Tampilkan postingan dengan label hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hikmah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Januari 2022

Belajar Nge-Blog Lebih Serius

bundajundi.blogspot.com,- Entah sejak kapan tepatnya aku memiliki blog, dulu dimotivasi suami sejak memiliki anak pertama untuk menuliskan pengalaman di blog. Sudah sekitar sembilan tahun yang lalu. Sayang hingga saat ini aku belum serius menulis di blog. Kadang nulis, lalu hilang. Bahkan akhir 2021 kemarin baru kusadari terakhir aku menulis di blog adalah awal 2020. Jadi sudah hampir dua tahun blog tidak kusentuh.


Tahun ini setelah aku lulus kelas Bunda Salihah di Institut Ibu Profesional aku berniat belajar ngeblog dan konsisten menulis dengan mengikuti Kelas Literasi Ibu Profesional. Namun, ternyata di KLIP berfokus di konsistensi menulisnya, bukan ngeblognya. Alhamdulilah di saat yang sama ada open recruitment blogger FLP, rezeki banget. Murid siap, guru datang.



Saat orientasi saja ilmunya luar biasa, banyak yang saya belum ngerti, selama ini kemana aja. Meski gak paham-paham banget dengan tugasnya, alhamdulillah aku berusaha mengerjakan setiap tugas. Hanya ada miskom di tugas kedua, kupikir deadline Senin jam cinderella, eh ternyata jam sembilan pagi. Dengan pedenya aku mengumpulkan jam dua siang, gform telah ditutup, rasanya pengen nangis padahal udah selesai mengerjakan hanya belum sempat buka laptop untuk screenshot karena hpku sedang eror tidak bisa screenshot.


Semoga saja meski terlewat masih bisa lolos mengikuti grup blogger FLP untuk mendapatkan ilmu-ilmu daging selanjutnya. 


Materi pertama aku jadi mengerti cara mengubah favicon dan SEO dasar pengaturan url. Sedang materi kedua aku jadi paham pengaturan tema dan menu navigasi, karena sebelumnya dibetulin suami, wkwkwk. Sedang di materi ketiga jadi paham tentang penggunaan huruf header dan deskripsi artikel untuk SEO. Selama ini kemana aja, tinggal praktiknya harus konsisten.


Saat ini pun aku sendiri masih ingin mengatur lagi konsentrasi tulisan yang akan aku post di blog. Selama ini masih campur aduk. Walau kuamati tulisan yang banyak dibaca adalah tentang anak kembar dan resep makanan. Mungkin ke depan aku juga akan memperbanyak review buku dan tips-tips yang bermanfaat untuk orang lain.


Semoga di blogger FLP aku jadi lebih termotivasi dalam menulis di blog.

Kamis, 06 Januari 2022

Nasihat Pernikahan

 Bismillahirrahmanirrahim.


Untuk kedua adikku, Nia dan Wahyu.



Alhamdulilah, beberapa waktu yang lalu kalian berdua telah sah secara hukum negara sebagai suami istri. Mbakyumu ini turut berbahagia atas pernikahan kalian. Sungguh, tidak ada kebahagiaan yang lebih bermakna selain melihat orang yang kita sayangi bahagia.


Tak banyak yang ingin aku haturkan, pun tidak ada kado bermakna yang sempat kupersiapkan. Maafkan jika itu mengecewakan kalian. 


Sebagai seorang kakak, sudah seyogyanya memberikan nasihat kepada adiknya. Meski pernikahanku sendiri baru menginjak 10 tahun, setidaknya aku telah melalui masa-masa awal pernikahan yang cukup berat.


Masa awal pernikahan itu berat, karena masa itu adalah masa penyesuaian, segala hal yang awalnya 'ditutupi' perlahan akan terbuka kedok asli. Jadi jangan pernah membayangkan pasanganmu sesempurna dia saat awal kalian berkenalan. Pun tahun-tahun berikutnya pasti akan terus ada cobaannya.


Menikah itu adalah saat aku dan kau menjadi kita. Bukan lagi keluargamu, keluargaku, tapi keluarga kita.


Ah, barangkali ucapan ini sering kalian dengar orang ucapkan pada kalian. Semoga sakinah, mawadah, dan rahmah. Namun, izinkan aku menukil sebuah tulisan dari Ust. Cahyadi tentang makna ketiganya.


"Sakinah itu selalu senang saat bersama pasangan. Keluarga sakinah bukan berarti tanpa konflik dan ketegangan, tapi mudah reda, mudah diselesaikan, dan mudah didamaikan.


Mawaddah adalah cinta yang menggebu-gebu. Biasanya muncul pada pengantin baru.


Rahmah adalah cinta yang mendalam dan dewasa. Biasanya ada pada "pengantin lama" atau pasangan yang sudah tua usia.


Ibnu Abbas menggambarkan rahmah sebagai 'cinta kasih suami sehingga ia tidak tega dan tidak rela melihat istrinya berada dalam kesulitan'.


K.H. Syaifuddin pimpinan Ponpes Nurul Wahid Purworejo menjelaskan maksud ungkapan Ibnu Abbas tersebut, "Suami tidak rela membiarkan istrinya kelelahan. Baik lelah lahir maupun lelah batin".


Itulah rahmah."


Semoga dalam keluarga kalian senantiasa diliputi 3 kondisi itu. Sekali lagi, barakallahulakuma, barakallahu 'alaikuma, jama'a baina kuma fii khoir. Semoga senantiasa diberi keberkahan dalam kondisi senang ataupun susah.


Dari Mbakyumu

Agie Botianovi

Very Late Post

Sabtu, 22 September 2018

Ayahku Kutu Buku (?)

Sosok ayah bagiku adalah sosok yang teramat samar. Bagaimana aku bisa mengenal dia, sedang bayang wajahnya saja tak pernah hinggap di mataku, bau tubuhnya pun tak pernah kuingat terindera hidungku. Ah, ayah bagiku adalah bayang abu-abu di kegelapan malam.

Aku mengenal sosoknya hanya dari cerita orang, dari foto-foto yang terekam, serta dari barang peninggalannya. Dia menyukai fotografi, musik, dan buku. Betapa banyak hasil fotonya, kaset musik hingga buku di lemari rumahku dulu. Kabar dari eyangku, pangkal hidungnya sampai bengkok terkena kacamata yang selalu dia kenakan saat membaca buku. Ah ayah, betapa rindu ini samar, seperti hujan yang merindukan awan, sesuatu yang menyebabkannya ada.

Aku akan selalu mengingat masa kecilku, membaca buku-buku tulisan S.H Mintardja yang meski terkadang sulit kumengerti coba kupaham-pahamkan. Cerita-cerita bersambung yang kupikir di jaman ini sudah jarang ada yang membaca. Kisah-kisah kolosal yang sering membuat otak kecilku sejenak merenungkan apakah sebenarnya yang dimaksudkan penulis. Ah ayah tapi aku belum membaca semua bukumu ketika tukang loak akhirnya mengangkatnya dari rumahku.

Tapi aku terkesan ayah, bahkan aku masih ingat kisah tentang Jlitheng yang menemukan mata air di antara 3 pohon yang saling melilit, bukankah itu indah? Ayah apakah kau ingin mengajakku berpetualang melalui buku? Melalui kisah berjilid-jilid tentang Arya Manggada dengan kudanya?



Ayah, benarkah kau kutu buku seperti kata eyang?

Agie Botianovi Sugiharto
22 September 2018

Selasa, 21 Agustus 2018

IMD

IMD. Inisiasi Menyusui Dini. Dari ketiga anak saya, yang benar-benar IMD dan menemukan puting sebagai sumber gizinya sendiri hanyalah Fara, Hafizhah Faradillah Ayat. Dialah anak kedua yang saya lahirkan dari rahim saya.

Fara dan Fasya di usia mereka menjelang 3 tahun


Kali ini saya ingin bercerita tentang amazingnya proses IMD ini berhubungan dengan proses kelahiran kembaran Fara, yaitu Fasya.

Saat itu adalah persalinan kedua yang saya alami dalam hidup, dan yang membuat istimewa persalinan tersebut adalah persalinan kembar. Dalam satu waktu saya harus berusaha melahirkan dua bayi. Selain kesiapan mental, energi juga harus siap karena harus mengeluarkan bayi dua kali.

Sesaat setelah Fara lahir, Fara langsung ditaruh di atas dada saya dengan posisi tengkurap. Dan saya jujur saya merasa 'kagok' memegang bayi mungil cantik itu. Antara kelelahan, gemetar, dan kepikiran dengan satu bayi lagi yang tak kunjung menyusul si kakak keluar dari kenyamanan rahim.

Menanti kontraksi bayi kedua, saya diinfus, disuntik oksitosin di pangkal paha, oksigen di hidung, dan tak ketinggalan kucuran kopi pahit di mulut agar saya tetap sadar. Lama, lama sekali menanti datangnya kontraksi, asisten bidan melakukan RPS dan yah, ternyata si cantik Fara akhirnya turut membantu RPS itu. Tepat beberapa saat setelah Fara sukses menemukan puting dan mengulumnya kontraksi pun saya rasakan. Ah betapa indahnya kerjasama antara seorang kakak membantu adiknya.

Beberapa kali mengejankan bayi dengan posisi sungsang, akhirnya si adik lahir dengan posisi kaki keluar terlebih dahulu, langsung ditaruh pula di dada kiri saya karena Fara telah memilih dada yang kanan. Saya semakin gemetar memegang dua bayi IMD di waktu bersamaan, tak kuat akhirnya Fasya tak sampai menemukan sendiri putingnya, saya kelelahan. Maafkan bunda Fasya, meski IMD tak sempurna alhamdulilah engkau pun bisa sempurna mendapat ASI 2 tahun seperti kakakmu Fara, bukankah itu rezeki yang tak ternilai? Bersyukurlah hanya pada Allah, Maha Pemberi Rezeki.

Bunda Jundi, Fara, Fasya
Malang, 21 Agustus 2018
Jarak kelahiran Fara dan Fasya adalah 50 menit, sebanyak waktu Fara berusaha mencari putingnya.

Rabu, 25 Juli 2018

FASTABIQUL KHOIROT

Berlomba-lomba dalam kebaikan. Hal yang kadang diri saya pribadi sering melupa. Melihat teman berprestasi lempeng, tanpa keinginan untuk berbuat kebaikan yang sama atau minimal mengukir prestasi yang lain. Ah.

Dan diri ini pun harus diingatkan tentang pentingnya berlomba dalam kebaikan oleh anak saya sendiri. Bahkan dirinya yang belum sempurna otaknya memiliki naluri untuk 'mengunggul', berlomba dalam kebaikan.

Adalah Fara, si gadis kecil itu. Di rumah, anak-anak mulai saya ajarkan untuk berbagi, entah itu dalam bentuk kue atau mainan. Meski saya tahu fase mereka masih fase egosentris, namun kebiasaan berbagi ini saya ajarkan karena di rumah ada 3 anak yang tak jarang berebut sesuatu ๐Ÿ˜‘.

Cerita bermula saat baik Fara ataupun Fasya baru saja saya antar beli kue di tetangga sebelah. Mereka ternyata memilih kue yang berbeda. Kue yang Fasya pilih memiliki isi lebih banyak (dengan harga hampir 4 kali lipat dengan yang dipilih Fara, ya biar emaknya kan bisa ikutan makan ๐Ÿ˜‹).



Sampai rumah saya pun meminta kue Fasya dan langsung diberi oleh Fasya. Saya makan dan Fara yang melihat saya makan kue Fasya pun ingin berbuat hal yang sama. Padahal kue dia hanya berisi 2 bungkus dan per bungkus berisi 2 kue. Aslinya ya seneng lah saya dikasih kue coklat enak lagi, tapi saya kasian, karena jika diberi ke saya satu bungkus ya habis sudah kue dia. Sebungkus satunya sudah dia makan 1, jika 1 bungkus lagi dia berikan saya maka kuenya hanya tinggal 1 sedang milik Fasya masih banyak.

Maka saya pun memilih untuk menolak niat baiknya,"Udah gapapa sayang buat Fara aja, nanti habis kalau dikasih ke bunda," Lalu saya tak menyangka responnya yang ternyata ngambek dengan penolakan saya, dilancipkan bibirnya ke depan seperti mau menangis. Refleks saya berusaha memeluk mengambil hatinya lagi, "Kenapa kok mau nangis?"
"Bunda mau makan kue adik tapi gak mau makan kue dari Aya," jelasnya menahan tangis.

Astaghfirullah, maafkan bunda ya nak, bukan maksud bunda seperti itu. Ah, harus belajar lagi menjadi orang tua yang adil.

Dan, terimakasih anakku sayang sudah mengingatkan pentingnya berlomba dalam kebaikan, ah bunda jadi malu harus diingatkan dulu oleh anak kecil sepertimu.

Agie Botianovi
23-24 Juli 2018

Jumat, 06 Juli 2018

Merawat gigi anak

Waktu masih balita saya langganan ke dokter gigi lantaran gigi saya sering sakit lantaran lubang di geraham dan caries di bagian seri. Cariesnya gak parah-parah banget sih tapi ya cukup menjadi bukti saya kurang dibiasakan gosok gigi sama ibu saya ๐Ÿ˜ช. Apalagi masa kecil saya banyak yang belikan saya coklat jadi sebenarnya apa salah saya hingga saya menderita caries gigi dan diejek orang ๐Ÿ™„.

Hahaha, pengantar yang gak penting yes. Tapi memang meski masih anak, caries gigi bagi saya memalukan, apalagi buat ibunya, jadi ketauan deh ibunya males bantu bersihkan gigi anaknya ๐Ÿ˜‚.

Saya amati beberapa orang cenderung abai terhadap masalah gigi, padahal ada kasus sakit gigi yang sampai berakibat fatal hingga kematian. Infeksi kuman di gigi yang dibiarkan bisa mengakibatkan penyebaran infeksi hingga ke otak dan berujung pada kematian. Saya sendiri bukan dokter, dan hanya pernah membaca dari tulisan seorang ibu pasien yang sempat viral. Intinya kesehatan gigi itu penting untuk dijaga.

Alhamdulilah saya memiliki 3 orang anak yang tidak mengalami caries gigi atau kalau orang Jawa bilangnya 'gigis'. Kalau dari pengamatan saya, caries bisa disebabkan karena makanan tidak segera dibersihkan. Bisa karena penggunaan dot sebelum tidur dan bisa juga setelah makan makanan manis tidak dibiasakan minum air putih.

Sebenarnya saya pun sedih ketika menjumpai banyak anak masih usia balita giginya sudah habis dimakan kuman, bahkan ada yang masih berusia 2 tahun gigi serinya sudah tinggal yang menempel di gusi. Kasian anaknya bukan? Masih kurang 4 tahun lagi dia harus bertahan mengunyah dengan gusi.

Beberapa bulan terakhir ini saya juga dipusingkan harus bolak-balik ke dokter gigi untuk merawat gigi geraham jundi. Selama ini sejak usia 2 tahunan dia sudah terbiasa sikat gigi sendiri, dan ini ternyata membawa masalah sendiri, karena maunya sikat gigi sendiri dan tidak dibantu maka sikat giginya pun tidak bersih. Hasilnya geraham kiri kanan lubang dan harus dirawat karena baru akan ganti gigi dewasa sekitar umur 9 tahun. Masak iya harus dibiarkan begitu saja? Kasian dong.

Maka kini untuk si kembar setelah gosok gigi sendiri biasanya akan saya periksa lagi, memastikan sudah tidak ada sisa makanan tertinggal. Yuk ah bu biasakan gosok gigi setelah makan atau setidaknya minum air putih agar sisa makanan tidak mengendap dan menimbulkan kuman.

Agie Botianovi
6 Juli 2018

Jumat, 29 Juni 2018

Umroh Backpacker (Jeddah-Madinah)

Akhirnya kepending lama seri tulisan catatan perjalanan saya kemarin karena pas Ramadhan saya fokus ke tulisan-tulisan 'wajib' saja.

Sampai di Jeddah saya sudah membayangkan bakal ada pertanyaan-pertanyaan terutama tentang keberadaan mahram (ada yang bilang seperti ini). Namun ternyata tidak sama sekali, di imigrasi hanya diminta sidik jari dan foto saja lalu paspor distamp.

Namun, bayangan saya untuk sebuah bandara internasional ternyata jauh. Dan ternyata ini memang bandara khusus haji dan umroh, ya gitu deh. Ada celetukan dari teman rombongan, 'lebih mirip terminal bus daripada sebuah bandara' ๐Ÿ˜ช.

Rasa kurang nyaman saya bertambah ketika saya ingin ke toilet. Toiletnya wow! Jika sebelumnya saya ke toilet sebuah bandara internasional KLIA yang bersih dan memang disesuaikan standar bandara internasional, maka disini saya mendapati toilet yang jauh dari standar. Ada air tergenang berkecipak di sekitar pintu kamar toilet, aih ada rasa risih gimana gitu ya, inikah gambaran negara tempat islam diturunkan yang salah satu ajarannya kebersihan adalah sebagian dari iman? Yang salah adalah umatnya, bukan ajarannya ๐Ÿ™ˆ.

Lanjut ke cerita berikutnya ya. Sampai bandara kami langsung beranjak menuju kota Madinah Al Munawwarah. Perjalanan ke sana cukup lama, mulai jam 11 an siang, sampai di Madinah sudah sekitar pukul 4 sore. Langsung bersih diri, makan malam dan bersiap ke masjid Nabawi pertama kali ๐Ÿ˜.

Masjid Nabawi dari Jendela Kamar


Yang berkesan di Madinah ini, meski dengan biaya minimalis namun hotel yang didapat menurut saya yang jarang masuk hotel termasuk hotel yang bagus, kamar luas dan kamar mandi pun luas dan bersih. Dan satu hal lagi yang berkesan, dari jendela hotel langsung bisa melihat masjid Nabawi di depan mata ๐Ÿ˜ญ. Terlihat kubah hijau penanda letak raudha. Dan di dekatnya kami bermalam selama di Madinah.

Lanjut ke tulisan berikutnya ya ๐Ÿ˜˜.

Agie Botianovi
Pasuruan
29 Juni 2018

Kamis, 14 Juni 2018

Rindu Sebelum Berpisah


Bulan
Apa kabar dirimu hari ini
Tiba-tiba aku memikirkanmu
Tidakkah hatimu pedih ketika permukaanmu yang memantulkan cahaya matahari ke bumi tak lagi memantulkan sinar Ramadhan?
Waktu terasa berjalan lebih cepat dan lebih cepat
Ah bulan, tidakkah wajahmu merindu melihat semaraknya umat bersegera dalam menyembah Rabbmu?
Lebih dari bulan-bulan yang lain
Barangkali esok kau akan kembali menatap masjid-masjid kembali sepi
Ah tidak, semoga khayalku saja

Bulan
Tidakkah kini kau sudah merindui semaraknya tamu agung ini
Meski banyak orang sepertiku yang menyia-nyiakan kelimpahan pahala ini

Bulan
Butuh 11 kali lagi kau mengelilingi bumi agar bisa bertemu fase terindah ini
Ramadhan
Aku merindukan bahkan sebelum kita benar-benar berpisah

Agie Botianovi
29 Ramadhan 1439

Jumat, 08 Juni 2018

Mudik



Sebuah kata yang mengingatkan manusia tentang arti kembali. Kembali ke kampung halaman, kembali ke negeri sendiri.

Mudik bagiku? Dulu mudik artinya seharian perjalanan pulang pergi ke kota tempat ayah kandungku dilahirkan. Mengunjungi sanak saudara setelah dua belas purnama tidak bersua. Ah, rindu!!

Kini mudik bagiku memiliki makna yang lebih dari sekedar ‘sehari’. Namun mudik artinya adalah menginapkan diri lebih lama di rumah mertua daripada kunjungan biasanya.

Menikah. Menikah membuat perubahan arti mudik bagiku. Mudik tak lagi bermakna kembali ke tanah kelahiran, namun mudik adalah menemani kekasih menjemput kenangannya. Kenangan masa kecilnya dan kenangan masa remajanya. Bukankah begitulah sejatinya cinta? Mencintai apa yang dicintai oleh kekasih, dan membenci apa yang dibenci kekasih.

Dan mudik sesungguhnya adalah nanti. Nanti saat diri tak lagi mampu menambah amal. Saat hanya tiga perkara yang masih mampu mengalirkan pahala : amal jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak sholih. Ah, apakah telah kau rindui Penciptamu, Pemilik cinta yang sesungguhnya. Sudahkah kau mencintai apa yang dicintai oleh Penciptamu? Dan sudahkan kau membenci apa yang dibenci Penciptamu?

Mudik. Semoga kelak dimudikkan dalam keadaan sebaik-baiknya : iman, islam, dan ihsan. Khusnul khotimah.

