Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Agustus 2018

IMD

IMD. Inisiasi Menyusui Dini. Dari ketiga anak saya, yang benar-benar IMD dan menemukan puting sebagai sumber gizinya sendiri hanyalah Fara, Hafizhah Faradillah Ayat. Dialah anak kedua yang saya lahirkan dari rahim saya.

Fara dan Fasya di usia mereka menjelang 3 tahun


Kali ini saya ingin bercerita tentang amazingnya proses IMD ini berhubungan dengan proses kelahiran kembaran Fara, yaitu Fasya.

Saat itu adalah persalinan kedua yang saya alami dalam hidup, dan yang membuat istimewa persalinan tersebut adalah persalinan kembar. Dalam satu waktu saya harus berusaha melahirkan dua bayi. Selain kesiapan mental, energi juga harus siap karena harus mengeluarkan bayi dua kali.

Sesaat setelah Fara lahir, Fara langsung ditaruh di atas dada saya dengan posisi tengkurap. Dan saya jujur saya merasa 'kagok' memegang bayi mungil cantik itu. Antara kelelahan, gemetar, dan kepikiran dengan satu bayi lagi yang tak kunjung menyusul si kakak keluar dari kenyamanan rahim.

Menanti kontraksi bayi kedua, saya diinfus, disuntik oksitosin di pangkal paha, oksigen di hidung, dan tak ketinggalan kucuran kopi pahit di mulut agar saya tetap sadar. Lama, lama sekali menanti datangnya kontraksi, asisten bidan melakukan RPS dan yah, ternyata si cantik Fara akhirnya turut membantu RPS itu. Tepat beberapa saat setelah Fara sukses menemukan puting dan mengulumnya kontraksi pun saya rasakan. Ah betapa indahnya kerjasama antara seorang kakak membantu adiknya.

Beberapa kali mengejankan bayi dengan posisi sungsang, akhirnya si adik lahir dengan posisi kaki keluar terlebih dahulu, langsung ditaruh pula di dada kiri saya karena Fara telah memilih dada yang kanan. Saya semakin gemetar memegang dua bayi IMD di waktu bersamaan, tak kuat akhirnya Fasya tak sampai menemukan sendiri putingnya, saya kelelahan. Maafkan bunda Fasya, meski IMD tak sempurna alhamdulilah engkau pun bisa sempurna mendapat ASI 2 tahun seperti kakakmu Fara, bukankah itu rezeki yang tak ternilai? Bersyukurlah hanya pada Allah, Maha Pemberi Rezeki.

Bunda Jundi, Fara, Fasya
Malang, 21 Agustus 2018
Jarak kelahiran Fara dan Fasya adalah 50 menit, sebanyak waktu Fara berusaha mencari putingnya.

Selasa, 22 Mei 2018

Tentang persalinan si kembar

Tentang persalinan si kembar, banyak yang penasaran dengan bagaimana prosesnya, karena tidak bisa dipungkiri kebanyakan dari kehamilan kembar berakhir dengan persalinan SC. Sejak aku tau kehamilan keduaku kembar aku juga mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk tersebut, walau aku tidak mau aku harus siap menghadapinya. Namun sejak saat itu (kehamilan 15 minggu) aku terus mencari dan belajar banyak informasi tentang persalinan normal pada kehamilan kembar, dan aku optimis bisa melahirkan normal. Tiap kali berdo'a tak lupa kusisipkan keinginan terbesarku itu, melahirkan normal dan cukup bulan (dari yang kubaca resiko lahir prematur pada janin kembar lebih tinggi).

Saat itu yang terpikir pertama kali adalah sepupuku Mbak Yoes yang pernah melahirkan normal putri kembarnya yang kini seusia denganku. Hanya selisih beberapa bulan ketika aku tau aku hamil kembar dengan sebuah perjumpaanku dengan Mbak Yoes yang bercerita tentang proses persalinannya dulu. Janin Mbak Yoes dulu posisinya 69, jadi yang keluar dulu yang kepala di bawah disusul janin kedua kaki dulu yang keluar sehingga dokter harus memasukkan tangannya untuk mengambil kepala bayi. Selain Mbak Yoes, aku juga banyak bertanya pada beberapa teman yang memiliki anak kembar (walau yang kutemui kebanyakan bersalin SC). Dari beberapa pengalaman orang lain aku jadi lebih berhati-hati pada kehamilanku, menghindari berbagai kemungkinan terburuk. Ah, kalau browsing kehamilan kembar pasti diikuti berbagai resikonya yang lebih bejubel daripada kehamilan normal. Namun bersyukur suami termasuk orang yang bisa dibilang sangat care pada kehamilanku, hingga muncul juga tulisan dia tentang bagaimana menjadi suami saat istri hamil kembar.

Selain dari orang sekitar, aku juga lebih rajin browsing tentang persalinan kembar. Alhamdulillah ketemu beberapa blog yang bercerita tentang persalinan kembarnya yang berlangsung normal. Ketika membaca cerita-cerita ibu beruntung itu aku semakin optimis bahwa janinku pun bisa kulahirkan secara normal.

Semakin optimis lagi ketika bidan Rina tempat aku rutin ANC sudah pernah membantu persalinan kembar normal. Aku dan suami memilih tenaga medis bidan sebenarnya juga sedikit mendapat pertentangan dari ibuku karena beberapa teman ibuku yang punya anak kembar hampir semua ditangani dokter. Lagi-lagi banyak orang yang berpikir tentang banyaknya resiko kehamilan kembar sehingga terlalu parno. Namun aku dan suami tetap berusaha tenang, bukan berarti kami memilih bidan sebagai tempat periksa dan melahirkan (plan A) ini dianggap sebagai ikhtiar yang kurang optimal, tidak, kami ingin memberikan yang terbaik pula untuk amanah ini. Selama kehamilan kemarin aku juga sempat ANC 2kali k dsog, itupun atas anjuran bidan Rina untuk memastikan bahwa janin yang kukandung kembar dan posisi kembar d usia 36weeks. Kami yakin bahwa tubuh secara alami pasti bisa melahirkan normal, kembar ataupun tunggal.

Dari baca-baca bahwa rata-rata kembar 2 maju 3pekan dari HPL d usia 37weeks rasanya aku sudah pengen banget segera melahirkan. Dedek juga kusounding terus biar segera launching, tapi ternyata karena belum waktunya jadi ya gak launching-launching. Aku pikir karena aku selalu berdoa agar cukup bulan (cukup bulan minimal usia 38weeks), alhamdulillah Allah menjawab doaku itu. Tapi jujur saja rasa berat, gampang capek, dan kawan-kawannya itu yang bikin cepet-cepet naruh bayi di perut (gak dibawa-bawa kemana-mana lagi). Ditambah tiap liat orang lahiran rasanya pengen cepet-cepet juga,'aku kok belum?'. Tiap hari aku jadi selalu mikir 'inikah harinya?' ' kontraksi dulu gimana ya rasanya?'. Tiap pekan periksa selalu ngarep juga kali aja langsung lahiran pas periksa, -konyol-.

Sampai di pekan 38,baby di perut belum mau launching juga (jujur sempet parno karena temen suami ada yang hamil kembar sampai 40weeks gak ada kontraksi akhirnya jadi operasi) walhasil tiap hari konsumsi nanas buat nipiskan selaput rahim -induksi alami-. Sempet pas itu juga nyesel dulu pas 34weeks ditawari suami beli birthing ball gak mau, 'eman mek kanggo diluk'. Jadilah jalan pagi yang udah jarang dilakukan mulai dilakukan lagi, ngepel lantai jongkok, dan beberapa gerakan senam hamil yang mudah. Juga nungging dengan bertumpu pada dada (ini bikin napas sesek). Beberapa kali usg posisi baby fasya melintang padahal baby farah kepala udah masuk panggul sejak 32weeks. Fasya posisinya berubah-ubah terus tiap USG. Iya, bundanya memang disuruh lebih banyak lagi tahajudnya, emang anak shalihah nih.

