Minggu, 26 November 2017

Lingkaran Cinta

Aku menyebutnya lingkaran cinta, mungkin bukan aku saja tapi juga kamu. Bukankah karena cinta kepada Allah kita dikumpulkan di lingkaran ini? Ah betapa indahnya.

Tiap pekan kita bertemu saling bercerita, berbagi, bertukar pikiran, bukankah ini pelekat hubungan kita saudaraku? Ah, barangkali di luar sana lebih banyak pertemanan yang jauh lebih erat dari hubungan kita, tapi aku yakin persaudaraan kita jauh lebih berharga karena surga sebagai tujuan.

Dari lingkaran ini aku menemukan apa yang tidak pernah kutemukan di tempat lain. Entah, mungkin karena Allah dan Allah, tujuan kita masih tetap hadir meski akhirnya hanya berdua.

Ah sungguh aku mencintai kalian lillah, dari kalian aku menemukan apa arti saudara sesungguhnya, saudara seiman. Persaudaraan ini jauh lebih berharga dari apapun.

Semoga kita dipertemukan di surgaNya kelak.

Agie Botianovi
23 november 2017

Sabtu, 25 November 2017

PERAN HIDUP

Entah, beberapa hari terakhir saya disentil dan diingatkan lagi terus tentang ini, mulai dari bacaan hingga obrolan di grup. Setiap orang punya bakat spesifik masing-masing, sehingga peran hidupnya juga pastilah sesuai bakat masing-masing. Walau sayangnya masih banyak orang yang belum menemukan bakat spesifiknya sehingga peran hidupnya belum sesuai atau bisa juga belum optimal.

Yah saya ngomong gini bukan karena saya sudah benar-benar menemukan bakat spesifik saya, tapi karena saya juga sedang mencarinya. Ada sih beberapa tes penemuan bakat kayak tes sidik jari stiffin atau tes temu bakat Abah Rama, tapi saya belum mencoba. Sudah mencoba hanya pada yang gratisan di temu bakat menemukan st30. Hasilnya langsung ke bidang yang cocok tapi belum detail dan spesifik seperti tm aktivitas. kalau minta ijin tes stiffin ke suami juga selalu berujung pada pertanyaan 'untuk apa?', yah karena memang saya pernah baca kontroversi tentang metode sidik jari ini sih, dan suami cenderung yang tidak mempercayai.

Etapi, setelah tes st30 2kali dengan jarak waktu sekitar 4 bulan, ternyata ada 4 personal branding pada diri saya yang tetap, yang lain ada yang berubah. Dari situ saya percaya bahwa 4 hal itu yang harus saya perkuat lagi sekarang, dan gak salah jika akhirnya saya pilih rumbel menulis dan bisnis online. Walau saya sempat galau, akhirnya saya pilih dari ranah suka dan bisa biar semakin melejitkan potensi, hehehe. Bahasanya tinggi banget dah.

Tapi kesimpulannya, saya sebenarnya pengen bahas tentang peran hidup yang berbeda-beda tadi, jadi jangan ngiri deh dengan pekerjaan temenmu, karena bisa jadi passionmu emang gak disana, tapi passionmu ya di ranah kerjamu sekarang, posisimu saat ini. Tugasnya tinggal bersungguh-sungguh dengan semua yang sedang dikerjakan agar optimal hasilnya. Dan hidup jadi gak sekedar hidup, tapi hidup dengan peran yang optimal.

Tapi, kalau merasa belum cocok dengan passion ya gali terus sih passionmu, bakatmu itu sebenarnya apa. Kalau saya sekarang meyakini diri saya diciptakan untuk bisa menebar manfaat melalui tulisan dan menebar manfaat melalui usaha yang saya rintis dengan suami. Meski keduanya belum optimal tapi bismillah semoga tetap bisa menjalankan misi sebagai khalifah fil ardh.

Agie Botianovi
23 november 2017

Senin, 20 November 2017

Kerudung segiempat

Setelah lama sekali jarang memakai kerudung segiempat 2 hari terakhir saya pakai kerudung segiempat. Pasalnya ada seragam keluarga pakai kerudung segiempat by BOTIA. Seperti gak banget gitu ya, produsen kerudung segiempat tapi malah jarang make' XD. Yah habisnya kalau gak acara formal banget mah pakai segiempat bakal rempong ditarik-tarik krucil :D *alesan*.

Jadi gini ya, tiba-tiba saat tadi membetulkan kerudung segiempat yang saya pakai perjalanan ke sidoarjo, ingatan saya meloncat saat jaman saya mematut diri di depan kaca menata kerudung segiempat saya dengan seberendel peniti agar kerudung segiempat saya tetap rapi. Saya teringat saat-saat masih kuliah dulu, ah betapa hampir tiap hari saya bisa telaten memakai segiempat yang cukup rempong. Sekali pakai minimal kalau dulu sedia 4 peniti, satu dagu dan 3 yang lain untuk menjaga agar kerudung rapi di bagian depan. Hooh, memakai kerudung segiempat lebar memang cukup rempong, dan gak bisa slup gitu aja layaknya memakai kerudung instan.

Aish, saya jadi berkhayal, andaikan dulu sewaktu kuliah sudah ada BOTIA, tentu saya tidak perlu rempong mencari toko 'khusus' yang menjual kerudung segiempat tebal dan lebar. Dulu langka sekali, hanya beberapa toko yang menjual, dan sering juga nunggu ada pameran buku baru bisa beli kerudung baru. Kalau diingat-ingat rasanya ingin mengulang masa-masa perjuangan dulu, dimana kerudung lebar masih jadi hal yang asing bagi sebagian orang. Masih ingat rasanya pertama kali memutuskan memakai kerudung lebar saya 'merasa' jadi bahan tontonan ketika naik angkot, apalagi ada kaos kaki yang membungkus kaki saya :D.

Namun di saat sekarang saya bersyukur ketika kerudung lebar bukan lagi menjadi hal asing di tengah masyarakat, namun justru menjadi semacam tren, alhamdulillah. Saat ini pun sudah banyak sekali produsen-produsen kerudung lebar baik segiempat ataupun instan, begitu mudah mencari dimana-mana baik offline ataupun online. Mungkin kemudahan ini pula yang membuat saya jadi 'malas' memakai segiempat, karena yang instan lebar melambai-lambai lebih menarik hati untuk saya pakai. Kalau dulu jarang sekali ada penjual kerudung instan lebar, ada juga beberapa merk saja dengan pilihan model itu-itu saja. Nah sekarang? Modelnya banyak bingits.

Ah sudahlah sekian curcol saya malam ini, dengan tulisan ini saya bertekad ingin lebih rajin menggunakan kerudung segiempat lagi biar kelihatan pakai produk sendiri, hahaha. Walau kerudung segiempat saya sudah tinggal 1-2biji saja, yang puluhan lembar lainnya sudah saya hibahkan ketika saya berpikir bakal gak pernah saya pakai lagi, ah jadi kangen sama kerudung segiempatku dulu dengan segala kenangannya, semoga dimanapun mereka berada sekarang tetap bisa menutup aurat wanita.

Agie Botianovi
20 November 2017
23.43

Kamis, 16 November 2017

Komunikasi Produktif #15

Memiliki anak kembar bagi saya adalah tantangan, apalagi mengurusnya sendirian, tanpa ART atau bahkan orang tua atau mertua. Perjuangan dari hamil hingga mereka usia 2tahun sekarang bagi saya cukup membuat upgrading diri saya sendiri.

Salah satu tantangan memiliki anak kembar adalah memainkan emosi diri saya sendiri, ada kalanya mereka akur sekali, namun tidak jarang mereka menjadi 'musuh' yang berebut entah apa atau berseberangan keinginan. Ada juga di saat si A sangat gembira tertawa tapi si B justru menangis sedih, lalu saya harus memainkan emosi yang mana?

Maka dengan diawali komunikasi produktif pada diri sendiri saya merubah masalah tersebut menjadi tantangan yang sangat menarik. Dengan berbicara pada diri sendiri saya cukup bisa memainkan emosi saya saat menghadapi mereka berdua.

Seringkali meski sudah dibelikan barang yang sama persis mereka tetap mau barang yang satu. Apalagi si adik suka sekali menginginkan barang yang dipegang kakaknya, kalau sudah case seperti ini biasanya rumah akan cukup gaduh. Lalu saya akan menengahi, "Sebentar ya mbak Fasya, ini kan sama saja dengan yang dipegang mbak Fara, ini milik Fasya" saya lakukan dengan merendahkan tubuh agar posisi mata sejajar (keep eye contact). Fasya menggeleng keras dan tetap menunjuk yang dipegang Fara. Oke, "Mbak Fara, adik boleh tukar? Mbak Fara yang ini ya," Dan alhamdulillah Fara mau mengalah dan langsung memberikan mainan yang dia pegang. Unch unch unch, kalau sudah begini meleleh saya melihat kedewasaan Fara, tak hanya sekali dua kali, namun seringkali Fara lah yang mengalah, meski pada case yang lain dia juga tidak mau mengalah, maka saya yang harus memutar otak mencari jalan keluar. Walau kadang Fasya juga mau mengalah memberikan barang yang dipegangnya, alhamdulillah.

Menjadi ibu itu bukan masalah, tapi tantangan yang sangat menarik!

#harike15
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 15 November 2017

Komunikasi Produktif #14

Jadi ceritanya kemarin malam lagi-lagi 3krucil tidur di rumah eyangnya, jadilah saya berduaan lagi dengan ayahnya, haha. Nonton? Jalan-jalan? Dinner berdua? Gak semua!

Begitu dari rumah eyang kami langsung pulang, mampir toko buah sebentar sih beli mangga dan rambutan 😁. Sampek rumah makan buah bentaran, lalu sibuk dengan dunia masing-masing. Iyes, kami ingin menikmati me time kami masing-masing 😀.

Saya masuk kamar belakang dengan lampu kamar nyala, karena saya ingin baca buku, lalu suami masuk kamar depan dengan lampu mati, dia menonton film kesukaannya yang bagi saya 'horor'. Lalu tenggelamlah kami dalam aktivitas masing-masing hingga lelap di kamar masing-masing.