Agie Botianovi
8 Juni 2018
Malam 24 Ramadhan 1439

Tentang aku dan i'tikaf



Dari 'Aisyah ra bahwa Nabi saw biasa beri'tikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para istrinya beri'tikaf sepeninggal beliau. (Muttafaqun 'alaihi. HR. Al-Bukhari : 2026 dan Muslim : 1172)

I'tikaf, berdiam diri di masjid selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Seingatku dulu saat pertama kali tahu apa itu i'tikaf saat SD aku bersikeras ke eyangku agar aku boleh ke masjid terdekat untuk i'tikaf. Padahal masjid di deket rumah tidak mengadakan i'tikaf ๐Ÿ˜…. Waktu SMA aku baru paham bahwa i'tikaf itu bisa dilakukan di masjid yang memang memfasilitasi untuk hal tersebut.

Dan akhirnya pertama kali aku keturutan i'tikaf adalah saat aku kuliah tingkat 1 di Masjid Raden Patah UB. Saat masjidnya belum dibangun seperti sekarang, masih bangunan lama. Dan kesan saya? Ah indah, fokus ibadah tanpa banyak distraksi meski sesekali juga berbincang dengan sesama jama'ah. Ah tapi saat itu aku masih cupu, masih jarang ada yang kenal. (Walau saat ini yang kurasakan lebih enak i'tikaf dengan orang-orang yang sedikit kenal, karena sedikit ngobrolnya ๐Ÿ˜…).

I'tikaf kedua masih jadi mahasiswa, tahun keberapa jadi mahasiswa ya...yang jelas pas itu di masjid ad-dakwah sdit ip, saat di sana masih dikelilingi sawah, kalau sekarang mah dikelilingi rumah ๐Ÿ˜….

I'tikaf ketiga waktu saya sudah menikah di semester 7 perkuliahan. Dengan suami pernah di annur jagalan dan di ghifari suhat. Dan itulah i'tikaf terakhirku sebelum aku memiliki anak. Tahun berikutnya 6 tahun total aku absen dari i'tikaf karena anakku belum bisa dikondisikan. Dan meski banyak yang bisa membawa anak, suami tidak mengijinkan. Tugas istri adalah taat, maka aku harus memperbanyak ibadah semaksimalnya di rumah sembari mendampingi si kecil. Pernah suatu kali saat masih labil (tahun pertama punya anak) aku ngambek karena suami gak sahur di rumah, padahal meski dia i'tikaf dia biasanya menyempatkan sahur bareng aku. Hahaha, lucu kalau diingat.

Dan kali ini adalah i'tikaf keempatku. Meski tidak bisa full 10 hari (seperti i'tikaf sebelum-sebelumnya juga gak pernah full), tapi aku bersyukur bisa i'tikaf. Terinspirasi dari umroh kemarin, anak-anak kutitipkan di eyangnya saat aku i'tikaf, hwkwkwk. Tapi gak tiap harilah,๐Ÿ˜†. Dan kali ini pertama kalinya aku i'tikaf di masjid jami' al umm. Padahal deket banget dengan rumah tapi baru tahun ini bisa i'tikaf disini.

Semoga bisa mengoptimalkan ibadah di bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi. Dan semoga masih diberi panjang umur agar bertemu Ramadhan tahun depan ๐Ÿ˜ญ.

Agie Botianovi
7 Juni 2018
Malam 23 Ramadhan 1439 H

Jumat, 11 Mei 2018

Umroh Backpacker (Perjalanan KUL-JED)

9 jam 30 menit, begitu kata pilot sebelum pesawat lepas landas. Ah, baru 6 jam rasanya badan udah keok ๐Ÿ˜‚. Fight untuk 3,5 jam lagi.

05.10-11.08 waktu KL
23 april 2018

Ternyata diriku pas boring di pesawat sempat nulis catatan di atas. Kutulis saat perjalanan di pesawat KUL-JED. Uyeah, sembilan setengah jam bukan waktu yang singkat saudara, apalagi kalo posisi cuma bisa duduk atau paling banter nyandar dikit banget (kelas ekonomi euy, haha).

Berangkat dari Kuala Lumpur jam 5 pagi, dan di sana belum masuk shubuh, jadilah sholat shubuh di atas pesawat. Shubuh waktu KL sekitar jam 6 kurang.

Kalau dari SUB-KUL pesawat kecil, KUL-JED pake pesawat besar yang tiap deret isinya 9 orang. Katanya sih ini pertama kalinya di Musahefiz pake penerbangan Air Asia, biasanya sering pake Saudia Airlines. Kalau pesawat yang gede disebutnya Air Asia X.

Alhamdulillah pramugarinya pun jadi pada pakai kerudung di penerbangan ini, beda dengan pas penerbangan SUB-KL ๐Ÿ˜…. Kalau saya pribadi rasanya adem aja liat seisi pesawat semua perempuannya menutup aurat. Tapi ya emang sih tujuannya kan pada umroh semua.

Ada beberapa travel (yang satu pesawat denganku) yang tujuannya ke Mekkah dulu, jadilah para jamaahnya mengambil miqot di atas pesawat. Kalau rombonganku sendiri ke Madinah dulu, jadi tidak perlu mengambil miqot di atas pesawat.

Oiya, alhamdulillah di pesawat juga dapat sarapan nasi lemak (setelah gagal makan nasi lemak saat di bandara KLIA karena habis, haha). Ternyata cita rasa gak jauh bedalah dengan cita rasa indonesia, lauknya juga ada ikan teri keringnya ๐Ÿ˜…. Dan beberapa temen serombongan ada yang dapat makan 2 kali, adudu enaknya. Mereka ini yang penerbangannya gak fly thru, jadi pas di KL mesti turun bagasi dan check in lagi. Ada 9 orang sih yang non fly thru, tapi yang 2 dari Palembang gak tau kok gak dapat makan double juga, padahal yang 7 non fly thru dari Jakarta dapat makan double semua ๐Ÿ˜…. Kalau saya dan suami alhamdulillah fly thru, jadi pas di KL gak ngurus bagasi lagi, pas di SUB pun langsung dapat 2 boarding pass.

Setelah 9,5 jam terlewati, alhamdulillah sampai juga di Bandara Jeddah, di jendela pesawat nampak bangunan berbentuk kotak-kotak yang khas berjejer rapi. Dan meski sudah 9,5 jam di Jeddah masih aja pukul 10.45, nah, bikin gagal paham kan, hwkwk. Adudu udah kayak Jundi aja yang heboh pas video call di Madinah masih keliatan siang padahal di Malang udah malam ๐Ÿ˜….

Dan ternyata bandara Jeddah itu, wow! Insyaallah saya lanjut ceritanya di part selanjutnya, hehe. Stay tune, jangan lupa follow ๐Ÿ™Š.

Agie Botianovi
Diselesaikan 11 Mei 2018
09.24

Rabu, 09 Mei 2018

Umroh Backpacker (Beda Umroh Reguler dan Backpacker)

Beberapa orang yang begitu tahu aku dan suami umroh backpacker, mereka kebanyakan langsung pada kepengen tahu, gimana sih ubp itu? Apa bedanya dengan umroh pada umumnya? Kali ini aku cerita sedikit ya tentang perbedaannya dengan umroh reguler pada umumnya. Ini dari yang aku alami lho ya.

Secara umum gak ada bedanya dengan umroh reguler pada umumnya yang menggunakan travel. Lalu bedanya apa?

Umroh backpacker biasa disebut juga umroh mandiri. Umroh ini sedikit berbeda memang dari segi kemandirian jama'ah terutama saat berada di bandara. Jika reguler jama'ah biasanya akan diuruskan semua keperluannya oleh petugas travel, maka jama'ah umroh mandiri harus bisa menghandle keperluannya sendiri. Seperti untuk check in, mengurus bagasi, hingga saat melewati pertanyaan di imigrasi.

Perbedaan lainnya apa? Di umroh mandiri kami tidak bisa mendaftar umroh sewaktu-waktu dengan tarif flat seperti di biro umroh pada umumnya. Namun kami harus cepet-cepetan dp ketika ada tiket promo. Di grup-grup ubp biasanya akan dishare ketika ada paket promo. Seperti saya kemarin dapatnya waktu bulan oktober, berangkat bulan april. Oktober cukup dp untuk tiket, sedang pelunasan biaya keseluruhan dilakukan h min 45 keberangkatan. Jadi ada waktu buat nabung dulu ๐Ÿ˜. Tapi dp pun kudu cepet-cepetan, sehari dua hari biasanya bakal langsung ludes kuotanya.

Trus apalagi? Umroh mandiri gak dapat koper dan keperluan umroh lain seperti baju ihrom. Yah ini mah gampanglah, bisa minjem, hwkwkw. Tapi teteplah dapat backpack, namanya aja umroh backpacker. Mana backpacknya keren euy, pas di tanah suci sana kembarannya sama bule-bule ๐Ÿ˜‚. Yang cowok backpack hitam, cewek biru kombinasi pink yang girlie dan bikin gampang pas cari temen satu rombongan.



Trus, gak dapat seragam batik kayak umumnya biro umroh di Indonesia. Tapi dapetnya buat cewek kerudung, cowok kain untuk dijadikan koko. Grupku nuansa abu tua gitu deh seragamnya ๐Ÿ˜. Jadi pas prosesi umroh yang akhwat pada abu tuaan semua.

Di umroh mandiri, umumnya jamaahnya relatif muda melek gagdet, jadi koordinasi rombongan lebih banyak di grup wa sejak sebelum pemberangkatan. Kemarin di grupku ada beberapa yang sepuh, tapi ada yang berangkat dengan anaknya, atau berangkat sendiri tapi dipantau anaknya di grup wa ๐Ÿ˜‚. Temen-temen juga saling jagain dan ngelapor ke anaknya.

Masalah makan, ibuku sempet kuatir, dikira backpacker ntar cari-cari makan sendiri, padahal gak kok, biaya yang sudah dibayar sudah ALL in hotel, makan, dan lain-lain. Bahkan lho ya hotelnya pas di madinah baguuuuus, di atas ekspetasiku karena paket yang murah. Dari jendela kamar aja udah bisa langsung liat masjid nabawi. Masyaallah jadi pengen balik lagi ๐Ÿ˜ญ.

Untuk hotel mekkah emang agak jauh dapatnya, sekitar 350m dari masjidil haram, tapi ini masih mending banget karena cukup jalan kaki. Karena banyak juga yang ikut biro dengan tarif lebih mahal dari aku ternyata dari hotel ke masjid kudu naik bis dulu, brati jauh banget kan ya.

Alhamdulillah bisa berangkat dengan dana minim tapi pelayanan memuaskan. Buat apa hotel lux kalau dipakainya cuma sebentar? Toh disana juga akan lebih banyak di masjid daripada di hotel ๐Ÿ˜€.

Agie Botianovi
Malang
8 Mei 2018
22.08

Minggu, 06 Mei 2018

Umroh Backpacker (Kejutan Raudhah)



"Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga." (HR. Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391)

Hari pertama aku di kota madinah alhamdulillah aku bisa merasakan sholat di taman surganya. Hal yang benar-benar tak aku sangka-sangka sebelumnya.

Senin sore aku dan rombongan sampai di kota madinah al munawarah. Selesai bersih diri dan merebahkan diri sebentar aku dan beberapa teman perempuan bersama pergi untuk sholat di masjid nabawi. Namun karena ini adalah pertama kalinya buat kami, kami masih kurang paham tentang letak jamaah dan lain sebagainya, jadilah kami sholat di pelataran masjid mengikuti jamaah yang telah banyak berjajar di pelataran membentuk shaf.

Usai sholat magrib kami berarak mencoba memasuki pintu masjid, pintu 25 tepatnya. Sebelum masuk semua tas akan dilihat isinya oleh penjaga. Alhamdulillah lolos karena gak terdeteksi makanan besar. Kalau di tasku hanya isi al-qur'an, sandal, botol minum, dompet, aman.

Ternyata di dalam masih banyak tempat, seandainya tadi magrib di dalam masjid pun pasti masih bisa. Kami pun melangkah terus ke depan setelah sebelumnya mengisi botol dengan air zamzam yang tersedia di gentong-gentong di dalam masjid. Penuh percaya diri kami duduk di shaf paling depan yang tidak tercover karpet, mepet dengan pembatas ke tempat shaf laki-laki. Karena tempat lain memang sudah banyak yang penuh ๐Ÿ˜….

Menunggu isya dengan sholat, tilawah, dan dzikir. Dan tibalah bubar sholat, tanpa kami tahu sebelumnya banyak orang sudah memadati area dekat pembatas shaf. Askari pun sudah teriak-teriak mengatur dan jujur saja saya gak terlalu paham artinya. Ndlomong liatin layar ada kata-kata Rawda dan denah. Gak boleh ada hp dan lain-lain. Kami yang saat itu berlima masih agak gak paham walau akhirnya paham juga kalau ini waktunya perempuan boleh berkunjung ke Raudhah.

Menunggu sekitar 1 jam usai sholat isya', pukul 10 malam pintu baru dibuka. Begitu pintu dibuka, langsung semua jamaah wanita yang sudah menunggu berlarian menuju raudhah. Begitupun aku dan teman-temanku, kami berusaha tetap bersama tidak terpisah.

'Karpet hijau, karpet hijau, kita harus sampai di karpet hijau!' begitu kata salah seorang teman.



Dan begitulah, karpet hijau yang dimaksud sudah sangat amat padat. Hingga akhirnya kami terpisah, aku akhirnya mendapat sedikit tempat untuk sholat. Segera kulaksanakan sholat 2 rakaat. Rakaat pertama aman, rakaat kedua saya masih berdiri tiba-tiba ada yang duduk di depan saya, namun alhamdulillah tetap bisa bersujud hingga tunai 2 rakaat.

Masyaallah indahnya perjuangan sholat di taman surga. Apalagi bagi jamaah wanita hanya separoh bagian rawda yang diijinkan, dibatasi dengan pembatas hingga tak begitu nampak mimbar Rasulullah saw.

Esok harinya agenda dari rombongan di pagi hari adalah menjemput raudhah, saya turut ikut bersama jamaah perempuan. Dan wow, ternyata jauh lebih ramai daripada malam sebelumnya. Pagi itu oleh askari jamaah dari berbagai negara diatur waktunya di raudhah, bergantian agar tidak terlalu berdesakan.

Untuk orang indonesia dengan cengkok yang khas mereka berkata, 'Ibu-ibu, duduk!' ๐Ÿ˜…. Dan qadarullah, justru di kesempatan ini saya tidak bisa sholat karena bareng dengan jamaah dari negara lain. Penuh sesak berdesakan hingga susah bernafas, hanya dzikir dan sholawat yang terucap saat kaki menginjak di karpet hijau. Surga itu memang bukan hal yang mudah untuk diraih.

Ya Allah, ijinkan aku segera kembali kesana, aku rindu, waktuku terlalu singkat. Aku ingin mengulang waktu agar tak sia-sia ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ.

Agie Botianovi
Ditulis mulai dari saat masih di Madinah, diselesaikan saat sudah di Indonesia.

Kamis, 03 Mei 2018

Umroh Backpacker (SUB-KUL Berdua Saja)



Sekitar h min 2 hari, salah satu founder Musahefiz pak Musjeng menshare prosedur check in saat di bandara. Dari cara penyampaiannya, saya dan suami sudah merasa was-was dengan checking imigrasi. Mulai dari harus menyembunyikan boarding pass KL-Jeddah sampai cara menjawab petugas imigrasi. Jujur membacanya saya cukup tegang dan berpikir yang tidak-tidak. Mana dari SBY cuma berdua dengan suami lagi ๐Ÿ˜‚.

Namun ternyata alhamdulillah imigrasi dilewati dengan lancar. Awalnya sempat keder karena ternyata harus maju satu per satu gak bareng suami. Tapi ternyata dapat petugas yang gak belibet. Usai periksa boarding pass SBY-KUL dan passport milik saya, petugas langsung bertanya tentang kartu kuning (ini mungkin gara-gara lihat visa yang sudah nempel di passport saya ๐Ÿ˜‚). Dan selanjutnya saya cuma ditanya beberapa detail, seperti nama travel dan kenapa kok cuma berdua ๐Ÿ˜, alhamdulillah tidak seburuk yang saya bayangkan.

Di atas pesawat, deketan duduk sama sekelompok orang yg saya gak paham mereka pakai bahasa apa, tapi saya nebaknya sih Thailand, cuman pramugrarinya cas cis cus aja ngomong sama mereka. Aih pantesan yak jadi pramugrari penerbangan internasional mesti bisa banyak bahasa. Ih saya emang ndeso kok, nyatanya ini penerbangan internasional saya untuk pertama kali, passport juga baru kali ini kepake (yaelah, bikinnya juga baru awal tahun ini ๐Ÿ˜†). Tuh kan mulai ngelantur.

Sampai di KL, panduan di grup menyuruh kami langsung menuju ke konter pertukaran antar bangsa sambil menunjukkan boarding pass KUL-JED. Sampai di konter, oleh petugas yang berbahasa melayu saya dan suami diminta langsung ke lantai 3. Dan disitulah awal kami tersesat dan gak ketemu-ketemu sama rombongan ๐Ÿ˜ฉ.

Di lantai 3 kami menuju pemeriksaan x-ray dan lucunya kami diajak ngobrol bahasa melayu, suami dan saya agak gak ngeh apa yang mbak petugas maksud (kurang sering ini liat upin ipin ๐Ÿ˜). Setelah pemeriksaan, petugas memberi tahu bahwa gate penerbangan kami adalah gate Q4. Carilah Q4, oonnya saya dan suami sama-sama belum aktifkan wifi, jadi gak tau perkembangan di grup tempat kumpul dimana. Celingak celinguk malah ketemu rombongan dari makasar, belum kenalan sih, tapi dengan pede suami nanyain bapaknya pake bahasa jawa ๐Ÿ˜‚. Ya jelaslah gak nyambung, eh ternyata dari makasar.

Setelah melalui proses riwa riwi gak jelas ketemulah akhirnya dengan rombongan di lantai 2 (tuh kan, ini gara-gara petugas salah kasih arahan), langsung deh dapat nametag nya musahefiz buat dipakai selama ada di perjalanan. Dan alhamdulillah perjalanan pun lancar, dan sekilas gak ada bedanya dengan umroh reguler ๐Ÿ˜‚.

#umrohbackpacker
#musahefiz

Kamis, 22 Februari 2018

Stop Mengeluh!

Hari Ahad kemarin saya dan suami sarapan di sebuah warung lama yang menjadikan rawon sebagai menu andalan. Kali ini memang hanya berdua karena ada agenda yang tidak memungkinkan jika membawa 3 anak. Saat kami datang bangku sudah penuh semua dengan para pelanggan yang sebagian besar belum mendapat nasi yang dipesan. Namun alhamdulillah masih ada sisa 2 kursi yang bisa saya dan suami duduki meski mejanya harus gabung dengan pengunjung yang lain.

Singkat cerita saat masih menunggu giliran, yang satu meja dengan kami selesai makan, tapi kami belum juga mendapat giliran (banyak yang bungkus euy). Tiba-tiba datang seorang ibu dengan suami dan anaknya yang saya taksir berusia 20 tahunan. Mereka duduk semeja dengan kami, karena tidak ada bangku lain yang kosong.

Sekilas saya melihat si anak memiliki gelagat berbeda dari cara melihat dan duduk. Tiba-tiba dia mengambil dengan sigap tempe goreng yang ada di meja, sekejap habis, pun perkedel dan tempe langsung dilalapnya lagi dengan gerak menyuap yang tidak biasa. Lalu saya dengar ibunya berbicara, "Lapar ya," sambil dialihkan nampan yang berisi tempe dari hadapan anaknya.

Menunggu lama, meja di sebelah akhirnya kosong, tapi saya belum juga dapat giliran. Si ibu bicara ke saya menawarkan agar saya yang pindah ke meja sebelah, dan kami pun akhirnya pindah berbarengan dengan nasi pesanan datang, rawon yang masih panas dengan empal gepuk yang khas dari warung ini.

Bismillah saya dan suami mulai menyendok rawon kami masing-masing sambil saya melihat ke arah depan tepat ke meja tempat sepasang suami istri dan anaknya tadi. Subhanallah, hati saya meleleh, ingin menangis tapi saya mencoba menegarkan hati. Saya melihat si ibu dengan telaten menyuapi anaknya sesendok demi sesendok. Anaknya pun makan dengan sangat lahap, dalam sekejap piringnya kosong. Saya lihat bapaknya langsung mengangsurkan nasinya ke piring anaknya, masyaallah.

Bagi orang lain barangkali ini pemandangan yang biasa saja, tapi bagi saya pemandangan ini begitu luar biasa. Namun saya tahan lisan saya untuk bertanya, tidak semua orang bisa dengan mudah berbagi tentang apa yang dia alami.

Selepas saya bayar, saya dan suami keluar warung dan melihat si anak dituntun ke mobil berplat merah luar kota. Ah ternyata tamu jauh. Masyaallah.

Begitu mudahnya Allah menegur saya. Baru berselang hari anak kedua saya keluar dari rumah sakit. Masih terasa bagaimana capeknya meladeni anak sakit hingga harus menginap di rumah sakit. Lalu Allah langsung mengingatkan saya, apa yang saya alami belum ada apa-apanya.

Semoga semua ibu yang diberi anak spesial menjadikannya ladang pahala lillah.

Bunda Jundi
21 Februari 2018
23.26

Senin, 11 Desember 2017

Writing therapy with teh Imon

Alhamdulillah kemarin diberi kesempatan berjumpa dengan teh Imon atau Maimon Herawati yang saya ngefans terhadap tulisan beliau gara-gara baca novel Rahasia Dua Hati yang bikin saya baper. Dari dhuhur sampai isya' alhamdulillah dapat ilmu yang masyaallah daging semua, ya ilmu kepenulisan, ya ilmu akhirat.

Beliau sendiri adalah aktivis pejuang kemerdekaan Palestina, masyaallah, saya dibuat gemetar saat beliau bercerita tentang Palestina. Kemana-mana beliau membawa slayer Palestina, menunjukkan betapa beliau sangat cinta terhadap Palestina, al-Aqsho, kiblat pertama orang Muslim.

Dari dhuhur sampai ashar, beliau mengisi acara untuk umum dengan tema writing therapy berkolaborasi dengan mbak Wulan yang praktisi SEFT. Menjadikan menulis sebagai terapi terhadap diri sendiri, salah satunya dengan menuliskan masalah dalam hidup. Kalaupun kita sedih menuliskan itu, tapi akan ada orang yang membacanya dan tidak mengalami kejadian yang sama dengan yang kita alami. Menuliskannya bisa dalam bentuk cerpen ataupun novel, yang kita sendiri bisa menentukan akhir cerita.

Selesai acara umum, saya berkesempatan makan bareng secara pribadi di ayam goreng nelongso (salah satu sponsor acara) yang dekat dengan togamas. Kemarin makan berlima saja dengan teh Imon, sosoknya begitu rendah hati tapi sangat kritis terhadap segala sesuatu. Beberapa teman sudah menitipkan buku tulisannya untuk beliau kritisi.

Lanjut muscab pemilihan ketua alhamdulillah akhirnya terpilih Gunung sebagai ketua FLP Malang periode 2017-2019. Setelah selesai, teh Imon meminta kami kumpul sebentar untuk bedah karya yang sebelumnya sudah minta dibedah.

Begitu banyak kesalahan yang tertangkap oleh teh Imon, bahkan untuk tulisan-tulisan best seller beliau sangat jeli menangkap kesalahan. Kalau dari tulisan teman-teman yang paling banyak adalah kesalahan 'tell', bukan 'show'. Jadi tulisan yang baik itu sebaiknya 'show' bukan 'tell', terutama untuk fiksi. Bagaimana kita bisa menggambarkan suasana dengan baik tanpa menyebutkan apa suasana tersebut, jadi pembaca bisa benar-benar merasakan apa yang dimaksud penulis.

Terkait setting tempat dan kejadian, beliau sangat detail dan teliti, bahkan untuk tulisan beliau yang berjudul Pingkan, dengan setting Australia (beliau belum pernah kesana), tapi beliau riset dengan detail sampai nama-nama jalan disana, letak bangunan dll benar adanya. Jadi orang-orang yang kesana akan dibuat membayangkan cerita Pingkan benar-benar real. Bahkan untuk Pingkan yang kuliah jurusan Fisika, beliau benar-benar riset makul nya apa saja, bahkan nama-nama dosen di universitas dan jurusan tersebut, masyaAllah. Apalagi sekarang sudah ada google earth yang bisa melihat kondisi suatu tempat dengan detail, jadi beliau pun mempelajarinya demi setting yang benar-benar nyata.

Dan terakhir, pesan beliau adalah, yang terpenting bukan seberapa banyak royaltimu dari menulis, tapi seberapa bermanfaat tulisanmu bagi yang membaca, sudah berapa orang yang tercerahkan menuju kebaikan dengan tulisanmu. Setiap apa yang kita tulis harus memiliki pesan yang positif, karena kelak semua akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Ah, saya benar-benar tersentil dengan ini.

Terima kasih atas segala ilmunya teh Imon, jazakillah khoir. 

Agie Botianovi
11 Desember 2017

Kamis, 07 Desember 2017

Jilbab pertamaku

Entah tanggal berapa tepatnya pertama kali aku mengenakan jilbab. Mengenakan untuk seterusnya, bukan hanya sekedar untuk sebuah acara saja. Yang kuingat sekitar Desember 2007, beberapa hari setelah meninggalnya eyang putri yang sangat aku sayangi. Dari kecil aku hanya tinggal berdua dengan beliau, jadi kedekatan kami sudah melebihi kedekatan anak dengan ibunya.

Entah saat itu hal apa yang begitu kuat mendorongku memutuskan berjilbab, ilmu agama saat itu juga sangat minim, bahkan ayat-ayat perintah berjilbab dalam alquran pun saat itu aku belum paham. Keinginan yang kuat ini kusampaikan ke salah seorang sahabat terbaikku sejak SMP, Wulan namanya. Dan jawaban dia (seorang yang juga belum berjilbab saat itu) membuat niatku semakin kuat, kira-kira begini dia berbicara padaku, 'Ya sudah Gie, keinginan yang baik jangan lagi ditunda-tunda, belum tentu keinginan itu datang lagi'.

Aku pun menguatkan tekadku, aku yang masih kelas 3 SMA otomatis harus membeli seragam baru untuk sekolah. Alhamdulillah ada rezeki dari saudara yang memberiku uang saku, akhirnya berangkatlah aku diantar ibuku membeli seragam sekolah yang panjang untuk anak berkerudung.

Hari pertama sekolah dengan seragam baru aku merasa ada desir-desir aneh di dadaku, sesuatu yang entah, membuatku merasa bahwa semua orang sedang memperhatikan perubahanku. Dan saat memasuki kelas, hebohlah orang-orang, mulai dari yang mengucapkan selamat, kaget tidak percaya, hingga ada yang bertanya hal yang tidak terpikirkan olehku, 'Nanggung banget sih Gie kamu pakai jilbabnya, ini kan udah tinggal 1 semester lagi aja, masuk sekolah juga tinggal berapa bulan, gak sayang seragamnya cuma kepake sebentar?'

Speechless, tapi satu hal yang aku yakini saat itu, kebaikan tidak boleh ditunda. Iya, meskipun hal itu di mata orang lain seperti membuang uang, tapi di mataku tidak ada yang sia-sia.

Dan sejak saat itu alhamdulillah justru semakin dimudahkan untuk belajar ilmu agama, baik dari buku ataupun guru. Allah sudah mengatur segalanya begitu cantik. Terima kasih Allah atas hidayah Mu.

Agie Botianovi
7 Desember 2017
01.50
Setelah 10 tahun berjilbab.

Minggu, 26 November 2017

Lingkaran Cinta

Aku menyebutnya lingkaran cinta, mungkin bukan aku saja tapi juga kamu. Bukankah karena cinta kepada Allah kita dikumpulkan di lingkaran ini? Ah betapa indahnya.

Tiap pekan kita bertemu saling bercerita, berbagi, bertukar pikiran, bukankah ini pelekat hubungan kita saudaraku? Ah, barangkali di luar sana lebih banyak pertemanan yang jauh lebih erat dari hubungan kita, tapi aku yakin persaudaraan kita jauh lebih berharga karena surga sebagai tujuan.

Dari lingkaran ini aku menemukan apa yang tidak pernah kutemukan di tempat lain. Entah, mungkin karena Allah dan Allah, tujuan kita masih tetap hadir meski akhirnya hanya berdua.

Ah sungguh aku mencintai kalian lillah, dari kalian aku menemukan apa arti saudara sesungguhnya, saudara seiman. Persaudaraan ini jauh lebih berharga dari apapun.

Semoga kita dipertemukan di surgaNya kelak.

Agie Botianovi
23 november 2017

Sabtu, 25 November 2017

PERAN HIDUP

Entah, beberapa hari terakhir saya disentil dan diingatkan lagi terus tentang ini, mulai dari bacaan hingga obrolan di grup. Setiap orang punya bakat spesifik masing-masing, sehingga peran hidupnya juga pastilah sesuai bakat masing-masing. Walau sayangnya masih banyak orang yang belum menemukan bakat spesifiknya sehingga peran hidupnya belum sesuai atau bisa juga belum optimal.

Yah saya ngomong gini bukan karena saya sudah benar-benar menemukan bakat spesifik saya, tapi karena saya juga sedang mencarinya. Ada sih beberapa tes penemuan bakat kayak tes sidik jari stiffin atau tes temu bakat Abah Rama, tapi saya belum mencoba. Sudah mencoba hanya pada yang gratisan di temu bakat menemukan st30. Hasilnya langsung ke bidang yang cocok tapi belum detail dan spesifik seperti tm aktivitas. kalau minta ijin tes stiffin ke suami juga selalu berujung pada pertanyaan 'untuk apa?', yah karena memang saya pernah baca kontroversi tentang metode sidik jari ini sih, dan suami cenderung yang tidak mempercayai.

Etapi, setelah tes st30 2kali dengan jarak waktu sekitar 4 bulan, ternyata ada 4 personal branding pada diri saya yang tetap, yang lain ada yang berubah. Dari situ saya percaya bahwa 4 hal itu yang harus saya perkuat lagi sekarang, dan gak salah jika akhirnya saya pilih rumbel menulis dan bisnis online. Walau saya sempat galau, akhirnya saya pilih dari ranah suka dan bisa biar semakin melejitkan potensi, hehehe. Bahasanya tinggi banget dah.

Tapi kesimpulannya, saya sebenarnya pengen bahas tentang peran hidup yang berbeda-beda tadi, jadi jangan ngiri deh dengan pekerjaan temenmu, karena bisa jadi passionmu emang gak disana, tapi passionmu ya di ranah kerjamu sekarang, posisimu saat ini. Tugasnya tinggal bersungguh-sungguh dengan semua yang sedang dikerjakan agar optimal hasilnya. Dan hidup jadi gak sekedar hidup, tapi hidup dengan peran yang optimal.

Tapi, kalau merasa belum cocok dengan passion ya gali terus sih passionmu, bakatmu itu sebenarnya apa. Kalau saya sekarang meyakini diri saya diciptakan untuk bisa menebar manfaat melalui tulisan dan menebar manfaat melalui usaha yang saya rintis dengan suami. Meski keduanya belum optimal tapi bismillah semoga tetap bisa menjalankan misi sebagai khalifah fil ardh.

Agie Botianovi
23 november 2017

Senin, 20 November 2017

Kerudung segiempat

Setelah lama sekali jarang memakai kerudung segiempat 2 hari terakhir saya pakai kerudung segiempat. Pasalnya ada seragam keluarga pakai kerudung segiempat by BOTIA. Seperti gak banget gitu ya, produsen kerudung segiempat tapi malah jarang make' XD. Yah habisnya kalau gak acara formal banget mah pakai segiempat bakal rempong ditarik-tarik krucil :D *alesan*.

Jadi gini ya, tiba-tiba saat tadi membetulkan kerudung segiempat yang saya pakai perjalanan ke sidoarjo, ingatan saya meloncat saat jaman saya mematut diri di depan kaca menata kerudung segiempat saya dengan seberendel peniti agar kerudung segiempat saya tetap rapi. Saya teringat saat-saat masih kuliah dulu, ah betapa hampir tiap hari saya bisa telaten memakai segiempat yang cukup rempong. Sekali pakai minimal kalau dulu sedia 4 peniti, satu dagu dan 3 yang lain untuk menjaga agar kerudung rapi di bagian depan. Hooh, memakai kerudung segiempat lebar memang cukup rempong, dan gak bisa slup gitu aja layaknya memakai kerudung instan.

Aish, saya jadi berkhayal, andaikan dulu sewaktu kuliah sudah ada BOTIA, tentu saya tidak perlu rempong mencari toko 'khusus' yang menjual kerudung segiempat tebal dan lebar. Dulu langka sekali, hanya beberapa toko yang menjual, dan sering juga nunggu ada pameran buku baru bisa beli kerudung baru. Kalau diingat-ingat rasanya ingin mengulang masa-masa perjuangan dulu, dimana kerudung lebar masih jadi hal yang asing bagi sebagian orang. Masih ingat rasanya pertama kali memutuskan memakai kerudung lebar saya 'merasa' jadi bahan tontonan ketika naik angkot, apalagi ada kaos kaki yang membungkus kaki saya :D.

Namun di saat sekarang saya bersyukur ketika kerudung lebar bukan lagi menjadi hal asing di tengah masyarakat, namun justru menjadi semacam tren, alhamdulillah. Saat ini pun sudah banyak sekali produsen-produsen kerudung lebar baik segiempat ataupun instan, begitu mudah mencari dimana-mana baik offline ataupun online. Mungkin kemudahan ini pula yang membuat saya jadi 'malas' memakai segiempat, karena yang instan lebar melambai-lambai lebih menarik hati untuk saya pakai. Kalau dulu jarang sekali ada penjual kerudung instan lebar, ada juga beberapa merk saja dengan pilihan model itu-itu saja. Nah sekarang? Modelnya banyak bingits.

Ah sudahlah sekian curcol saya malam ini, dengan tulisan ini saya bertekad ingin lebih rajin menggunakan kerudung segiempat lagi biar kelihatan pakai produk sendiri, hahaha. Walau kerudung segiempat saya sudah tinggal 1-2biji saja, yang puluhan lembar lainnya sudah saya hibahkan ketika saya berpikir bakal gak pernah saya pakai lagi, ah jadi kangen sama kerudung segiempatku dulu dengan segala kenangannya, semoga dimanapun mereka berada sekarang tetap bisa menutup aurat wanita.

Agie Botianovi
20 November 2017
23.43