Jum'at, 23 Oktober 2015
Beberapa hari terakhir rasanya dia sudah menusuk-nusuk di jalan lahir hingga untuk berjalanpun harus sedikit kutahan-tahan rasa nyeri. Begitupun hari ini, seharian aku juga sudah tidak terlalu nafsu untuk makan. 'Mungkin adek pengen lahir malam ahad nih bunda' ayah nyeletuk. Hm, semoga. Aku juga sudah tidak sabar menanti kehadiran kalian, walau beberapa kali bidan Rina juga mengingatkan bahwa ntar setelah lahir itu pasti lebih repot dan capek daripada pas hamil (berat euy), apalagi masalah manajemen ASInya.

Sabtu, 24 Oktober 2015 M/11 Muharam 1437 H
dini hari sekitar pukul 03.30
Aku terbangun, rasanya ada cairan yang terus keluar dari jalan lahir. Kubangunkan suami yang tidur di kasur bawah (beberapa hari terakhir suami dan Jundi mulai tidur di kasur bawah yang baru dibeli, persiapan jika si kembar sudah lahir) memberitahunya, lalu cepat-cepat aku berusaha bangun diantar suami ke kamar mandi, cek. Ternyata cairan bercampur darah, oke ini mungkin ketuban. Minta tolong suami ambil pembalut lalu segera menghubungi bidan rina tapi -no response-, wa juga tidak ada balasan. Namun suami tetap kabari eyang Jundi yang ada di rumah sebelah dan segera telpon taxi. Adzan shubuh ayah segera sholat,tidak selang lama taxi datang, aku berangkat dengan ibuku plus keperluan ibu dan bayi. 

04.30
Kontraksi belum terlalu terasa 'hebat' dan rutin, rasanya ketuban juga sudah tidak terasa keluar, namun ternyata setelah sampai di rumah bidan Rina sambil berdiri menunggu dibukakan ketuban rasanya terus keluar hebat -deres-. Masuk langsung cek di ruang biasanya periksa, ketuban sudah pecah (bukan lagi merembes seperti anggapanku :D) bukaan 2. Pindah ke kamar inap, sambil menunggu dan menghitung kontraksi aku duduk di birthing ball biar bayi lebih cepat turun. Lalu kadang jalan-jalan di luar sambil menghitung kontraksi dibantu 2 asisten bidan rina,-bidan dira dan bidan siti (yang datang sekitar jam 6 kurang)-.

Pada fase ini aku masih sangat bisa mengendalikan rasa sakit, kontraksi malah bikin senyum, ya bentar lagi ketemu si kembar yang sudah kutunggu berbulan-bulan lamanya. Sesekali aku minum air putih, air kurma hangat -disediakan-,coklat -udah pesen suami kalo aku mau melahirkan harus sedia ini-, dan kurma. Mungkin juga karena minum terus frekuensi pipisku jadi lebih sering. Tapi aku sepenuhnya sadar bahwa aku harus berenergi banyak untuk bisa mengejan mengeluarkan si kembar.

07.00
Rasa tidak nyaman mulai ada, dipakai banyak posisi mulai gak enak. Dicek baru bukaan 3, hm brati masih harus jalan-jalan lagi. Manja ke suami mulai kumat,pipis minta dianter sambil dipapah,lalu mules BAB juga diantar,bahkan dibersihkan suami :D.

Banyak posisi dicoba untuk mencari rasa nyaman, dari tiduran miring kiri, nungging,jalan,duduk di birthing ball,dll. Mulai mengeluh rasa sakit di pinggang belakang, rasa sakit yang rasanya gak habis-habis. Bidan Dira menawarkan kompres air panas di bagian yang sakit, aku iyakan. Akhirnya pertempuran banyak dihabiskan di atas ranjang dengan posisi nungging dipegang suami. Setiap aku mengeluh sakit, ibuku langsung bilang,'memang sakit nduk,itu artinya mau keluar,gapapa,wajar,melahirkan memang sakit'.

Dalam keadaan sakit yang semakin bidan Dira lagi-lagi mmenawarkan mandi air hangat biar fresh dan rileks. Aku iyakan, ibu juga mengingatkan sebelum berangkat tadi aku belum mandi jadi ada baiknya mandi agar fresh. Sambil menunggu air hangat, kontraksi terus datang semakin kerap, rasanya tidak bisa tersenyum lagi walau beberapa kali kuusahakan.

08.30
'Sudah ingin mengejan mbak? Kalo sudah saya panggilkan bu Rina.'
'Iya mbak'
Dicek bidan Rina bukaan 8.
'Oke, pindah ke kamar bersalin ya mbak Agie'

Turun dari ranjang baru menjejak kaki di lantai dibantu suami, aku sudah mengejan karena rasanya memang ingin mengejan, 2 tetes darah kulihat jatuh di lantai. Sambil dipapah suami aku jalan pelan-pelan sambil memeluk badan dan menghirup aroma tubuhnya yang menemangkanku. Aku mencoba terus relaks dengan nafas yang kupaksa panjang.
'Ayo sayang bunda pasti bisa, mbak Yoes aja bisa' bisik suami lembut di telinga menguatkanku.

Sampai di kamar bersalin pelan-pelan aku naik ranjang yang cukup tinggi, dan aku langsung memilih posisi nungging -posisi paling nyaman menurutku.

'Mbak posisinya gak bisa gitu, ini dua lho mbak,kalo cuma 1 gapapa'

Berat kupaksa mengubah posisi. Telentang. Bidan Rina sudah duduk di ujung ranjang membetulkan posisi kakiku. Beliau juga menyempatkan memutar murrotal di hapenya sesuai requestku di birth plan.

'Turun lagi mbak, ini bokongnya masih ngangkat. Tegang pahaku gemetar. 'Rileks' batinku. Aku berusaha menarik nafas dalam, mengingat relaksasi yang diajarkan di kelas prenatal. Senyum pun mengambang di bibirku. Dalam kesakitan aku berusaha untuk tetap sadar sepenuhnya setiap yang aku lakukan. Tak lama rasa ingin mengejan itu muncul dan aku ikuti begitu saja. Tiga kali aku mengejan, rasa hangat nan nyaman itu terasa di jalan lahir. Indah.

08.50
Terdengar tangisnya pecah, perempuan (sesuai dengan prediksi USG). Lalu dia segera ditaruh di dadaku untuk IMD. Entah, rasanya tak tergambar. Bahagia yang haru.

Tali pusat masih terasa di jalan lahir, menghubungkan kakak yang sudah di luar dan adik yang masih di dalam.

Rasanya sudah tidak terasa apa-apa lagi, rasa kontraksi yang tadi terasa tidak akan berakhir sudah enyah jauh entah kemana. Perutku berasa sudah enteng tidak berisi walau masih ada 1 bayi lagi di dalam sana.

Sambil IMD tubuhku gemetar, infus dipasang, pemasangan pun tidak langsung ketemu yang pas, sakitnya jarum sudah tidak ada apa-apanya lagi. Kopi dibuatkan untukku, beberapa kali dikucurkan dengan sendok teh ke mulutku agar aku tetap sadar. Pun oksigen, melalui selang langsung ditaruh di lubang hidungku oleh suami yang terus mendampingi di sampingku. Aku hanya bisa memeluk Fara di dadaku sambil mendo'a.

Oksitoksin disuntikkan di pangkal pahaku dan juga di kantong infus (bahasa umumnya drip atau diinduksi) agar segera terjadi kontraksi kedua. Berbarengan dengan baby Fara akhirnya mengulum putingku (satu rasa yang kurindukan seperti saat menyusui Jundi dulu, lega) dan bidan Dira membantu merangsang puting kontraksi itu datang. Ah si kembar, dari kecil sudah saling membantu.

09.40
Aku mengejan,hanya sekali dua lalu hangat yang nikmat itu lagi-lagi terasa. Nampak dari posisiku bidan Rina menyedot sesuatu dengan selang yang entah. Lalu tangis itu pecah, perempuan lagi.

Dari cerita suami dan ibuku yang bisa langsung melihat, saat kantong baby Fasya sudah terlihat bidan Rina berusaha memecahnya namun tak juga pecah, akhirnya saat kaki dan setengah tubuh keluar kantong berhasil dipecah dan kepala langsung terdorong keluar begitu saja oleh air ketuban. Setelah itu baru disedot cairan dari mulut, lalu menangis, alhamdulillah.

Diapun ditaruh di dada kiriku. Takut keduanya jatuh aku meminta tolong untuk dipegangkan sampai IMD selesai. 

Time for plasenta aku mengejan sekitar 2-3kali. Entahlah dulu sepertinya waktu Jundi aku tidak mengejan untuk mengeluarkannya, apa mungkin karena kondisiku yang setengah kesadaran karena kesakitan? 

Plasenta mereka cuma 1, artinya mereka kembar identik dari 1 telur dan sperma yang sama. Hm, waktu hamil aku sempat takut ini, karena takut tertukar :D. Tapi ternyata meski identik wajah mereka berbeda, walau kadang terlihat sama XD.

ditulis nyicil dari 6 November-14 Desember 2015 dengan mencuri-curi waktu mengurusi 2 bayi dan 1 balita

dari seorang bunda 3 anak yang berusaha memberikan yang terbaik 
  

Kamis, 16 November 2017

Komunikasi Produktif #15

Memiliki anak kembar bagi saya adalah tantangan, apalagi mengurusnya sendirian, tanpa ART atau bahkan orang tua atau mertua. Perjuangan dari hamil hingga mereka usia 2tahun sekarang bagi saya cukup membuat upgrading diri saya sendiri.

Salah satu tantangan memiliki anak kembar adalah memainkan emosi diri saya sendiri, ada kalanya mereka akur sekali, namun tidak jarang mereka menjadi 'musuh' yang berebut entah apa atau berseberangan keinginan. Ada juga di saat si A sangat gembira tertawa tapi si B justru menangis sedih, lalu saya harus memainkan emosi yang mana?

Maka dengan diawali komunikasi produktif pada diri sendiri saya merubah masalah tersebut menjadi tantangan yang sangat menarik. Dengan berbicara pada diri sendiri saya cukup bisa memainkan emosi saya saat menghadapi mereka berdua.

Seringkali meski sudah dibelikan barang yang sama persis mereka tetap mau barang yang satu. Apalagi si adik suka sekali menginginkan barang yang dipegang kakaknya, kalau sudah case seperti ini biasanya rumah akan cukup gaduh. Lalu saya akan menengahi, "Sebentar ya mbak Fasya, ini kan sama saja dengan yang dipegang mbak Fara, ini milik Fasya" saya lakukan dengan merendahkan tubuh agar posisi mata sejajar (keep eye contact). Fasya menggeleng keras dan tetap menunjuk yang dipegang Fara. Oke, "Mbak Fara, adik boleh tukar? Mbak Fara yang ini ya," Dan alhamdulillah Fara mau mengalah dan langsung memberikan mainan yang dia pegang. Unch unch unch, kalau sudah begini meleleh saya melihat kedewasaan Fara, tak hanya sekali dua kali, namun seringkali Fara lah yang mengalah, meski pada case yang lain dia juga tidak mau mengalah, maka saya yang harus memutar otak mencari jalan keluar. Walau kadang Fasya juga mau mengalah memberikan barang yang dipegangnya, alhamdulillah.

Menjadi ibu itu bukan masalah, tapi tantangan yang sangat menarik!

#harike15
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 14 November 2017

Komunikasi Produktif #13

Sebelum proses menyapih, salah satu hal yang saya siapkan adalah botol minuman baru. Alhasil saya sudah menyiapkan 3 botol kecil baru karena mas Jundi sudah pasti harus dibelikan juga.

Melihat Fara dan Fasya sudah terampil dan mandiri membuka botol lalu meminum air putih yang ada di dalamnya dilanjut menutup lagi dengan rapat membuat hati saya tiba-tiba meleleh, masyaallah. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin saya berkeringat belajar tandem nursing 2 bayi merah. Sekarang mereka sudah 2tahun lebih, dan dengan dewasanya mereka minum air putih sendiri dari botolnya.

"Masyaallah Fasya pinter sekali bisa minum air putih sendiri, Fasya hebat ya, Fasya sudah 2tahun dan sudah gak mimik bunda lagi, bunda sayang sama Fasya" begitu pun kepada Fara. Saya berusaha mempraktekkan salah satu kaidah komunikasi produktif kepada anak, jelas dalam memberikan pujian, dan tetap menjaga intonasi dan bahasa tubuh.

#harike13
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 13 November 2017

Komunikasi Produktif (Lomba mewarna)

Kemarin ada acara parenting dan taklim di sekolah Jundi, namun diadakan di rumah salah satu walisantri. Pada acara kali ini sekaligus diadakan juga lomba mewarnai mamamia, kerjasama bunda dan anaknya.

Awalnya saya pikir yang dimaksud mamamia bunda boleh ikut menbantu mewarnai, namun ternyata sebelum lomba dimulai dijelaskan bahwa bunda hanya boleh membantu memberikan saran warna yang akan dipakai di masing-masing gambar. Saya clarify hal tersebut ke mas Jundi, "Bunda gak boleh bantu mewarna lho ya, bunda cuma bantu pilihkan warna".

Lalu dimulailah lomba, saya memberikan saran warna yang akan dipakai di tiap bagian, namun dalam memberikan saran saya tidak memaksakan, saya cenderung memberikan opsi, "Bagaimana kalau bunganya warna pink? Mau yang mana?". Saya memberikan pilihan sambil mengeluarkan warna-warna yang dimaksud dari kotak pensil warna. Saya mencoba menggunakan salah satu kaidah komunikasi produktif yakni mengganti kata perintah dengan pilihan.

Melihat salah satu teman perempuan Jundi yang ada di kiri Jundi, aih bagus sekali pewarnaannya, beberapa menggunakan teknik gradasi warna, Jundi boro-boro 😅. Namun saya lihat ibunya memang beberapa kali turut membantu mewarnakan, ya sesuailah 😁.

Jundipun mengerjakan dengan semangat dan terkesan tergesa-gesa, "Nak, mewarnanya pelan-pelan saja biar bagus, nanti jadi jembret-jembret"

"Jundi pengen cepet selesai bunda, Jundi pengen menang"

"Oh ya? Jundi ingin dapat hadiah?"

"Iya, Jundi pengen menang terus dapat hadiah"

Hiks, jujur nak Bunda gak ada harapan dengan hasil pewarnaanmu jika melihat milik teman-temanmu, tapi Bunda salut dengan semangatmu, dan bagi Bunda milik Jundi bagus sekali hasilnya, karena semua Jundi sendiri yang mengerjakan. Bahkan ketika saya coba bantu mewarna bagian kecil yang sedikit saja, saya dilarang Jundi 😅. "Bunda gak boleh, Bunda cuma bantu ambilkan warna".

Lalu tibalah saat pengumuman pemenang, "Dan, saya pilih milik mas Jundi jadi juara 1 kelas Hamzah" 😱 saya langsung shock tidak menyangka. Lalu gurunya menjelaskan, "Milik mas Jundi memang tidak lebih baik hasilnya dari yang lain, namun terlihat dari goresannya mas Jundi mengerjakan sendiri semua" saya lupa detail kalimatnya, tapi kurang lebih seperti itu.

Barakallah anak sholih, bangunlah terus percaya dirimu nak, kamu pasti bisa.

#harike12
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 12 November 2017

Komunikasi Produktif #11 (Menyapih si kembar)

Akhirnya saya kalah. Akhirnya saya kalah dari harapan bisa menyapih si kembar dengan cinta. Tantangan menyapih 2 anak sekaligus bagi saya cukup berat. Ketika satu bayi bisa menerima sounding dan bisa dialihkan maka belum tentu itu juga berlaku untuk bayi kedua. Maka ketika bayi pertama akhirnya melihat bayi kedua menyusu, runtuhlah pertahanan bayi pertama, ikut menyusu.

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. ... Apa-bila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Al-Baqarah 233

Akhirnya cara inilah yang kami tempuh, si kembar sudah 2 hari ini menginap di rumah eyangnya, terhitung sejak jumat malam. Sabtu siang saya tetap mengunjungi mereka, dan saya pikir cara komunikasi saya saat ini jauh lebih baik daripada ketika penyapihan mas Jundi dahulu.

Dahulu, mas Jundi juga saya sapih dengan cara serupa, tapi ketika kunjungan hari pertama saya, saya yang masih kurang ilmu menolak permintaannya untuk menyusu, alhasil saya bagaikan dimusuhi olehnya, dia tidak mau dekat dengan saya. Yah meski akhirnya menyusu juga hingga ASI saya benar-benar kering (setelah bengkak parah), lalu dia marah karena tidak ada air susu keluar.

Kesiapan mental pun saya rasa saat penyapihan si kembar ini jauh lebih matang, jauh-jauh hari saya sudah memberi sounding mereka akan penyapihan ini, dan saya sendiri sudah berencana tetap menyusui di hari pertama setelah menginap. Alhasil mental saya pun lebih kuat saat ini, tidak ada melo-melo seperti saat Jundi dulu yang kurang persiapan.

Saya datang, mereka tidur, lama saya menunggu hingga akhirnya Fasya duluan yang terbangun. Fasya langsung meminta gendong saya, memang menurut eyangnya Fasya ini yang sedikit rewel daripada Fara saat malam pertama menginap. Setiap sounding saya lakukan pun Fasya selalu mewek seperti tidak rela, berbeda dengan Fara yang dengan tegas mengangguk.

Fasya merajuk membuka-buka kerudung yang menutup dada sambil meracau tak jelas, saya berikan pengertian, "Mbak Fasya kangen bunda ya, sini bunda peluk, bunda juga kangen sama mbak Fasya, bunda sayang sama Fasya" saya cium dia di beberapa bagian wajah, hingga beberapa waktu tak mau lepas dari saya, dan akhirnya saya berikan apa yang dari tadi ia inginkan, menyusu. Namun ternyata tak sampai semenit dia lepas, dan dia pun ceria, selesai, lanjut bermain.

Berbeda dengan Fara, dia sama sekali tak merajuk untuk menyusu, tapi dia ingin saya peluk, saya gendong, dan tak mau jauh dari saya. Ingin rasanya saya menawarkan menyusu, tapi saya ingat kaidah menyapih, tidak menawari dan tidak pula menolak. Sempat dia memegang, lalu urung, "Fara kangen ya, sini bunda peluk, bunda sayang sama Fara" saya ciumi dia, ah saya pun rindu.

Hingga saya menulis ini, mereka tidak lagi meminta menyusu padahal saya ada di dekat mereka. Saya pikir anak bayi hanya takut kehilangan pelukan ibunya ketika harus disapih.

Alhamdulillah dengan komunikasi produktif dan positif dengan anak proses ini saya rasa menjadi lebih menyenangkan, saya terima perasaan anak, dan saya berusaha untuk tetap berkomunikasi non verbal.

#harike11
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 10 November 2017

Komunikasi Produktif #9

Hari Rabu lalu dapat cemilan dari Bu Fasil yang renyah sekali. Sebuah artikel yang semakin mendukung kaidah komunikasi produktif kepada anak. Salah satu hal yang ingin saya bahas adalah point 'fokus orang tua hanya pada anak'.

Saya jadi teringat materi pertama di kelas matrikulasi dahulu, saat ini banyak orang terkena sindrom FOMO (Fear of Missing Out) ketakutan saat ketinggalan sebuah berita saja, sehingga selalu haus untuk scroll dan scroll linimasa medsosnya. Atau bahkan justru NOMOFOBIA yang sindromnya justru lebih berbahaya, karena gejalanya takut berlebihan saat sebentar saja tidak memegang smartphone nya. Horor ya, tapi kenyataannya saat ini banyak sekali yang mengidap penyakit ini, bahkan saat mendampingi atau berkomunikasi dengan anak.

Kegiatan nyambi megang HP ini bagi saya sendiri adalah kegiatan yang terkadang juga saya lakukan saat mendampingi buah hati. Saat ada hal-hal urgen yang tidak bisa ditunda atau saat anak-anak dalam kondisi sibuk dengan mainannya dan sedang tidak ingin 'dibantu'. Biasanya saya juga ijin terlebih dahulu, 'Sebentar ya nak, bunda jawab pesan ya' atau 'Sebentar ya nak, bunda sambil baca dulu'. Namun dalam kondisi anak minta perhatian menaruh HP bagi saya adalah wajib, apalagi saat membacakan buku atau bermain yang membutuhkan saya di dalamnya.

Dulu, saat saya masih minim ilmu, saya belum bisa mengatur 'gagdet time' dengan baik, alhasil kadang sibuk dengan HP saat mendampingi anak. Efek sampingnya, tak jarang nalar menjadi pendek dan emosi tinggi, anak yang kena imbasnya. Namun alhamdulillah sekarang saya sadar, ketika saya ketinggalan berita atau istilah kerennya 'kudate', hal tersebut tidak akan merubah drastis kehidupan saya. Cukup memilih mana yang prioritas untuk dibaca dan mana yang bukan, karena fokus pada pekerjaan lain yang lebih produktif bagi saya lebih penting daripada sekedar update berita.

Alhamdulillah saat mendampingi anak tidak memegang HP membuat komunikasi kami lebih produktif dan bonding kami lebih kuat.

#harike9
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 09 November 2017

Komunikasi Produktif #8

Dalam berkomunikasi bahasa tubuh memegang peranan 53% untuk tersampaikannya pesan yang dibawa agar tidak sampai terjadi kesalahpahaman. Dalam mengajarkan bahasa tubuh ke anak-anak ternyata saya cukup terbantu dengan buku dari Rabbithole yang berjudul Hmmm... . Di dalam buku tersebut ada banyak jenis emosi yang tergambar pula melalui kejadian dan ekspresi muka atau bahasa tubuh si aku. Mulai dari ekspresi terkejut, jijik, takut, marah, sedih, hingga senang.

Ketiga anak saya beberapa hari terakhir minta ulang kali saya bacakan buku tersebut, tiap kali ada contoh ekspresi saya juga menirukan ekspresi tersebut dengan total sehingga anak-anak paham perbedaan masing-masing bentuk bahasa tubuh. Setelah saya contohkan, biasanya anak-anak juga saya suruh menirukan ekspresi tersebut. Lucu sekali ekspresi mereka saat menirukan, apalagi ekspresi si kembar yang baru 2 tahun.

Mengajarkan bahasa tubuh seperti ini menurut saya bisa melatih anak agar lebih bisa membedakan bahasa tubuh orang lain. Pun bisa menjadi lebih peka terhadap bahasa tubuh orang lain.

#harike8
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 08 November 2017

Komunikasi Produktif #7

Saya dan suami bisa dibilang sama-sama suka baca buku. Dulu saat awal menikah ternyata banyak koleksi bukunya dan bukuku sama, sehingga kami memilih menyumbangkan koleksi yang sama tersebut ke perpustakaan milik teman. Membaca bagi saya adalah hal yang menyenangkan, saya bisa tahu banyak sekali hal baru dari membaca. Maka untuk anak-anak, kamipun ingin membiasakan mereka membaca sejak dini.

Saat Jundi masih bayi, pertama kali saya belikan buku adalah buku teether, sayang akhirnya harus terjatuh dan hilang saat kami mengajaknya jalan-jalan ke toko kain, karena dia suka dengan buku tersebut jadi dibawa kemana-mana. Berikutnya saya mulai membelikan buku bantal, dan alhamdulillah responnya juga cukup baik. Hingga saat ini usia Jundi sudah 5tahun alhamdulillah koleksi bukunya sudah semakin banyak walau ada beberapa yang hilang atau sobek sehingga sudah tidak bisa dibaca.

Beberapa waktu lalu suami saya tiba-tiba berpesan, "Sepertinya anak-anak dibelikan buku semacam ensiklopedia aja". Saya yang lihat ada promo sebuah ensiklopedia tidak berdiskusi dengannya dulu langsung main pesan, akibat terkena bujuk rayu covert selling bu penjual juga, katanya laku ratusan pcs hanya dalam hitungan 1 pekan, wow!

Begitu buku datang si anak langsung antusias, dan saya belum baca semua halamannya, tapi si bapak udah baca duluan, dan tibalah percakapan itu, "Ini buku terbitan apa?" tanya bapak.

"Hm? Gak tau, belum lihat" jawab saya polos, ah betapa teledornya saya kali ini.

"Lihat isinya ada A, B, C, D"

"Oya?" saya mendelikkan mata, shock karena sudah melakukan kesalahan. Saya coba membuka halaman-halaman yang dimaksud, ya benar, beberapa ada yang kurang sesuai dengan nilai di keluarga kami. Ah cerobohnya aku!

Akupun langsung terpikir untuk menjualnya, apalagi kondisi masih baru kemarin dibuka, namun saat aku ijin kepada Jundi ternyata dia tidak mengijinkan 😢. Bismillah buku ini masih aman jika dengan pendampingan.

"Gapapa yah insyaallah masih aman yang penting kita harus bisa menjelaskan ke anak-anak"

"Iya, anak-anak harus didampingi, lain kali Bunda harus lebih teliti lagi ya kalau membelikan buku anak-anak, lihat penerbitnya, "

"Iya yah, Bunda minta maaf ya, lain kali Bunda akan lebih hati-hati"

Alhamdulillah clear. Kaidah yang saya tekankan di cerita di atas adalah kaidah komunikasi produktif dengan pasangan : clear and clarify dan I'm responsible for my communication results. Dan tentunya harus tetap choose the right time dan keep eye contacts.

Karena anak-anak itu adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya ayah saja atau ibu saja. Semua yang kita lakukan hari ini akan dipertanggung jawabkan kelak, sudahkah memenuhi hak anak? Jangan sampai hanya karena ego pribadi anak jadi terabaikan dan kurang terpenuhi haknya.


#harike7
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 07 November 2017

Komunikasi Produktif #6

Senin dini hari,

Mas Jundi tiba-tiba menangis mengeluhkan kaki dan tangannya gatal, sakit katanya. Berjeritan dia mengeluhkan keadaan dirinya. Entah digigit nyamuk entah semut entah apa, tapi memang di dada, kaki, tangannya terlihat merah-merah dan terdapat luka bekas gigitan.

Kami sekeluarga memang sedang menginap di rumah mertua, alias rumah orang tua suami. Rumah ibu mertua ada di Kabupaten Pasuruan, di sebuah daerah dengan cuaca yang cenderung jauh lebih panas dibanding Malang dan tentunya dengan pelengkap 'nyamuk' yang lebih wah banyaknya. Waktu saya tanyakan kepada suami mengapa daerah panas itu cenderung lebih banyak nyamuknya? Jawab suami karena nyamuk gak suka dingin 😅. Tapi memang kolerasi tersebut ada benarnya sih, jika saya menginap di Pasuruan saat cuaca lebih dingin dari biasanya maka nyamukpun tidak seheboh biasanya. Yang lebih tau tolong dikoreksi ya 😁.

Balik ke cerita mas Jundi, dia tak henti-hentinya menangis menjerit-jerit. Saya dan suami rasanya juga sangat mengantuk karena baru saja satu jaman sebelumnya si kembar baru bisa tertidur, karena udara sangat panas dibanding Malang, jadi si kembar susah mengawali tidurnya. Dalam kondisi yang kurang terkendali suami mulai emosi, begitu juga saya, nalar yang pendek menyulut emosi yang tinggi 😭. Awalnya kami berusaha menuruti, dioleskan minyak tawon ke seluruh bagian yang dia keluhkan sambil terus digosok untuk mengurangi gatalnya, tapi ternyata belum bisa mengurangi tangisan Jundi yang memecah keheningan malam.

"Diam mas Jundi diam, ini sudah tengah malam, banyak anak kecil disini, nanti mengganggu yang lain" saya terus berusaha mengaplikasikan komunikasi produktif, mengatakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan. Jadi disini saya mengganti kata 'jangan nangis' menjadi 'diam'.

Tapi sayang mas Jundi tetap menangis menjerit hingga kami pun hilang kendali untuk tetap menjaga intonasi suara dan tetap ramah. Hingga akhirnya saya berinisiatif memandikan mas Jundi tengah malam. Sedari Jundi masih berumur sekitar 2tahun ketika dia menangis tak terkendali maka solusi terakhir adalah memandikannya atau menuntunnya berwudhu. Saya berpegang pada hadits tentang anjuran berwudhu ketika marah.

Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.(HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Setelah mandi, dia langsung diam? Tidak! Saya pakaikan dia baju lalu dioleskan lagi minyak-minyak pereda gatal. Saya berusaha waras, "Diam ya mas Jundi, diam nak," lalu kami berikan dia minum. Beberapa saat kemudian alhamdulillah mulai tenang dan dia tertidur, barangkali kecapekan juga setelah menangis menjerit selama kurang lebih 1 jam. Ah!

#harike6
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 06 November 2017

Komunikasi Produktif #5

Kemarin saya sukses mewek terharu dan beberapa kali meneteskan air mata yang saya tahan-tahan karena saya lihat kiri kanan depan belakang gak ada ibu-ibu yang cengeng seperti saya. Entahlah, saat acara haflah level 2 Raudhatul Qur'an Jundi kemarin beberapa kali ada getar yang tertahan di dalam hati lalu membuat mata saya sukses mengembun. Ada rasa haru yang entah, luluh melihat para pejuang cilik al-qur'an yang termasuk di dalamnya anak saya sendiri.

Alhamdulillah Allah mudahkan mas Jundi menyelesaikan hafalan juz 29 nya meski beberapa surat nilainya jayyid dan jayyid jiddan, mumtaz hanya 3 dari 10 surat di juz 29. Hal ini tentu sangat jauh dengan pencapaiannya saat menghafal juz 30 yang kesemua surat mendapat nilai mumtaz. Bagi saya itu sama sekali tak masalah, karena dalam kondisi sekarang saja saya merasa bahwa hasilnya sangat jauh lebih baik dari usaha yang sudah saya lakukan. Saya merasa sendiri bahwa di level 2 ini saya sering kendor dan luluh dengan rengekan Jundi yang sangat sering meminta ijin tidak berangkat hanya karena malas atau kecapekan. Saya pun kurang konsisten dalam memurajaah serta mentasmi hafalannya di rumah. Tapi ternyata Allah tetap membuat anak saya bisa lulus dari level ini 😭.

Beberapa hari sebelum haflah saya meragukan, apakah Jundi juga lulus sehingga ikut haflah?  Sedang level 2 ini semua santri harus sudah lancar ummi 4, sedang Jundi masih jauh. Namun ternyata menurut ustadzahnya Jundi lulus dan bisa mengejar bacaannya di level 3, surat al-baqarah (tantangan semakin berat karena emaknya belum hafal).

Sebelum berangkat haflah, saya sampaikan kepada sosok berpakaian putih-putih itu, "Alhamdulillah bunda bangga nak, Jundi anak hebat, jundi anak shalih, alhamdulillah Jundi bisa menyelesaikan hafalan juz 29" lalu saya kecup pipinya yang semakin hari semakin gelap karena sering bermain di bawah terik siang. Saya lakukan pujian sesuai kaidah komunikasi produktif kepada anak-anak yang salah satunya adalah jelas dalam melakukan pujian atau kritikan, tak sekedar bilang hebat atau pintar, tapi kita harus menunjukkan hebat karena apa yang sudah dia lakukan.

#harike5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 05 November 2017

Komunikasi Produktif #4

Jadi ternyata menurut Albert Mehrabian suara yang keluar saat kita berkomunikasi itu cuma berpengaruh 7% terhadap lawan bicara, sedang sisanya 38% adalah intonasi dan 55% bahasa tubuh. Dan kalau saya amati memang begitu adanya, terkadang chatting ponsel yang hanya text bisa multitafsir karena kita gak tau benar bagaimana intonasi dan mimik wajah si pembawa pesan (ya walau banyaknya emoticon cukup memudahkan untuk membayangkan ekspresi si pembawa pesan), maka untuk hal-hal sensitif memang sebaiknya dibicarakan dengan tatap muka, offline.

Begitu pula dengan komunikasi dengan anak-anak, salah satu kaidah komunikasi produktif dengan anak-anak adalah dengan mengendalikan intonasi bicara. Dan ternyata permainan intonasi serta bahasa tubuh ini saya praktekkan dalam membacakan buku ke putri kembar saya membuat beberapa hari terakhir ini efektif mereka duduk anteng mendengarkan sambil ikut melihat buku yang dibaca. Dan yang amaze beberapa kali mereka bisa anteng hingga selesai beberapa buku, padahal rentang konsentrasi mereka masih sangat rendah di usianya yang masih 2 tahun. Amaze banget kan ya, alhamdulillah.

Tentang intonasi dan bahasa tubuh ini, saya juga ingin bercerita tentang kejadian hari kemarin saat saya dan anak-anak saya ajak antar kain ke penjahit. Dalam kondisi jalanan cukup macet, kursi mobil agak sempit karena ada beberapa gulung kain menumpuk, apalagi udara cukup panas (mas Jundi gak pernah mau kalau AC dinyalakan, katanya bikin dia muntah 😓), sip banget kondisinya bikin krucil 'rame'. Si Jundi yang bosan malah sibuk mencari cara menggoda adiknya (eh dia sampai duduk di bagasi juga lho 😅). Dan lucunya si Fasya yang digodain marah dengan ngomel-ngomel gak jelas apa isi kalimatnya, tapi dengan intonasi marah serta mimik wajah marah siapapun akan tau kalau dia sedang marah, jadi memang terbukti text yang 7% tadi kadang gak terlalu penting jika mimik dan bahasa tubuh lebih berbicara. Tapi memang begitulah kebiasaan Zalfasya belakangan yang kosa katanya sedikit tertinggal dari saudara kembarnya Faradilah.

Lalu pertanyaannya adalah saya, bagaimana saya dalam kondisi seperti itu tadi, anak tengkar gak jelas, jalanan macet ditambah udara yang cukup hot. Kondisi ini tentu membuat orang lebih mudah tersulut emosi, maka yang saya lakukan adalah mengingatkan dengan tegas tapi tetap ramah dan menjaga intonasi. Ah, komunikasi produktif memang harus banyak dilatih!

#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 04 November 2017

Komunikasi Produktif #3

Mas Jundi lagi-lagi kemarin hectic dulu sebelum berangkat sekolah, pasalnya dia kurang berhati-hati saat berkumur seusai sikat gigi hingga berdarah banyak sekali. Jadi dia suka berkumur dengan cara mulut langsung mengambil air dari kran, naasnya kemarin kran sampai melukai gusi bagian atasnya, sehingga timbul luka yang saya lihat cukup dalam.

Dalam kondisi masih memakai handuk belum berganti baju dia teriak-teriak menangis kesakitan, dan darah terlihat mengucur deras dari gusinya. Saya berusaha untuk tetap tenang tidak panik, berpikir waras, karena nalar yang panjang maka akan sedikit emosi, sedang nalar pendek akan menghasilkan banyak emosi.

"Iya sebentar, sabar ya, coba bunda bersihkan dan bunda kasih minyak zaitun. Lain kali hati-hati ya, kumur pakai gayung saja" saya berusaha fokus pada solusi, bukan pada masalah, sesuai kaidah komunikasi produktif dengan anak-anak.

Mas Jundi pun tetap menangis dan mencoba membela diri, "Tadi kan air di gayung kotor ada sabunnya, jadi Jundi langsung ke kran,"

"Iya, lain kali kan bisa minta bunda ganti airnya, mas Jundi biasanya kan memang suka kumur langsung dari kran, " sambil terus berusaha menjaga intonasi saya jelaskan, dan darah alhamdulillah sudah bersih tinggal beberapa kali lagi diberi minyak zaitun pada luka.

Lalu tangispun reda, baju seragam telah terpakai dan mas Jundi siap berangkat sekolah. Love you my son, ajari bunda untuk selalu berlatih agar komunikasi di antara kita semakin produktif.

#hari3
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 03 November 2017

Komunikasi produktif #2

Kemarin, seperti biasa, pulang sekolah mas Jundi sampai rumah maunya main dulu. Belum ganti baju, pipis dan cuci kaki dia selalu sudah sibuk dengan 'sesuatu'. Beberapa kali saya ingatkan, "Ayo mas Jundi pipis dulu, ganti baju, baru boleh main, trus maem, tidur, nanti ngaji". Namun dia masih saja sibuk dengan 'mainan' dia seolah tidak mendengar apa yang saya katakan.

Dan saya pun baru teringat materi tentang komunikasi produktif yang baru saya dapatkan di kelas Bunda Sayang, (masih belum merasuk nih jadi masih suka lupa, memang harus terus 3L, latih latih latih) yaitu cara berkomunikasi dengan anak-anak. Salah satunya adalah dengan KISS (keep information short & simple). Ah ya, saya harus mengubah kalimat yang bertubi-tubi menjadi kalimat sederhana pada tindakan yang harus dia lakukan pertama kali.
"Mas Jundi, ayo ganti baju dulu" dengan intonasi yang diatur dan diusap punggungnya. Dan ya, dia manut, baru saya lanjut perintah berikutnya. Ah, betapa indahnya jika telah terbiasa berkomunikasi produktif. Harus banyak Latih, Latih, Latih.

#hari2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 02 Oktober 2017

Melatih Kemandirian

Lagi-lagi tentang mandiri, masih nyambung dengan curcolan saya sebelumnya http://bundajundi.blogspot.co.id/2017/10/melatih-kemandirian-atau-mempermudah.html?m=1 . Setiap hari selalu ada saja yang 'wah' tentang kemandirian anak. Mulai dari makanan berantakan, lemari pakaian berantakan, hingga masalah buku atau mainan yang berserakan.

Beberapa hari yang lalu saya lagi-lagi diuji, beberapa kali anak pertama saya memang sudah bisa mandi sendiri tanpa pengawasan, saya sudah percaya dia bisa bersih dalam urusan mandi, walau terkadang masih saja minta dimandikan di waktu-waktu tertentu.

Waktu itu dia mandi sore sebelum berangkat ngaji, tidak seperti biasanya yang mandi cepet, kala itu untuk ukuran dia mandinya cukup lama. Tapi saya tidak menaruh curiga, ya barangkali dia mainan air dulu, saya fokus menemani adik bermain, hingga dia selesai mandi dan berbaju saya pun belum curiga apapun.

Lalu dia berangkat diantar ayahnya dan saya masuklah ke kamar mandi, menata tempat sabun yang masih di bawah karena mas Jundi belum sampai jika menaruh sendiri di rak. Dan baru saat itu saya mulai merasa zonk, botol sabun benar-benar ringan seperti tanpa isi, padahal baru 2 hari yang lalu saya isi ulang full 300mL. Lalu saya rasakan lantai kamar mandi menjadi sangat licin 😑. Speechless, rasanya nano-nano dalam hati, ingin marah, tapi yang dimarahi sudah tidak di tempat. Akhirnya memilih tertawa, ah betapa cerdiknya anakku. Berusaha menjaga kewarasan 😅, walau jujur itu tidak mudah.

Saya lalu curcol di grup hahahihi yang sudah seperti keluarga, dan langsung ditimpali oleh salah seorang ibu dengan 5 anak, 'anakku podo ae, yo ngono iku' kurang lebih begitu. Yah, it's normal beib, keep calm 😓.

Esok harinya saya baru konfirmasi tanpa emosi ke anak saya kenapa sabun sampai benar-benar habis. Katanya, 'jundi lo cuma ambil 3kali, kok bisa habis sih bunda?' halah yo emboh wes nak.

Belajar, belajar, belajar. Terutama kalau saya belajar manajemen emosi, do, do,do,do rendah.

Kalau ibu-ibu pernah mengalami juga?

Bunda Jundi
12 muharram 1439 h
2 oktober 2017
04.45

Berhati-hati dalam memilih kata

Seringkali, berbicara dengan anak kecil itu harus tepat dalam pemilihan kata, jika salah sedikit saja maka bisa membentuk persepsi yang salah di benak mereka.

Saya teringat salah satu materi yang saya dapat dari Sekolah Ibu sekitar 2,5tahun yang lalu, lupa siapa saat itu pematerinya, yang saya ingat beliau bercerita tentang kesalahan pemilihan kata yang diajarkan orang tua kepada anak. Kurang lebih cerita yang saya ingat seperti ini, ada seorang ibu memberitahu anaknya tentang batasan hubungan laki-laki dan perempuan, antara laki-laki dan perempuan itu tidak boleh saling menyentuh dsb. Lalu ternyata dari kalimat si ibu ini membawa 'petaka', si anak nangis uring-uringan melihat ayahnya bersentuhan dengan ibunya. Si ibu lupa menjelaskan pengecualian-pengecualian, kecuali pada mahram. Kalimat yang kurang tepat dan lengkap bisa membentuk persepsi yang salah kaprah di otak anak. Akhirnya si ibu harus berusaha keras menjelaskan lagi kepada anaknya yang membutuhkan proses yang tak mudah.

Ada lagi cerita tentang penggunaan kata pengganti yang kurang umum di masyarakat. Ada seorang ibu yang membiasakan menyebut kata 'pipis' dengan 'nyanyi'. Lalu ketika suatu hari si anak diajak neneknya (yang belum ditahu tentang arti 'nyanyi' tadi), terjadilah kerancuan. Si anak teriak-teriak, 'aku mau nyanyi' si nenek jawab 'ya udah nyanyi aja' si anak ngrengek lagi 'aku mau nyanyi' dan si nenek jawab lagi 'ya udah nyanyi aja disitu',  maka terjadilah peristiwa 'ngompol' di sembarang tempat. Yuk ah, ajari kata yang tepat untuk anak, paling risih kalau ada yang ngajari anak menyebut alat kelamin laki-laki dengan sebutan 'burung', coba bayangkan apa yang ada di persepsi otak anak.

Dan kemarin lagi-lagi saya dapat 'ujian' pertanyaan yang 'wow' dari mas Jundi, entah tiba-tiba dapat darimana, 'bunda, kalau cium mulut sama mulut itu gak boleh?' bundanya langsung muter otak sejenak bingung jawab apa 'hm, iya gak boleh' dan masih mikir lagi jawaban yang tepat. 'meskipun sudah besar tetap gak boleh bunda?' huik bunda masih mikir, lalu muncullah jawaban ini 'iya nak, meskipun sudah besar tetap gak boleh, kecuali kalau sudah menikah baru boleh'. 'bunda sudah menikah?' 'sudah, kan bunda menikah sama ayah nak' 'bunda menikah sama ayah?' 'iya, kan ayah suaminya bunda'. 😭 agak deg-deg an jawabnya, bismillah semoga jawaban bunda dapat diterima dengan tepat oleh otakmu yang sedang berkembang anak.

Kita sama-sama belajar ya, bunda belajar jadi orang tuamu, dan kamu belajar menjadi pribadi shalih. Dan jadikanlah Allah sebagai sebab segala tindakanmu ya nak, lillah lillah lillah. Uhibuka fillah ya bini.

00.36
25 september 2017
5 muharram 1439 h
Bunda Jundi

Melatih kemandirian atau mempermudah pekerjaan?


Pagi tadi lagi-lagi saya zonk ketika akan memasukkan baju bersih ke lemari Jundi, ternyata tatanannya sudah tidak lagi rapi, super berantakan. Uyeah, saya bisa membayangkan bagaimana cara dia mengambil celananya di tumpukan bawah hingga berakhir seperti tadi.

Seringkali saya memang membiarkan atau lebih tepatnya memaksa dia agar mandiri terhadap kebutuhan dirinya sendiri, dan menuju itu semua butuh proses kesabaran dan double pekerjaan. Seperti tadi pagi saya membiarkan dia mandi sendiri lalu mengambil baju sendiri hingga memakainya.

Sama halnya seperti yang terjadi pada adiknya yang lebih sering suka makan sendiri tanpa mau disuapi. Kalian pasti taulah bagaimana nasi tercecer dimana-mana ketika anak baru belajar makan, apalagi anak-anak saya di usia kurang dari 1 tahun semua sudah ingin memegang sendiri kendali sendok makannya. Yah, itu sangat tidak mudah, setidaknya bagi saya. Selalu ada rasa ingin merebut sendok itu lalu menyuapinya hap hap hap dan usai dalam 5menit. Tapi saya sadar itu hanyalah hayalan. Makan disuapin pun ada masa-masa GTMnya, terutama untuk anak saya yang kembar pernah GTM parah hingga sesuap saja tidak bisa masuk.

Sering, sering sekali saya tak sabar ketika mereka sendiri ingin mandiri, seperti si adik yang di usianya hendak 2 tahun beberapa kali kekeh ingin memakai bajunya sendiri tanpa dibantu. Kalian tau kan itu akan membuang banyak waktu saya untuk sekedar menunggunya menyelesaikan pekerjaan, fiuh. Apalagi di akhir ada yang salah memasukkan, jadi double pekerjaan deh, haha.

Iya, setiap kemandirian anak tentu butuh proses yang gak mudah, proses yang sering bikin ibu tak sabar, bahkan memperberat pekerjaan ibunya, ya kecuali ada pembantunya sih ya 😁.

Makan disuapi memang lebih cepat dan membuat nasi tak banyak berjatuhan, tapi apakah itu melatih mandiri anak? Bahkan banyak hingga usia SD anak masih disuapi, karena apa?

Begitu banyak PR saya dalam hal mendidik anak, harus banyak stok sabar dan banyak berlatih nada do rendah. Do do do do do 😂. Istighfar istighfar istighfar 😭.

Celoteh sore, sejenak me time selepas hari ini membungkus 4 kado sekaligus, yang 1 tidak terfoto karena sudah diberikan 😁.

Bunda Jundi
24 september 2017
4 muharram 1439 h

Rabu, 05 Juli 2017

Menyusu menurut Fara

Beberapa hari yang lalu saat masih bulan Ramadhan ada kejadian yang membuat kami sontak ngakak berjamaah.

Ceritanya si kakak Fara sudah bisa mengucap beberapa kosa kata lebih banyak dari si adik Fasya. Dan seperti bayi pada umumnya, momen akan memulai menyusu adalah momen yang wow menurut mereka. Dari 3 anak saya hampir semua ekspresinya sama ketika ingin sekali menyusu lalu akan disusui. Ada tawa-tawa kecil bahagia campur nada dan gerak tak sabar dari ekspresi mereka. Ah, kau yang busui pasti tau bagaimanakah ekspresi yang kumaksud.

Yang membuat kami ngakak bareng adalah si Fara dengan ekspresi itu tiba-tiba sambil ngomong keras 'ENAK' 😂😂😂. Sontak saya, ayah, dan kakak Jundi ngakak dengar celoteh dia yang jujur dan lucu 😅.

Jadi kesimpulannya menurut baby Fara menyusu itu adalah hal yang 'enak' saudara-saudara. Luv you baby. Tinggal sekitar 4 bulan saja kebersamaan ini, kini kalian telah berusia 20 bulan. Tak mengapa ketika ingin lebih dari 2 tahun, tapi bunda ingin menyapih kalian di 2 tahun untuk melatih kemandirian kalian sendiri. Sungguh, ketidakrelaan menyapih justru akan terjadi pada bunda, bukan padamu. Bunda teringat saat akan menyapih mas jundi dulu, ah sungguh tak enak rasanya membayangkan itulah kali terakhir mas jundi menyusu.

Karena menyusu tak sekedar mentransfer air susu dari ibu ke anak, tp lebih jauh dari sekedar itu. Menyusu itu bonding yang luar biasa, mentransfer kecerdasan ibu, mentransfer kasih sayang, dan banyak hal. So bu, jangan sia-siakan masa 2 tahun untuk mentransfer akhlak baikmu pada anak. Sungguh, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Ibu yang cerdas akan menghasilkan anak yang cerdas pula.

Semangat terus belajar, karena belajar tak pernah ada kata 'cukup'. Bismillah terus mengupgrade diri.

Ya Allah jadikanlah ikhtiar kami menyusui sendiri bayi-bayi kami menjadikan mereka anak-anak sholih sholihah yang menjadikan Allah tujuan hidupnya. Semoga kami bisa mendidik anak sesuai fitrahnya.

Ditulis 27 Juni 2017
Bunda Jundi

Kamis, 15 Juni 2017

NHW5

Bismillah kali ini mau mengerjakan NHW5 Kelas Matrikulasi IIP batch 4

BELAJAR BAGAIMANA CARANYA BELAJAR

Di usia menjelang 27tahun ini, saya sudah diamanahi 3 orang anak, dan saya bertekad ingin memperbaiki diri agar bisa menjadi ibu profesional di mata mereka, ibu yang sukses di dalam namun tetap berkontribusi di luar. Untuk menjadi seorang ibu profesional saya harus melewati beberapa tahapan ilmu dan menyesuaikan dengan jurusan yang ingin saya dalami : ilmu bisnis dan ilmu menyusui.

Adapun design pembelajaran ala saya adalah sebagai berikut :
1.Membaca
Membaca buku adalah cara belajar yang menurut saya paling mudah karena bisa dilakukan secara mandiri dan kapanpun dimanapun bisa. Buku yang akan banyak saya baca adalah tentang parenting, agama, bisnis, dan menyusui.
Selain buku fisik, saya juga bisa membaca dari referensi-referensi online dari web yang kredibel.

2.Mengamati
Melihat dan mendengar pengalaman orang lain. Bisa dari tetangga, teman, saudara, atau dari grup-grup diskusi whatsapp terutama dengan sesama ibu.

3.Mengikuti kelas pembelajaran
Mengikuti kelas pembelajaran baik online maupun offline berkaitan dengan keilmuan yang ingin saya dalami.

4.Diskusi
Bertanya pada yang lebih menguasai keilmuan yang ingin saya pelajari serta mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang sering muncul. Selain itu diskusi juga bisa dengan sesama teman, tetangga, saudara karena ilmu bisa didapat darimana saja tinggal bagaimana diri kita sendiri bisa memilah mana yang akan kita ambil atau kita tinggalkan.

5.Aplikasi
Mengerjakan ilmu yang sudah kita dapat membuat ilmu itu sendiri lebih menancap di pikiran dan ketika sudah menjadi habbit maka akan masuk ke bawah alam sadar.

6.Mengajarkan
Setelah paham dan bisa mengaplikasi maka saya harus bisa mengajarkan ilmu yang saya kuasai ke orang lain agar bisa menjadi ilmu yang bermanfaat dan semoga bisa menjadi pemberat amal kebaikan di akhirat. Membagi ilmu pun tak harus di kelas seperti layaknya dosen mengajar, tapi bisa melalui tulisan, diskusi, ataupun tauladan.

Bismillah semoga apa yang saya tulis bisa saya aplikasikan dalam menuntut ilmu di universitas kehidupan ini 😊.

Salam ibu profesional,
Bunda Jundi
Agie Botianovi
20 Ramadhan 1438
15 Juni 2017

Rabu, 17 Mei 2017

Melatih keberanian


.
Entah, sebenarnya definisi pemberani itu seperti apa ya. Kalau menurut kbbi sih berani itu mempunyai hati yg mantap dan rasa percaya diri yg besar dl menghadapi bahaya, kesulitan, dsb; tidak takut (gentar, kecut).
.
Intinya tulisan ini sih bakal cerita perjalanan keberanian Jundi. Dari dulu awal masuk sekolah hingga kini hampir 2 tahun berjalan.
.
Sebenarnya sih berani tampil di atas panggung juga bukan satu-satunya parameter keberanian seorang anak, tapi buat Jundi progresnya terlihat sekali.
.
Masih jelas teringat di benak saya pertama kali Jundi ada pentas di sekolahnya, waktu itu nari pinguin. Kala itu saya memang tidak bisa penuh mengikuti acara karena kala itu si kembar masih bayi banget, dan si Fasya menolak minum ASIP, jadilah saya dijemput untuk menyusui kemudian kembali lagi.
.
Dan pas sekali beberapa waktu setelah saya kembali ternyata time Jundi tampil. Entah dia mencari saya atau bagaimana, yang jelas di panggung dia diam berdiri tegak tanpa gerak sedikit pun. Sebelumnya dia memang sudah tahu saya harus pulang sebentar menyusui adiknya, tapi sepertinya dia memang belum tahu saya sudah hadir kembali di sana.
.
Itu setahunan yang lalu, dan setelah waktu berlalu tadi pagi adalah saat dia pentas untuk kesekian kalinya. Tadi dia menari gummy bear, dan yah alhamdulillah he made it. Berdiri di depan sendiri dia pede menirukan ustadzahnya yang jadi semacam instruktur di depannya. Tak ada lagi malu bergerak di hadapan banyak orang tua.
.
Lalu ternyata tadi ada semacam isian acara dadakan karena ada sedikit teknis telat untuk yang harusnya tampil. Beberapa anak spontan maju untuk nyanyi, ngaji, dan lainnya. Lalu saya menawari Jundi, 'Jundi mau ngaji an naba?' 'nggak' 'ayo gapapa, jundi kan udah hafal' 'nggak mau'.
.
Lalu ustadzahnya mendengar dan membujuknya, dan tara, he made it again, meski sempet blank di ayat ke 21, tapi alhamdulillah selesai sampai akhir surat 😍.
.
Boys, love you more and more. Maafkan bunda yang kadang masih memarahimu ketika kamu berulah. Nak, engkaulah kelak salah satu pengantar bunda ke surga 😭.
.
Bunda Jundi
22 april 2017