Sebelum masuk kamar masing-masing kami sudah melakukan komunikasi terlebih dahulu untuk clear and clarify apa yang ingin kami lakukan agar tidak ada yang salah paham. Kami membiasakan jika akan melakukan sesuatu kami ijin dulu kepada pasangan. Apapun perlu dikomunikasikan, karena menurut cemilan tadi pagi di kelas bunsay "Mitra yang terbaik adalah mitra yang terbalik". Iya, karena kami adalah makhluk yang berbeda, maka dengan komunikasi produktif ini hubungan saya dengan suami menjadi semakin harmonis. Alhamdulillah 😊.

Kini saatnya menagih suami untuk menulis surat cinta tugas dari sekolah Jundi, surat cinta ayah untuk bunda. Huahaha, gurunya tau aja saya lama gak dibikinin tulisan sama suami 😂.

#harike14
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 14 November 2017

Komunikasi Produktif #13

Sebelum proses menyapih, salah satu hal yang saya siapkan adalah botol minuman baru. Alhasil saya sudah menyiapkan 3 botol kecil baru karena mas Jundi sudah pasti harus dibelikan juga.

Melihat Fara dan Fasya sudah terampil dan mandiri membuka botol lalu meminum air putih yang ada di dalamnya dilanjut menutup lagi dengan rapat membuat hati saya tiba-tiba meleleh, masyaallah. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin saya berkeringat belajar tandem nursing 2 bayi merah. Sekarang mereka sudah 2tahun lebih, dan dengan dewasanya mereka minum air putih sendiri dari botolnya.

"Masyaallah Fasya pinter sekali bisa minum air putih sendiri, Fasya hebat ya, Fasya sudah 2tahun dan sudah gak mimik bunda lagi, bunda sayang sama Fasya" begitu pun kepada Fara. Saya berusaha mempraktekkan salah satu kaidah komunikasi produktif kepada anak, jelas dalam memberikan pujian, dan tetap menjaga intonasi dan bahasa tubuh.

#harike13
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 13 November 2017

Komunikasi Produktif (Lomba mewarna)

Kemarin ada acara parenting dan taklim di sekolah Jundi, namun diadakan di rumah salah satu walisantri. Pada acara kali ini sekaligus diadakan juga lomba mewarnai mamamia, kerjasama bunda dan anaknya.

Awalnya saya pikir yang dimaksud mamamia bunda boleh ikut menbantu mewarnai, namun ternyata sebelum lomba dimulai dijelaskan bahwa bunda hanya boleh membantu memberikan saran warna yang akan dipakai di masing-masing gambar. Saya clarify hal tersebut ke mas Jundi, "Bunda gak boleh bantu mewarna lho ya, bunda cuma bantu pilihkan warna".

Lalu dimulailah lomba, saya memberikan saran warna yang akan dipakai di tiap bagian, namun dalam memberikan saran saya tidak memaksakan, saya cenderung memberikan opsi, "Bagaimana kalau bunganya warna pink? Mau yang mana?". Saya memberikan pilihan sambil mengeluarkan warna-warna yang dimaksud dari kotak pensil warna. Saya mencoba menggunakan salah satu kaidah komunikasi produktif yakni mengganti kata perintah dengan pilihan.

Melihat salah satu teman perempuan Jundi yang ada di kiri Jundi, aih bagus sekali pewarnaannya, beberapa menggunakan teknik gradasi warna, Jundi boro-boro 😅. Namun saya lihat ibunya memang beberapa kali turut membantu mewarnakan, ya sesuailah 😁.

Jundipun mengerjakan dengan semangat dan terkesan tergesa-gesa, "Nak, mewarnanya pelan-pelan saja biar bagus, nanti jadi jembret-jembret"

"Jundi pengen cepet selesai bunda, Jundi pengen menang"

"Oh ya? Jundi ingin dapat hadiah?"

"Iya, Jundi pengen menang terus dapat hadiah"

Hiks, jujur nak Bunda gak ada harapan dengan hasil pewarnaanmu jika melihat milik teman-temanmu, tapi Bunda salut dengan semangatmu, dan bagi Bunda milik Jundi bagus sekali hasilnya, karena semua Jundi sendiri yang mengerjakan. Bahkan ketika saya coba bantu mewarna bagian kecil yang sedikit saja, saya dilarang Jundi 😅. "Bunda gak boleh, Bunda cuma bantu ambilkan warna".

Lalu tibalah saat pengumuman pemenang, "Dan, saya pilih milik mas Jundi jadi juara 1 kelas Hamzah" 😱 saya langsung shock tidak menyangka. Lalu gurunya menjelaskan, "Milik mas Jundi memang tidak lebih baik hasilnya dari yang lain, namun terlihat dari goresannya mas Jundi mengerjakan sendiri semua" saya lupa detail kalimatnya, tapi kurang lebih seperti itu.

Barakallah anak sholih, bangunlah terus percaya dirimu nak, kamu pasti bisa.

#harike12
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 12 November 2017

Komunikasi Produktif #11 (Menyapih si kembar)

Akhirnya saya kalah. Akhirnya saya kalah dari harapan bisa menyapih si kembar dengan cinta. Tantangan menyapih 2 anak sekaligus bagi saya cukup berat. Ketika satu bayi bisa menerima sounding dan bisa dialihkan maka belum tentu itu juga berlaku untuk bayi kedua. Maka ketika bayi pertama akhirnya melihat bayi kedua menyusu, runtuhlah pertahanan bayi pertama, ikut menyusu.

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. ... Apa-bila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Al-Baqarah 233

Akhirnya cara inilah yang kami tempuh, si kembar sudah 2 hari ini menginap di rumah eyangnya, terhitung sejak jumat malam. Sabtu siang saya tetap mengunjungi mereka, dan saya pikir cara komunikasi saya saat ini jauh lebih baik daripada ketika penyapihan mas Jundi dahulu.

Dahulu, mas Jundi juga saya sapih dengan cara serupa, tapi ketika kunjungan hari pertama saya, saya yang masih kurang ilmu menolak permintaannya untuk menyusu, alhasil saya bagaikan dimusuhi olehnya, dia tidak mau dekat dengan saya. Yah meski akhirnya menyusu juga hingga ASI saya benar-benar kering (setelah bengkak parah), lalu dia marah karena tidak ada air susu keluar.

Kesiapan mental pun saya rasa saat penyapihan si kembar ini jauh lebih matang, jauh-jauh hari saya sudah memberi sounding mereka akan penyapihan ini, dan saya sendiri sudah berencana tetap menyusui di hari pertama setelah menginap. Alhasil mental saya pun lebih kuat saat ini, tidak ada melo-melo seperti saat Jundi dulu yang kurang persiapan.

Saya datang, mereka tidur, lama saya menunggu hingga akhirnya Fasya duluan yang terbangun. Fasya langsung meminta gendong saya, memang menurut eyangnya Fasya ini yang sedikit rewel daripada Fara saat malam pertama menginap. Setiap sounding saya lakukan pun Fasya selalu mewek seperti tidak rela, berbeda dengan Fara yang dengan tegas mengangguk.

Fasya merajuk membuka-buka kerudung yang menutup dada sambil meracau tak jelas, saya berikan pengertian, "Mbak Fasya kangen bunda ya, sini bunda peluk, bunda juga kangen sama mbak Fasya, bunda sayang sama Fasya" saya cium dia di beberapa bagian wajah, hingga beberapa waktu tak mau lepas dari saya, dan akhirnya saya berikan apa yang dari tadi ia inginkan, menyusu. Namun ternyata tak sampai semenit dia lepas, dan dia pun ceria, selesai, lanjut bermain.

Berbeda dengan Fara, dia sama sekali tak merajuk untuk menyusu, tapi dia ingin saya peluk, saya gendong, dan tak mau jauh dari saya. Ingin rasanya saya menawarkan menyusu, tapi saya ingat kaidah menyapih, tidak menawari dan tidak pula menolak. Sempat dia memegang, lalu urung, "Fara kangen ya, sini bunda peluk, bunda sayang sama Fara" saya ciumi dia, ah saya pun rindu.

Hingga saya menulis ini, mereka tidak lagi meminta menyusu padahal saya ada di dekat mereka. Saya pikir anak bayi hanya takut kehilangan pelukan ibunya ketika harus disapih.

Alhamdulillah dengan komunikasi produktif dan positif dengan anak proses ini saya rasa menjadi lebih menyenangkan, saya terima perasaan anak, dan saya berusaha untuk tetap berkomunikasi non verbal.

#harike11
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 11 November 2017

Komunikasi Produktif #10

Ah entah mimpi apa saya semalam bisa ngedate sama manusia ganteng tanpa bingung 3 anak 😂. Alhamdulillah setelah sekian tahun gak pernah jalan ke mall berdua akhirnya semalam keturutan, yeay 😍.

Sampai mall kami langsung menuju cinemaxxi, pengen sih nonton berdua, kayaknya sudah 3tahunan yang lalu terakhir nonton di bioskop, kuper banget yak 😂. Eits, tapi lebih kuper lagi kalo gak pernah ikut kajian ilmu sih, alhamdulillah bisa tetap rutin 😍. Lihat jadwal film yang tayang kami sempat berpikir lama, berdiskusi. Kalau film yang sesuai selera saya dan dia masih bisa 'lihat' juga sih pilihannya cuma Hujan Bulan Juni (doski malah udah kelar baca novelnya, gue belum 😅), tapi tayangnya jam 9 malem, bakal pulang tengah malem kalo ambil itu. Sedang waktu masih menunjukkan pukul 7 malam, masih lama lagi.

Lihat jadwal lagi yang cocok hanya 'Thor Ragnarok', OMG film apaan itu, itu mah emang jenis-jenis 'filmnya' suami, tapi saya? 😴 Namun alhamdulillah 6tahun bersama ternyata membuat dia tak memaksakan kehendak, "Ah tapi kalau nonton itu nanti Bunda tidur lagi" uhuy 😍. Makasih cinta atas pengertianmu.

Akhirnya saya minta makan di foodcourt, lalu jalan-jalan carikan baju krucil lanjut cuci mata ke tokbuk, iya cuci mata doang, karena tumpukan buku yang sudah dibeli tapi belum dibaca sudah banyak sekali 😅. Alhamdulillah komunikasi produktif antar pasangan membuat hubungan kami semakin erat, tidak ada pemaksaan sudut pandang, yang ada saling menerima dan memahami perbedaan.

#harike10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 10 November 2017

Komunikasi Produktif #9

Hari Rabu lalu dapat cemilan dari Bu Fasil yang renyah sekali. Sebuah artikel yang semakin mendukung kaidah komunikasi produktif kepada anak. Salah satu hal yang ingin saya bahas adalah point 'fokus orang tua hanya pada anak'.

Saya jadi teringat materi pertama di kelas matrikulasi dahulu, saat ini banyak orang terkena sindrom FOMO (Fear of Missing Out) ketakutan saat ketinggalan sebuah berita saja, sehingga selalu haus untuk scroll dan scroll linimasa medsosnya. Atau bahkan justru NOMOFOBIA yang sindromnya justru lebih berbahaya, karena gejalanya takut berlebihan saat sebentar saja tidak memegang smartphone nya. Horor ya, tapi kenyataannya saat ini banyak sekali yang mengidap penyakit ini, bahkan saat mendampingi atau berkomunikasi dengan anak.

Kegiatan nyambi megang HP ini bagi saya sendiri adalah kegiatan yang terkadang juga saya lakukan saat mendampingi buah hati. Saat ada hal-hal urgen yang tidak bisa ditunda atau saat anak-anak dalam kondisi sibuk dengan mainannya dan sedang tidak ingin 'dibantu'. Biasanya saya juga ijin terlebih dahulu, 'Sebentar ya nak, bunda jawab pesan ya' atau 'Sebentar ya nak, bunda sambil baca dulu'. Namun dalam kondisi anak minta perhatian menaruh HP bagi saya adalah wajib, apalagi saat membacakan buku atau bermain yang membutuhkan saya di dalamnya.

Dulu, saat saya masih minim ilmu, saya belum bisa mengatur 'gagdet time' dengan baik, alhasil kadang sibuk dengan HP saat mendampingi anak. Efek sampingnya, tak jarang nalar menjadi pendek dan emosi tinggi, anak yang kena imbasnya. Namun alhamdulillah sekarang saya sadar, ketika saya ketinggalan berita atau istilah kerennya 'kudate', hal tersebut tidak akan merubah drastis kehidupan saya. Cukup memilih mana yang prioritas untuk dibaca dan mana yang bukan, karena fokus pada pekerjaan lain yang lebih produktif bagi saya lebih penting daripada sekedar update berita.

Alhamdulillah saat mendampingi anak tidak memegang HP membuat komunikasi kami lebih produktif dan bonding kami lebih kuat.

#harike9
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 09 November 2017

Komunikasi Produktif #8

Dalam berkomunikasi bahasa tubuh memegang peranan 53% untuk tersampaikannya pesan yang dibawa agar tidak sampai terjadi kesalahpahaman. Dalam mengajarkan bahasa tubuh ke anak-anak ternyata saya cukup terbantu dengan buku dari Rabbithole yang berjudul Hmmm... . Di dalam buku tersebut ada banyak jenis emosi yang tergambar pula melalui kejadian dan ekspresi muka atau bahasa tubuh si aku. Mulai dari ekspresi terkejut, jijik, takut, marah, sedih, hingga senang.

Ketiga anak saya beberapa hari terakhir minta ulang kali saya bacakan buku tersebut, tiap kali ada contoh ekspresi saya juga menirukan ekspresi tersebut dengan total sehingga anak-anak paham perbedaan masing-masing bentuk bahasa tubuh. Setelah saya contohkan, biasanya anak-anak juga saya suruh menirukan ekspresi tersebut. Lucu sekali ekspresi mereka saat menirukan, apalagi ekspresi si kembar yang baru 2 tahun.

Mengajarkan bahasa tubuh seperti ini menurut saya bisa melatih anak agar lebih bisa membedakan bahasa tubuh orang lain. Pun bisa menjadi lebih peka terhadap bahasa tubuh orang lain.

#harike8
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 08 November 2017

Komunikasi Produktif #7

Saya dan suami bisa dibilang sama-sama suka baca buku. Dulu saat awal menikah ternyata banyak koleksi bukunya dan bukuku sama, sehingga kami memilih menyumbangkan koleksi yang sama tersebut ke perpustakaan milik teman. Membaca bagi saya adalah hal yang menyenangkan, saya bisa tahu banyak sekali hal baru dari membaca. Maka untuk anak-anak, kamipun ingin membiasakan mereka membaca sejak dini.

Saat Jundi masih bayi, pertama kali saya belikan buku adalah buku teether, sayang akhirnya harus terjatuh dan hilang saat kami mengajaknya jalan-jalan ke toko kain, karena dia suka dengan buku tersebut jadi dibawa kemana-mana. Berikutnya saya mulai membelikan buku bantal, dan alhamdulillah responnya juga cukup baik. Hingga saat ini usia Jundi sudah 5tahun alhamdulillah koleksi bukunya sudah semakin banyak walau ada beberapa yang hilang atau sobek sehingga sudah tidak bisa dibaca.

Beberapa waktu lalu suami saya tiba-tiba berpesan, "Sepertinya anak-anak dibelikan buku semacam ensiklopedia aja". Saya yang lihat ada promo sebuah ensiklopedia tidak berdiskusi dengannya dulu langsung main pesan, akibat terkena bujuk rayu covert selling bu penjual juga, katanya laku ratusan pcs hanya dalam hitungan 1 pekan, wow!

Begitu buku datang si anak langsung antusias, dan saya belum baca semua halamannya, tapi si bapak udah baca duluan, dan tibalah percakapan itu, "Ini buku terbitan apa?" tanya bapak.

"Hm? Gak tau, belum lihat" jawab saya polos, ah betapa teledornya saya kali ini.

"Lihat isinya ada A, B, C, D"

"Oya?" saya mendelikkan mata, shock karena sudah melakukan kesalahan. Saya coba membuka halaman-halaman yang dimaksud, ya benar, beberapa ada yang kurang sesuai dengan nilai di keluarga kami. Ah cerobohnya aku!

Akupun langsung terpikir untuk menjualnya, apalagi kondisi masih baru kemarin dibuka, namun saat aku ijin kepada Jundi ternyata dia tidak mengijinkan 😢. Bismillah buku ini masih aman jika dengan pendampingan.

"Gapapa yah insyaallah masih aman yang penting kita harus bisa menjelaskan ke anak-anak"

"Iya, anak-anak harus didampingi, lain kali Bunda harus lebih teliti lagi ya kalau membelikan buku anak-anak, lihat penerbitnya, "

"Iya yah, Bunda minta maaf ya, lain kali Bunda akan lebih hati-hati"

Alhamdulillah clear. Kaidah yang saya tekankan di cerita di atas adalah kaidah komunikasi produktif dengan pasangan : clear and clarify dan I'm responsible for my communication results. Dan tentunya harus tetap choose the right time dan keep eye contacts.

Karena anak-anak itu adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya ayah saja atau ibu saja. Semua yang kita lakukan hari ini akan dipertanggung jawabkan kelak, sudahkah memenuhi hak anak? Jangan sampai hanya karena ego pribadi anak jadi terabaikan dan kurang terpenuhi haknya.


#harike7
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 07 November 2017

Komunikasi Produktif #6

Senin dini hari,

Mas Jundi tiba-tiba menangis mengeluhkan kaki dan tangannya gatal, sakit katanya. Berjeritan dia mengeluhkan keadaan dirinya. Entah digigit nyamuk entah semut entah apa, tapi memang di dada, kaki, tangannya terlihat merah-merah dan terdapat luka bekas gigitan.

Kami sekeluarga memang sedang menginap di rumah mertua, alias rumah orang tua suami. Rumah ibu mertua ada di Kabupaten Pasuruan, di sebuah daerah dengan cuaca yang cenderung jauh lebih panas dibanding Malang dan tentunya dengan pelengkap 'nyamuk' yang lebih wah banyaknya. Waktu saya tanyakan kepada suami mengapa daerah panas itu cenderung lebih banyak nyamuknya? Jawab suami karena nyamuk gak suka dingin 😅. Tapi memang kolerasi tersebut ada benarnya sih, jika saya menginap di Pasuruan saat cuaca lebih dingin dari biasanya maka nyamukpun tidak seheboh biasanya. Yang lebih tau tolong dikoreksi ya 😁.

Balik ke cerita mas Jundi, dia tak henti-hentinya menangis menjerit-jerit. Saya dan suami rasanya juga sangat mengantuk karena baru saja satu jaman sebelumnya si kembar baru bisa tertidur, karena udara sangat panas dibanding Malang, jadi si kembar susah mengawali tidurnya. Dalam kondisi yang kurang terkendali suami mulai emosi, begitu juga saya, nalar yang pendek menyulut emosi yang tinggi 😭. Awalnya kami berusaha menuruti, dioleskan minyak tawon ke seluruh bagian yang dia keluhkan sambil terus digosok untuk mengurangi gatalnya, tapi ternyata belum bisa mengurangi tangisan Jundi yang memecah keheningan malam.

"Diam mas Jundi diam, ini sudah tengah malam, banyak anak kecil disini, nanti mengganggu yang lain" saya terus berusaha mengaplikasikan komunikasi produktif, mengatakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan. Jadi disini saya mengganti kata 'jangan nangis' menjadi 'diam'.

Tapi sayang mas Jundi tetap menangis menjerit hingga kami pun hilang kendali untuk tetap menjaga intonasi suara dan tetap ramah. Hingga akhirnya saya berinisiatif memandikan mas Jundi tengah malam. Sedari Jundi masih berumur sekitar 2tahun ketika dia menangis tak terkendali maka solusi terakhir adalah memandikannya atau menuntunnya berwudhu. Saya berpegang pada hadits tentang anjuran berwudhu ketika marah.

Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.(HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Setelah mandi, dia langsung diam? Tidak! Saya pakaikan dia baju lalu dioleskan lagi minyak-minyak pereda gatal. Saya berusaha waras, "Diam ya mas Jundi, diam nak," lalu kami berikan dia minum. Beberapa saat kemudian alhamdulillah mulai tenang dan dia tertidur, barangkali kecapekan juga setelah menangis menjerit selama kurang lebih 1 jam. Ah!

#harike6
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 06 November 2017

Komunikasi Produktif #5

Kemarin saya sukses mewek terharu dan beberapa kali meneteskan air mata yang saya tahan-tahan karena saya lihat kiri kanan depan belakang gak ada ibu-ibu yang cengeng seperti saya. Entahlah, saat acara haflah level 2 Raudhatul Qur'an Jundi kemarin beberapa kali ada getar yang tertahan di dalam hati lalu membuat mata saya sukses mengembun. Ada rasa haru yang entah, luluh melihat para pejuang cilik al-qur'an yang termasuk di dalamnya anak saya sendiri.

Alhamdulillah Allah mudahkan mas Jundi menyelesaikan hafalan juz 29 nya meski beberapa surat nilainya jayyid dan jayyid jiddan, mumtaz hanya 3 dari 10 surat di juz 29. Hal ini tentu sangat jauh dengan pencapaiannya saat menghafal juz 30 yang kesemua surat mendapat nilai mumtaz. Bagi saya itu sama sekali tak masalah, karena dalam kondisi sekarang saja saya merasa bahwa hasilnya sangat jauh lebih baik dari usaha yang sudah saya lakukan. Saya merasa sendiri bahwa di level 2 ini saya sering kendor dan luluh dengan rengekan Jundi yang sangat sering meminta ijin tidak berangkat hanya karena malas atau kecapekan. Saya pun kurang konsisten dalam memurajaah serta mentasmi hafalannya di rumah. Tapi ternyata Allah tetap membuat anak saya bisa lulus dari level ini 😭.

Beberapa hari sebelum haflah saya meragukan, apakah Jundi juga lulus sehingga ikut haflah?  Sedang level 2 ini semua santri harus sudah lancar ummi 4, sedang Jundi masih jauh. Namun ternyata menurut ustadzahnya Jundi lulus dan bisa mengejar bacaannya di level 3, surat al-baqarah (tantangan semakin berat karena emaknya belum hafal).

Sebelum berangkat haflah, saya sampaikan kepada sosok berpakaian putih-putih itu, "Alhamdulillah bunda bangga nak, Jundi anak hebat, jundi anak shalih, alhamdulillah Jundi bisa menyelesaikan hafalan juz 29" lalu saya kecup pipinya yang semakin hari semakin gelap karena sering bermain di bawah terik siang. Saya lakukan pujian sesuai kaidah komunikasi produktif kepada anak-anak yang salah satunya adalah jelas dalam melakukan pujian atau kritikan, tak sekedar bilang hebat atau pintar, tapi kita harus menunjukkan hebat karena apa yang sudah dia lakukan.

#harike5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 05 November 2017

Komunikasi Produktif #4

Jadi ternyata menurut Albert Mehrabian suara yang keluar saat kita berkomunikasi itu cuma berpengaruh 7% terhadap lawan bicara, sedang sisanya 38% adalah intonasi dan 55% bahasa tubuh. Dan kalau saya amati memang begitu adanya, terkadang chatting ponsel yang hanya text bisa multitafsir karena kita gak tau benar bagaimana intonasi dan mimik wajah si pembawa pesan (ya walau banyaknya emoticon cukup memudahkan untuk membayangkan ekspresi si pembawa pesan), maka untuk hal-hal sensitif memang sebaiknya dibicarakan dengan tatap muka, offline.

Begitu pula dengan komunikasi dengan anak-anak, salah satu kaidah komunikasi produktif dengan anak-anak adalah dengan mengendalikan intonasi bicara. Dan ternyata permainan intonasi serta bahasa tubuh ini saya praktekkan dalam membacakan buku ke putri kembar saya membuat beberapa hari terakhir ini efektif mereka duduk anteng mendengarkan sambil ikut melihat buku yang dibaca. Dan yang amaze beberapa kali mereka bisa anteng hingga selesai beberapa buku, padahal rentang konsentrasi mereka masih sangat rendah di usianya yang masih 2 tahun. Amaze banget kan ya, alhamdulillah.

Tentang intonasi dan bahasa tubuh ini, saya juga ingin bercerita tentang kejadian hari kemarin saat saya dan anak-anak saya ajak antar kain ke penjahit. Dalam kondisi jalanan cukup macet, kursi mobil agak sempit karena ada beberapa gulung kain menumpuk, apalagi udara cukup panas (mas Jundi gak pernah mau kalau AC dinyalakan, katanya bikin dia muntah 😓), sip banget kondisinya bikin krucil 'rame'. Si Jundi yang bosan malah sibuk mencari cara menggoda adiknya (eh dia sampai duduk di bagasi juga lho 😅). Dan lucunya si Fasya yang digodain marah dengan ngomel-ngomel gak jelas apa isi kalimatnya, tapi dengan intonasi marah serta mimik wajah marah siapapun akan tau kalau dia sedang marah, jadi memang terbukti text yang 7% tadi kadang gak terlalu penting jika mimik dan bahasa tubuh lebih berbicara. Tapi memang begitulah kebiasaan Zalfasya belakangan yang kosa katanya sedikit tertinggal dari saudara kembarnya Faradilah.

Lalu pertanyaannya adalah saya, bagaimana saya dalam kondisi seperti itu tadi, anak tengkar gak jelas, jalanan macet ditambah udara yang cukup hot. Kondisi ini tentu membuat orang lebih mudah tersulut emosi, maka yang saya lakukan adalah mengingatkan dengan tegas tapi tetap ramah dan menjaga intonasi. Ah, komunikasi produktif memang harus banyak dilatih!

#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 04 November 2017

Komunikasi Produktif #3

Mas Jundi lagi-lagi kemarin hectic dulu sebelum berangkat sekolah, pasalnya dia kurang berhati-hati saat berkumur seusai sikat gigi hingga berdarah banyak sekali. Jadi dia suka berkumur dengan cara mulut langsung mengambil air dari kran, naasnya kemarin kran sampai melukai gusi bagian atasnya, sehingga timbul luka yang saya lihat cukup dalam.

Dalam kondisi masih memakai handuk belum berganti baju dia teriak-teriak menangis kesakitan, dan darah terlihat mengucur deras dari gusinya. Saya berusaha untuk tetap tenang tidak panik, berpikir waras, karena nalar yang panjang maka akan sedikit emosi, sedang nalar pendek akan menghasilkan banyak emosi.

"Iya sebentar, sabar ya, coba bunda bersihkan dan bunda kasih minyak zaitun. Lain kali hati-hati ya, kumur pakai gayung saja" saya berusaha fokus pada solusi, bukan pada masalah, sesuai kaidah komunikasi produktif dengan anak-anak.

Mas Jundi pun tetap menangis dan mencoba membela diri, "Tadi kan air di gayung kotor ada sabunnya, jadi Jundi langsung ke kran,"

"Iya, lain kali kan bisa minta bunda ganti airnya, mas Jundi biasanya kan memang suka kumur langsung dari kran, " sambil terus berusaha menjaga intonasi saya jelaskan, dan darah alhamdulillah sudah bersih tinggal beberapa kali lagi diberi minyak zaitun pada luka.

Lalu tangispun reda, baju seragam telah terpakai dan mas Jundi siap berangkat sekolah. Love you my son, ajari bunda untuk selalu berlatih agar komunikasi di antara kita semakin produktif.

#hari3
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 03 November 2017

Komunikasi produktif #2

Kemarin, seperti biasa, pulang sekolah mas Jundi sampai rumah maunya main dulu. Belum ganti baju, pipis dan cuci kaki dia selalu sudah sibuk dengan 'sesuatu'. Beberapa kali saya ingatkan, "Ayo mas Jundi pipis dulu, ganti baju, baru boleh main, trus maem, tidur, nanti ngaji". Namun dia masih saja sibuk dengan 'mainan' dia seolah tidak mendengar apa yang saya katakan.

Dan saya pun baru teringat materi tentang komunikasi produktif yang baru saya dapatkan di kelas Bunda Sayang, (masih belum merasuk nih jadi masih suka lupa, memang harus terus 3L, latih latih latih) yaitu cara berkomunikasi dengan anak-anak. Salah satunya adalah dengan KISS (keep information short & simple). Ah ya, saya harus mengubah kalimat yang bertubi-tubi menjadi kalimat sederhana pada tindakan yang harus dia lakukan pertama kali.
"Mas Jundi, ayo ganti baju dulu" dengan intonasi yang diatur dan diusap punggungnya. Dan ya, dia manut, baru saya lanjut perintah berikutnya. Ah, betapa indahnya jika telah terbiasa berkomunikasi produktif. Harus banyak Latih, Latih, Latih.

#hari2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 02 November 2017

Komunikasi Produktif #1

Saya dan suami tak hanya pasangan hidup berumah tangga, tapi juga partner kerja karena kami membangun usaha bersama sejak 5 bulan usia pernikahan. Dalam berkomunikasi, selain membicarakan tentang 'kami' dan anak-anak, tentunya kami juga membicarakan mengenai usaha kami berdua.

Dalam komunikasi tentang usaha kami, biasanya kami berusaha untuk clear dan clarify agar saling memahami apa yang masing-masing dari kami maksudkan demi berjalannya usaha kami. Terkadang komunikasi juga terjalin lewat percakapan ponsel ketika ada diskusi-diskusi saat kami tidak sedang bersama. Namun ketika bersama, dalam berkomunikasi berusaha untuk kontak mata, selain intonasi dan bahasa tubuh juga harus 'berbicara' untuk menyamakan persepsi.

Dengan latar belakang yang berbeda, tentu kami berdua memilki FoR dan FoE yang berbeda. Suami dengan pengalaman menjadi karyawan perusahaan, dan saya yang masih unyu-unyu ini belum pernah sama sekali menjadi karyawan orang lain. Sejak lulus kuliah saya langsung menjadi karyawan dari suami saya sendiri. Jadi sedikit banyak saya harus mendengar dari suami bagaimana pengalaman bekerja dia dahulu. Kadang saya sendiri bisa mewek ketika 'ditegur' atasan (suami). Dan inilah proses belajar kami membangun komunikasi produktif di keluarga kami.

Forum keluarga tidak hanya membicarakan masalah 'keluarga' tapi juga masalah 'usaha' yang kami rintis berdua tentu dengan penempatan waktu yang pada tempatnya.

#hari1
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip