencoba sounding dengan beberapa kalimat sounding yang pernah saya baca, tapi beberapa bulan si doski malah semakin nempel. Jadilah saya curhat ke eyangnya dan berakhir dengan penyapihan yang cukup menyakitkan, baik bagi saya ataupun bagi dia.

Waktu itu usia Jundi 23 bulan Masehi (tapi hitungan Hijriyah sepertinya sudah 2 tahun), namun sudah mendekati bulan Ramadhan, saya pengennya Ramadhan kali itu sudah bukan jadi busui lagi. Si eyang langsung mengusulkan agar mas Jundi direlakan untuk menginap saja malam itu di rumah eyang tanpa bunda, dan bundanya yang sudah mulai menyerah pasrah, manut begitu saja. Meski ternyata malamnya saya tetiba melow nangis sesenggukan ke suami, 'Bagaimana Jundi nanti? Apakah tadi benar-benar sesi terakhir saya menyusuinya? Ah tidak!' rasanya justru saya yang belum siap dengan kondisi ini.

Esoknya saya dan suami mengunjungi mas Jundi meski dilarang-larang oleh eyangnya. Dada saya bengkak bukan main, sakit sekali rasanya dengan perubahan drastis ini. Ditambah si eyang mewanti-wanti, 'Jangan diberikan!'. Alhasil saya menolak dia, dan akhirnya dia marah ke saya, lalu dia bahkan tidak mau menyapa saya, aaaak sakit mak!

Sungguh, saya yang kurang sekali ilmunya waktu itu. Saya pun lupa proses detailnya (3,5 tahun yang lalu tapi baru sekarang ditulis), akhirnya entah hari ke berapa saya memberikan dia nenen dengan intensitas sehari sekali dan durasi amat pendek. Lalu entah hari ke berapanya lagi dia minta lagi, saya berikan, namun ternyata air susunya telah kering, dan yah dia marah dan sejak itu dia tidak pernah meminta lagi menyusu.

Ah, kalau diingat-ingat lagi rasanya ingin memeluk Jundi dan meminta maaf lagi atas cerobohnya saya. Beberapa waktu terakhir pernah saya menanyakan tentang hal ini, 'Mas Jundi dulu kenapa kok marah pas gak boleh mimik bunda lagi?'
'Lha emang, mimik bunda itu kan enak, jundi jadi sedih gak boleh mimik bunda,'
Ya Allah nak, maaf ya, udah long long ago tapi dikau masih ingat sensasinya, aih. Lalu kupeluk dia sambil menciuminya, 'Maafin bunda ya nak, kalau sekarang jundi mau mimik bunda lagi?'
'Yek gak mau, mimik bunda kan buat adik, jundi jijik, hi'

Ah, love you my son, 💝.

Agie Botianovi
Bunda Jundi
2 Desember 2017
Dini hari

Jumat, 01 Desember 2017

Melatih Kemandirian (1)

Tantangan kali ini adalah one week one skill. Melatih kemandirian salah satu anak dengan skill yang sama minimal satu pekan untuk melihat konsistensinya.

Dan yes, saya galau. Saya galau harus memilih siapa dari ketiga anak saya untuk saya observasi di tantangan kali ini. Setelah mikir lama akhirnya saya putuskan anak mbarep yang saya observasi.

Untuk pekan ini saya akan melatihkan kemandirian di bidang ketrampilan laundry. Mulai dari mencuci baju, menjemur, hingga melipatnya.

Sebenarnya hal ini juga sudah beberapa kali saya ajarkan di rumah, pun di sekolahnya beberapa waktu lalu juga diajarkan, mulai mencuci, menjemur, hingga menyetrika. Namun, tetap saja dia belum bisa secara mandiri mengerjakan semua sendiri, masih perlu saya ajarkan lagi dan lagi.

Kemarin sudah saya mulai dengan mengajaknya melipat baju (saya penganut aliran no setrika 😁), dulu sudah pernah saya ajarkan melipat kaos dalam yang langkahnya cukup mudah, namun kemarin mulai merambah cara melipat baju atas dan celana. Dan yah, meskipun belum bisa serapi saya tapi dia bisa mengerjakan sendiri, bahkan akan marah jika saya gatal ingin membetulkan pekerjaannya yang belum bisa rapi. Yah, saya harus belajar lagi menurunkan standar kerapian saya. Bagaimanapun ketrampilan ini harus dia miliki meski dia laki-laki.

Love my son, 💝.

#Harike1
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian