Tampilkan postingan dengan label kesehatan bayi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesehatan bayi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 April 2020

Popok Kain

Lama nggak bahas beginian akhirnya bahas lagi karena emang sekarang kerjaan saya tiap hari berkutat di perpopokan, XD. Yes, tentu merawat bayi 1,5 bulan masih sangat erat hubungannya dengan masalah popok. Tapi, kenapa saya kasih judul popok kain?

Bagi sebagian orang mungkin terlihat aneh ketika tahu saya -orang tua milenial- masih memberikan popok kain ke anaknya. Dimana jamannya sekarang udah jamannya serba praktis, popok sekali pakai umum digunakan semua orang, tapi kok mau-maunya saya tetep makein popok kain ke anak?

Buat saya, memastikan kecukupan ASI itu penting karena bisa dilihat dari seberapa sering anak buang air kecil dalam sehari. Yang kedua, menurut yang saya tau popok kain lebih sehat daripada pospak. Dan yang ketiga popok kain lebih ramah lingkungan, tidak menambah gunungan sampah popok yang berjuta tahun baru bisa terurai, hiks.

Memang sih agak dilematis, popok kain sedikit lebih repot daripada ketika memakaikan bayi full pospak. Maka seperti ketiga anak sebelumnya saya pun memakaikan clodi sebagai pengganti pospak. Tapi tetep, pemakaian clodi sendiri kalau saya tidak langsung dari baru lahir, kalau baru lahir sampai usia yang agak besar saya masih memakaikan popok tali sepanjang hari dan clodi atau pospak hanya untuk malam hati. Lalu apakah itu clodi?

Ternyata masih banyak yang tidak paham tentang seluk beluk clodi. Ketika saya posting tentang clodi pasti banyak pertanyaan seputar pemakaian clodi dan perawatannya. Clodi sendiri adalah singkatan dari cloth diaper, popok kain, yang menurut istilah adalah popok kain yang bisa menyerap beberapa kali buang air bayi seperti pospak, bedanya bisa dipakai berulang kali.

Penjelasan lebih lanjut tentang pengalaman saya berclodi sepertinya bisa dilanjut di tulisan berikutnya, hehe.

Salam
Bunda Jundi
4 April 2020
Menjadi ibu itu yang penting happy ^^

Senin, 30 Maret 2020

Buah Hati Keempat

Salah satu hal yang tidak mungkin dilupakan seorang ibu adalah proses persalinan buah hatinya. Begitu juga denganku. Baru beberapa waktu yang lalu aku melahirkan anak keempat. Sebenarnya ini adalah persalinan ketiga, karena persalinan kedua melahirkan bayi kembar.

Entahlah, meski sudah kali ketiga, persalinan ini menurutku justru persalinan paling panjang dan menguras air mata. Rasanya proses persalinan kemarin tidak berujung, lama sekali. Namun setelah melewatinya aku pun memahami mengapa prosesnya terasa begitu menyakitkan, sangat berbeda dengan persalinan sebelumnya yang relatif singkat.

Anak pertama prosesnya cukup cepat, setengah dua belas bukaan tiga, setengah tiga sudah lahir. Persalinan kedua juga relatif cepat, lima pagi bukaan dua, sembilan pagi sudah lahir. Kupikir persalinan ketiga juga akan lebih cepat dari dua persalinan sebelumnya. Kata orang, semakin sering bersalin akan semakin mudah. Namun ternyata aku salah. Persalinan ketigaku justru menjadi persalinan paling lama yang pernah kualami.

Jika dua persalinan sebelumnya adanya bloody show menjadi penanda adanya pembukaan, maka persalinan kali ini tidak berlaku seperti itu. Sabtu pagi darah itu telah keluar dari jalan lahir, aku pun optimis bayi akan lahir hari itu juga seperti sebelumnya. Namun ternyata aku salah. Hingga siang hari bercak darah terus keluar, tapi kontraksi yang ritmis belum juga terasa. Ah, mengapa tak seperti persalinanku sebelumnya?

Ibu yang mengkhawatirkan kondisiku langsung mengajak ke bidan untuk diperiksa, sama sekali belum ada pembukaan. Aku pun kecewa, mengapa berbeda? Kami pun kembali pulang, menemui anak pertama yang sedang kurang sehat, juga meredakan rindu pada anak kedua dan ketiga.

Hingga malam, kontraksi mulai datang tapi belum intens, sedang instruksi bidan agar ke klinik ketika kontraksi sudah rutin lima menit sekali. Ah, rasanya aku tak sabar menunggu.

Aku terus saja berjalan mondar mandir di dalam rumah agar kontraksi lebih intens. Menanti setiap gelombang cinta yang merambat lamat ke seluruh raga. Kuhitungi setiap sinyal itu datang. Ah, jaraknya masih jauh, belum teratur lima menit sekali.

Kondisi yang semakin malam membuatku terintimidasi, ditambah pertanyaan suami dan ibu yang memperjelas keputusanku, "Berangkat sekarang?"

Lima belas menit sekali, akhirnya kuputuskan untuk menjawab iya. Suami mengkhawatirkan jalanan macet di akhir pekan ditambah persalinan sebelumnya yang berlangsung cepat.

Ah, ditambah perjalanan yang memakan waktu setengah jam lebih bisa jadi sampai klinik kontraksi sudah lima menit sekali, begitu harapanku.

Sekitar pukul sembilan malam sampailah di klinik bidan tempatku selama ini memeriksakan kehamilan. Di perjalanan aku hanya sempat merasakan sekali kontraksi yang cukup kuat. Ah, apakah lagi-lagi belum ada pembukaan?

Di ruang periksa salah seorang bidan melakukan cek dalam di jalan lahir, bukaan satu. Alhamdulilah sudah pembukaan, walau lagi-lagi aku masih harus menunggu.
Malam itu aku, suami, dan ibu bermalam di sana, di sebuah kamar inap yang masih kosong. Dua kamar lain telah terisi pasien yang baru melahirkan pagi tadi.

Berharap penambahan pembukaan berlangsung cepat, aku duduk di birthing ball yang disediakan di kamar. Bismillah tak lama lagi aku akan menyambut kehadirannya. Bidan baru akan cek lagi setelah empat jam atau ketika aku merasakan sakit yang teramat dan keinginan mengejan datang.

Hingga pukul sepuluh, kontraksi masih jarang datang. Aku pun masih bisa menikmati lalapan ayam yang baru saja dibelikan suami di depan gang klinik. Obrolan masih mengalir ringan dengan suami dan ibu.

Menjelang sebelas malam, kantuk mulai menyerang. Kucoba untuk merebah dan menutup mata. Sejenak saja, gelombang cinta itu datang. Mencoba mengambil nafas panjang tapi rasa tak nyaman itu tetap ada. Aku pun berdiri, mengalihkan rasa dengan berpegangan tembok. Sayang rasa tak nyaman itu tak juga pergi.

Kubangunkan suami, berharap pelukannya bisa mengurangi rasa tak nyaman ini. Namun rasa itu semakin mendera, terasa bagai setruman listrik yang menyengat kuat terutama di pinggang. Aku meminta suami mengusapnya tapi rasa itu tak juga mereda. Lagi, latihan nafas panjang yang sudah dipelajari coba kupraktekkan. Sesaat kemudian rasa itu enyah. Aku pun memilih duduk di birthing ball lagi, suami kuminta istirahat.

Tak lama rasa kantuk itu kembali datang, aku coba merebah lagi ke arah kiri, berharap bisa mempercepat pembukaan. Kadang ada rasa mulas ingin buang air besar, aku pun pergi ke kamar mandi, berharap hajatku bisa tuntas sebelum aku melahirkan. Namun ternyata hanya air seni yang bisa keluar.

Siklus itu berlangsung berkali-kali, entah berapa kali aku tidur, kontraksi, bangun, membangunkan suami, duduk birthing ball, ke kamar mandi.

Ah, mengapa ketuban juga belum juga pecah. Aku berharap ketubanku pecah agar pembukaan cepat sempurna seperti persalinan sebelumnya.

Pukul satu dini hari aku mencoba merebah, ngantuk sekali rasanya. Di luar terdengar ada pasien baru masuk lagi, ibu keluar mencoba membangunkan bidan yang istirahat. Setelah ibu masuk ruangan lagi ibu bercerita kalau pasien yang baru masuk akan melahirkan anak ketujuh.

Ah, jangan-jangan temanku, karena ada teman dengan usia kandungan hampir sama akan melahirkan anak ketujuh. Aku pun bilang suami, lalu suami keluar untuk memastikan. Ternyata benar.

Tak lama temanku masuk ke kamar, dia tidak mendapat kamar karena hanya tersedia tiga kamar inap yang sudah penuh. Dia menempati ruang periksa bidan.

Kelelahan, aku menyambutnya dengan tidur sambil menahan rasa sakit. Ah, temanku ini tentunya sudah lebih strong karena pengalaman ketujuh. Dia baru saja dicek sudah pembukaan empat, sedang aku baru pembukaan tiga. Ah, jujur saja aku terintimidasi, mengapa pembukaanku bertambah sangat lambat?

Menjelang subuh, gelombang cinta itu datang semakin kuat dan intens, aku akhirnya dibawa ke kamar bersalin, pembukaan baru lima walau rasanya sudah tidak tertahankan lagi.

Setelah dicek dalam, ada rasa tak nyaman, aku izin turun dari dipan. Ada rasa ingin mengejan datang, ternyata ketuban keluar bercucuran. Ah, semoga kali ini lengkap seperti anak pertama dulu, setelah pecah ketuban langsung lengkap.
Lagi-lagi aku harus menelan kecewa, pembukaan tetap di lima.

Istighfar banyak-banyak kubisikkan dari bibir yang seolah kebas menahan rasa sakit. Apakah ini balasan atas kesombonganku selama ini karena telah melalui dua persalinan yang mudah? Lalu dengan percaya diri aku memastikan persalinan kali ini juga pasti mudah. Allah, ampunilah keangkuhanku, karena sesungguhnya kemudahan itu semata datangnya dari-Mu.

Aku menangis menelan rasa sakit, memperbanyak istighfar mengingat dosa-dosa. Aku berbisik ke suami agar dia memaafkan segala kesalahanku.

Adzan subuh telah berkumandang tapi si dia masih malu-malu bergelung di rahimku. Baik suami, ibu, dan dua bidan bergantian melaksanakan shalat subuh. Kondisiku sudah entah, duduk di birthing ball dan mencoba menggunakan peanut ball semua tak lagi mampu mengalihkan rasa tak nyaman. Berkali-kali aku ingin mengejan tapi belum diperkenankan karena bukaan belum sempurna.

"Sayang, jangan dulu, energinya dihemat." Suami lagi-lagi dengan sabar mengingatkan. Berkali-kali dia menguatkan.

Beberapa kali dicek bukaan masih di tujuh, lalu delapan, lalu sembilan, aku semakin tak tahan ingin mengejan. Sedang di ruang sebelah temanku sudah selesai melahirkan bayi ketujuhnya dengan selamat. Aku semakin ingin segera menyelesaikan ujianku kali ini.

Aku terus memaksa mengejan untuk mengurangi rasa tak nyaman, namun terus saja diminta menahan dulu hingga bidan senior pemilik klinik pun datang.

Tanpa ba-bi-bu beliau langsung memanduku tak peduli bukaanku yg katanya belum sempurna. Melihat posisi bayi, aku disarankan mengejan dengan posisi miring, tapi aku sudah tidak kuat lagi untuk mengubah posisi yang terlanjur terasa nyaman.

Air mataku berderai, berkali-kali saat keinginan mengejan itu datang aku berusaha sekuat tenaga mendorong. Bahkan di jalan lahir Bu bidan mengusap dengan air hangat. Beberapa kali pula saat aku mengejan keluar pula hajat yang ada di belakang, terasa dari tisu yang beberapa kali dioleskan untuk membersihkan. Ah, baru kali ini aku separah ini.

"Astaghfirullah, astaghfirullah," air mata ini terus menetes merasakan tenaga yang rasanya sudah terkuras habis.

"Makan kurma ya buat energi."

Aku menggeleng. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku harus segera menyelesaikan fase ini.

Entah sudah berapa kali aku harus mengejan, rasanya sudah belasan kali. Di jalan lahir rasanya sudah mengganjal kepala bayi mendesak-desak. Kenapa rasa hangat menenangkan itu tak juga datang?

Tawaran minum akhirnya kuiyakan, tenggorokanku terasa kering beberapa kali mengejan.

"Bismillah ya Allah, bismillah." Aku meracau sambil menangis.

Lagi-lagi kupaksa mengejan, entah keberapa kalinya hingga tepat pukul 06.18 lahirlah penyejuk mata keempatku, laki-laki kedua.

Dia langsung ditaruh di dadaku untuk IMD.

"Pantes Mbak Agie persalinan lama, jadi barusan yang keluar dahinya dulu, dongak. Apalagi dia pake safe belt plasenta."

Masyaallah, berawal dari perut gantung bekas hamil kembar ternyata menyisakan persalinan yang sangat lama dan menyakitkan.

Tubuhku pun bergetar hebat.

"Diinfus ya biar gak gemetar."

Beberapa kali dicari pembuluh untuk infus tidak ketemu, akhirnya aku diminta menenangkan diriku agar tidak bergetar dan tidak perlu diinfus.

Istighfar dan basmalah yang terus kuucap, lambat laun tubuhku pun dapat kukendalikan.

"Mau sarapan apa Mbak Agie?" Bidan menawari.

Ah rasanya sudah tidak nafsu makan apapun, lemas. Aku menggeleng, "Terserah Mbak, belum nafsu makan apapun."

Allah, ampuni dosaku.

Diselesaikan 27 Maret 2020
Adnan Dhuha Abdillah lahir tepat di 40 minggu usia kehamilan, 16 Februari 2020

Senin, 17 Juni 2019

16 Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh untuk Ibu Hamil

Kebetulan tadi pagi menemukan sebuah survey dalam bahasa Inggris tentang makanan yang boleh dan tidak boleh untuk dikonsumsi ibu hamil. Beberapa jawaban saya ternyata salah, tidak sesuai dengan faktanya, hihi. Dari situ saya pun jadi ingin menulis apa yang saya dapat tadi, beberapa hal yang sebelumnya saya tidak tahu.



1. Daging mentah
No. Daging mentah mengandung bakteri yang bisa membahayakan ibu dan janin, jadi kalau makan daging harus yang matang sempurna.

2. Ikan mentah
No. Selain mengandung bakteri parasit jika tidak dimasak matang sempurna, ikan juga bisa mengandung logam berat yang berbahaya untuk kandungan.

3. Seafood mentah
No. Seafood pun harus dimasak dengan matang sempurna.

4. Produk kedelai
Dibatasi. Produk kedelai sebenarnya aman untuk ibu hamil, tapi harus tetap dihindari untuk kedelai yang gennya sudah termodifikasi.

5. Telur mentah atau setengah matang
No. Telur mentah atau setengah matang bisa membawa bakteri salmonella, jadi harus dimasak hingga benar-benar matang.

6. Buah jeruk
Yes. Buah jeruk bagus untuk kehamilan karena mengandung vitamin C dan asam folat yang sangat baik untuk perkembangan janin.

7. Jamur-jamuran
Dengan hati-hati. Jamur kancing, jamur tiram adalah pilihan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi ibu hamil (sebenarnya ada jenis jamur lain tapi saya jarang menemukannya di Indonesia ๐Ÿ˜… : honey mushroom dan butter-foot boletes). Sebaiknya juga dimasak matang sempurna.

8. Madu
Yes. Makanan yang alami dan sehat untuk ibu hamil. Sangat aman untuk beberapa kondisi, kecuali memang memiliki alergi madu.

9. Bawang putih
Yes. Konsumsi bawang putih dalam jumlah kecil sangat aman dan memiliki banyak manfaat.

10. Jahe
Dengan hati-hati. Jahe bisa mengurangi gejala keracunan, tapi sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedikit. Apalagi jika sudah mendekati HPL, sebaiknya sama sekali tidak mengkonsumsi jahe karena kandungannya yang bisa menurunkan darah bisa mengakibatkan hematoma di pasca persalinan.

11. Gula pengganti
Tergantung jenis gula pengganti. Menurut U.S. Food and Drug Administration aspartam, sukralosa, dan stevia aman untuk ibu hamil. Namun bagaimanapun penggunaan pemanis buatan kurang baik untuk kesehatan.

12. Kacang
Yes. Kacang baik untuk kesehatan janin, meski jika memiliki alergi tetap harus dihindari.

13. Keju
Tergantung jenis keju. Keju yang lembut yang terbuat dari susu mentah sebaiknya dihindari karena bisa mengandung bakteri yang kurang baik. Sedang keju keras atau yang terbuat dari susu pasteurisasi aman.

14. Kecambah mentah
No. Sebaiknya mengkonsumsi kecambah yang matang sempurna, karena kecambah mentah bisa jadi kurang bersih dalam mencuci.

15. Salad
No. Kecuali membuat sendiri dan memastikan semua dibuat dari bahan-bahan yang dimasak matang

16. Es krim
Yes. Karena es krim dibuat dari susu dan telur yang sudah dimasak, maka aman dikonsumsi ibu hamil.

Demikian 16 poin makanan dari survey yang saya ikuti di aplikasi Flo. Maafkan terjemahannya bebas banget dan agak-agak ngawur ๐Ÿ˜‚. Namun insyaallah intinya sama dengan yang disampaikan di Flo, hihi. Semoga bermanfaat bagi yang sedang hamil.

Agie Botianovi

Jumat, 24 Agustus 2018

Toilet Training Anak Kembar

Toilet training adalah hal yang cukup krusial bagi perkembangan anak. Kemudahan jaman sekarang membuat banyak orang tua memilih menjadi malas dengan memakaikan popok kepada anak. Karena dahulu popok tidak bisa menampung kencing anak berkali-kali maka jaman sekarang popok bisa menampung kencing anak berkali-kali. Sebuah solusi yang menimbulkan masalah baru : orang tua perlu berjuang lebih untuk mengenalkan anak 'pergi ke toilet'.

Saat masa training toilet anak pertama saya pernah bermimpi bisa lebih baik dalam mengenalkan toilet ke anak selanjutnya dengan cara full menggunakan popok kain sekali pakai. Namun mimpi, saya ternyata justru diberi anak kembar yang jika saya mau seperti itu maka saya pikir diri saya tak akan mampu.

Meski bisa dibilang telat, anak pertama sukses lepas popok di umur 2 tahun dengan PR BAB belum selesai, dan tepat 2,5 tahun akhirnya bisa BAB di atas WC. Saya masih bisa telaten memakaikan popok kain sekali pakai ke anak pertama hingga dia berumur 6bulan, hanya malam memakai popok yang tahan lama. Dan untuk si kembar? Sepertinya tidak sampai 1 bulan, dan berakhir pada pilihan pospak dan clodi untuk sehari-hari. Ah jangan ditanya bagaimana repotnya mengurus 2 bayi sendiri tanpa art atau orang tua yang serumah. Saya tidak akan memaksakan diri saya untuk menjadi ibu sempurna yang super rajin dengan no pospak dan clodi untuk anaknya.

Dan kini ternyata saya baru mampu menyelesaikan tugas training toilet si kembar di usianya yang kurang 2 bulan lagi sudah 3 tahun. Inipun setelah proses beberapa bulan. Prosesnya memang tak mudah, dan saya pikir keberhasilan training toilet adalah kesiapan ibu sendiri dan lingkungan pendukung seperti suami atau keluarga lain yang sering membantu mengasuh si kembar.

Alhamdulilah meski lelah namun hidup menjadi lebih indah tanpa tambahan sampah ♥️.

Agie Botianovi
diselesaikan 24 Agustus 2018

Selasa, 21 Agustus 2018

IMD

IMD. Inisiasi Menyusui Dini. Dari ketiga anak saya, yang benar-benar IMD dan menemukan puting sebagai sumber gizinya sendiri hanyalah Fara, Hafizhah Faradillah Ayat. Dialah anak kedua yang saya lahirkan dari rahim saya.

Fara dan Fasya di usia mereka menjelang 3 tahun


Kali ini saya ingin bercerita tentang amazingnya proses IMD ini berhubungan dengan proses kelahiran kembaran Fara, yaitu Fasya.

Saat itu adalah persalinan kedua yang saya alami dalam hidup, dan yang membuat istimewa persalinan tersebut adalah persalinan kembar. Dalam satu waktu saya harus berusaha melahirkan dua bayi. Selain kesiapan mental, energi juga harus siap karena harus mengeluarkan bayi dua kali.

Sesaat setelah Fara lahir, Fara langsung ditaruh di atas dada saya dengan posisi tengkurap. Dan saya jujur saya merasa 'kagok' memegang bayi mungil cantik itu. Antara kelelahan, gemetar, dan kepikiran dengan satu bayi lagi yang tak kunjung menyusul si kakak keluar dari kenyamanan rahim.

Menanti kontraksi bayi kedua, saya diinfus, disuntik oksitosin di pangkal paha, oksigen di hidung, dan tak ketinggalan kucuran kopi pahit di mulut agar saya tetap sadar. Lama, lama sekali menanti datangnya kontraksi, asisten bidan melakukan RPS dan yah, ternyata si cantik Fara akhirnya turut membantu RPS itu. Tepat beberapa saat setelah Fara sukses menemukan puting dan mengulumnya kontraksi pun saya rasakan. Ah betapa indahnya kerjasama antara seorang kakak membantu adiknya.

Beberapa kali mengejankan bayi dengan posisi sungsang, akhirnya si adik lahir dengan posisi kaki keluar terlebih dahulu, langsung ditaruh pula di dada kiri saya karena Fara telah memilih dada yang kanan. Saya semakin gemetar memegang dua bayi IMD di waktu bersamaan, tak kuat akhirnya Fasya tak sampai menemukan sendiri putingnya, saya kelelahan. Maafkan bunda Fasya, meski IMD tak sempurna alhamdulilah engkau pun bisa sempurna mendapat ASI 2 tahun seperti kakakmu Fara, bukankah itu rezeki yang tak ternilai? Bersyukurlah hanya pada Allah, Maha Pemberi Rezeki.

Bunda Jundi, Fara, Fasya
Malang, 21 Agustus 2018
Jarak kelahiran Fara dan Fasya adalah 50 menit, sebanyak waktu Fara berusaha mencari putingnya.

Jumat, 06 Juli 2018

Merawat gigi anak

Waktu masih balita saya langganan ke dokter gigi lantaran gigi saya sering sakit lantaran lubang di geraham dan caries di bagian seri. Cariesnya gak parah-parah banget sih tapi ya cukup menjadi bukti saya kurang dibiasakan gosok gigi sama ibu saya ๐Ÿ˜ช. Apalagi masa kecil saya banyak yang belikan saya coklat jadi sebenarnya apa salah saya hingga saya menderita caries gigi dan diejek orang ๐Ÿ™„.

Hahaha, pengantar yang gak penting yes. Tapi memang meski masih anak, caries gigi bagi saya memalukan, apalagi buat ibunya, jadi ketauan deh ibunya males bantu bersihkan gigi anaknya ๐Ÿ˜‚.

Saya amati beberapa orang cenderung abai terhadap masalah gigi, padahal ada kasus sakit gigi yang sampai berakibat fatal hingga kematian. Infeksi kuman di gigi yang dibiarkan bisa mengakibatkan penyebaran infeksi hingga ke otak dan berujung pada kematian. Saya sendiri bukan dokter, dan hanya pernah membaca dari tulisan seorang ibu pasien yang sempat viral. Intinya kesehatan gigi itu penting untuk dijaga.

Alhamdulilah saya memiliki 3 orang anak yang tidak mengalami caries gigi atau kalau orang Jawa bilangnya 'gigis'. Kalau dari pengamatan saya, caries bisa disebabkan karena makanan tidak segera dibersihkan. Bisa karena penggunaan dot sebelum tidur dan bisa juga setelah makan makanan manis tidak dibiasakan minum air putih.

Sebenarnya saya pun sedih ketika menjumpai banyak anak masih usia balita giginya sudah habis dimakan kuman, bahkan ada yang masih berusia 2 tahun gigi serinya sudah tinggal yang menempel di gusi. Kasian anaknya bukan? Masih kurang 4 tahun lagi dia harus bertahan mengunyah dengan gusi.

Beberapa bulan terakhir ini saya juga dipusingkan harus bolak-balik ke dokter gigi untuk merawat gigi geraham jundi. Selama ini sejak usia 2 tahunan dia sudah terbiasa sikat gigi sendiri, dan ini ternyata membawa masalah sendiri, karena maunya sikat gigi sendiri dan tidak dibantu maka sikat giginya pun tidak bersih. Hasilnya geraham kiri kanan lubang dan harus dirawat karena baru akan ganti gigi dewasa sekitar umur 9 tahun. Masak iya harus dibiarkan begitu saja? Kasian dong.

Maka kini untuk si kembar setelah gosok gigi sendiri biasanya akan saya periksa lagi, memastikan sudah tidak ada sisa makanan tertinggal. Yuk ah bu biasakan gosok gigi setelah makan atau setidaknya minum air putih agar sisa makanan tidak mengendap dan menimbulkan kuman.

Agie Botianovi
6 Juli 2018

Selasa, 22 Mei 2018

Tentang persalinan si kembar

Tentang persalinan si kembar, banyak yang penasaran dengan bagaimana prosesnya, karena tidak bisa dipungkiri kebanyakan dari kehamilan kembar berakhir dengan persalinan SC. Sejak aku tau kehamilan keduaku kembar aku juga mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk tersebut, walau aku tidak mau aku harus siap menghadapinya. Namun sejak saat itu (kehamilan 15 minggu) aku terus mencari dan belajar banyak informasi tentang persalinan normal pada kehamilan kembar, dan aku optimis bisa melahirkan normal. Tiap kali berdo'a tak lupa kusisipkan keinginan terbesarku itu, melahirkan normal dan cukup bulan (dari yang kubaca resiko lahir prematur pada janin kembar lebih tinggi).

Saat itu yang terpikir pertama kali adalah sepupuku Mbak Yoes yang pernah melahirkan normal putri kembarnya yang kini seusia denganku. Hanya selisih beberapa bulan ketika aku tau aku hamil kembar dengan sebuah perjumpaanku dengan Mbak Yoes yang bercerita tentang proses persalinannya dulu. Janin Mbak Yoes dulu posisinya 69, jadi yang keluar dulu yang kepala di bawah disusul janin kedua kaki dulu yang keluar sehingga dokter harus memasukkan tangannya untuk mengambil kepala bayi. Selain Mbak Yoes, aku juga banyak bertanya pada beberapa teman yang memiliki anak kembar (walau yang kutemui kebanyakan bersalin SC). Dari beberapa pengalaman orang lain aku jadi lebih berhati-hati pada kehamilanku, menghindari berbagai kemungkinan terburuk. Ah, kalau browsing kehamilan kembar pasti diikuti berbagai resikonya yang lebih bejubel daripada kehamilan normal. Namun bersyukur suami termasuk orang yang bisa dibilang sangat care pada kehamilanku, hingga muncul juga tulisan dia tentang bagaimana menjadi suami saat istri hamil kembar.

Selain dari orang sekitar, aku juga lebih rajin browsing tentang persalinan kembar. Alhamdulillah ketemu beberapa blog yang bercerita tentang persalinan kembarnya yang berlangsung normal. Ketika membaca cerita-cerita ibu beruntung itu aku semakin optimis bahwa janinku pun bisa kulahirkan secara normal.

Semakin optimis lagi ketika bidan Rina tempat aku rutin ANC sudah pernah membantu persalinan kembar normal. Aku dan suami memilih tenaga medis bidan sebenarnya juga sedikit mendapat pertentangan dari ibuku karena beberapa teman ibuku yang punya anak kembar hampir semua ditangani dokter. Lagi-lagi banyak orang yang berpikir tentang banyaknya resiko kehamilan kembar sehingga terlalu parno. Namun aku dan suami tetap berusaha tenang, bukan berarti kami memilih bidan sebagai tempat periksa dan melahirkan (plan A) ini dianggap sebagai ikhtiar yang kurang optimal, tidak, kami ingin memberikan yang terbaik pula untuk amanah ini. Selama kehamilan kemarin aku juga sempat ANC 2kali k dsog, itupun atas anjuran bidan Rina untuk memastikan bahwa janin yang kukandung kembar dan posisi kembar d usia 36weeks. Kami yakin bahwa tubuh secara alami pasti bisa melahirkan normal, kembar ataupun tunggal.

Dari baca-baca bahwa rata-rata kembar 2 maju 3pekan dari HPL d usia 37weeks rasanya aku sudah pengen banget segera melahirkan. Dedek juga kusounding terus biar segera launching, tapi ternyata karena belum waktunya jadi ya gak launching-launching. Aku pikir karena aku selalu berdoa agar cukup bulan (cukup bulan minimal usia 38weeks), alhamdulillah Allah menjawab doaku itu. Tapi jujur saja rasa berat, gampang capek, dan kawan-kawannya itu yang bikin cepet-cepet naruh bayi di perut (gak dibawa-bawa kemana-mana lagi). Ditambah tiap liat orang lahiran rasanya pengen cepet-cepet juga,'aku kok belum?'. Tiap hari aku jadi selalu mikir 'inikah harinya?' ' kontraksi dulu gimana ya rasanya?'. Tiap pekan periksa selalu ngarep juga kali aja langsung lahiran pas periksa, -konyol-.

Sampai di pekan 38,baby di perut belum mau launching juga (jujur sempet parno karena temen suami ada yang hamil kembar sampai 40weeks gak ada kontraksi akhirnya jadi operasi) walhasil tiap hari konsumsi nanas buat nipiskan selaput rahim -induksi alami-. Sempet pas itu juga nyesel dulu pas 34weeks ditawari suami beli birthing ball gak mau, 'eman mek kanggo diluk'. Jadilah jalan pagi yang udah jarang dilakukan mulai dilakukan lagi, ngepel lantai jongkok, dan beberapa gerakan senam hamil yang mudah. Juga nungging dengan bertumpu pada dada (ini bikin napas sesek). Beberapa kali usg posisi baby fasya melintang padahal baby farah kepala udah masuk panggul sejak 32weeks. Fasya posisinya berubah-ubah terus tiap USG. Iya, bundanya memang disuruh lebih banyak lagi tahajudnya, emang anak shalihah nih.

Jum'at, 23 Oktober 2015
Beberapa hari terakhir rasanya dia sudah menusuk-nusuk di jalan lahir hingga untuk berjalanpun harus sedikit kutahan-tahan rasa nyeri. Begitupun hari ini, seharian aku juga sudah tidak terlalu nafsu untuk makan. 'Mungkin adek pengen lahir malam ahad nih bunda' ayah nyeletuk. Hm, semoga. Aku juga sudah tidak sabar menanti kehadiran kalian, walau beberapa kali bidan Rina juga mengingatkan bahwa ntar setelah lahir itu pasti lebih repot dan capek daripada pas hamil (berat euy), apalagi masalah manajemen ASInya.

Sabtu, 24 Oktober 2015 M/11 Muharam 1437 H
dini hari sekitar pukul 03.30
Aku terbangun, rasanya ada cairan yang terus keluar dari jalan lahir. Kubangunkan suami yang tidur di kasur bawah (beberapa hari terakhir suami dan Jundi mulai tidur di kasur bawah yang baru dibeli, persiapan jika si kembar sudah lahir) memberitahunya, lalu cepat-cepat aku berusaha bangun diantar suami ke kamar mandi, cek. Ternyata cairan bercampur darah, oke ini mungkin ketuban. Minta tolong suami ambil pembalut lalu segera menghubungi bidan rina tapi -no response-, wa juga tidak ada balasan. Namun suami tetap kabari eyang Jundi yang ada di rumah sebelah dan segera telpon taxi. Adzan shubuh ayah segera sholat,tidak selang lama taxi datang, aku berangkat dengan ibuku plus keperluan ibu dan bayi. 

04.30
Kontraksi belum terlalu terasa 'hebat' dan rutin, rasanya ketuban juga sudah tidak terasa keluar, namun ternyata setelah sampai di rumah bidan Rina sambil berdiri menunggu dibukakan ketuban rasanya terus keluar hebat -deres-. Masuk langsung cek di ruang biasanya periksa, ketuban sudah pecah (bukan lagi merembes seperti anggapanku :D) bukaan 2. Pindah ke kamar inap, sambil menunggu dan menghitung kontraksi aku duduk di birthing ball biar bayi lebih cepat turun. Lalu kadang jalan-jalan di luar sambil menghitung kontraksi dibantu 2 asisten bidan rina,-bidan dira dan bidan siti (yang datang sekitar jam 6 kurang)-.

Pada fase ini aku masih sangat bisa mengendalikan rasa sakit, kontraksi malah bikin senyum, ya bentar lagi ketemu si kembar yang sudah kutunggu berbulan-bulan lamanya. Sesekali aku minum air putih, air kurma hangat -disediakan-,coklat -udah pesen suami kalo aku mau melahirkan harus sedia ini-, dan kurma. Mungkin juga karena minum terus frekuensi pipisku jadi lebih sering. Tapi aku sepenuhnya sadar bahwa aku harus berenergi banyak untuk bisa mengejan mengeluarkan si kembar.

07.00
Rasa tidak nyaman mulai ada, dipakai banyak posisi mulai gak enak. Dicek baru bukaan 3, hm brati masih harus jalan-jalan lagi. Manja ke suami mulai kumat,pipis minta dianter sambil dipapah,lalu mules BAB juga diantar,bahkan dibersihkan suami :D.

Banyak posisi dicoba untuk mencari rasa nyaman, dari tiduran miring kiri, nungging,jalan,duduk di birthing ball,dll. Mulai mengeluh rasa sakit di pinggang belakang, rasa sakit yang rasanya gak habis-habis. Bidan Dira menawarkan kompres air panas di bagian yang sakit, aku iyakan. Akhirnya pertempuran banyak dihabiskan di atas ranjang dengan posisi nungging dipegang suami. Setiap aku mengeluh sakit, ibuku langsung bilang,'memang sakit nduk,itu artinya mau keluar,gapapa,wajar,melahirkan memang sakit'.

Dalam keadaan sakit yang semakin bidan Dira lagi-lagi mmenawarkan mandi air hangat biar fresh dan rileks. Aku iyakan, ibu juga mengingatkan sebelum berangkat tadi aku belum mandi jadi ada baiknya mandi agar fresh. Sambil menunggu air hangat, kontraksi terus datang semakin kerap, rasanya tidak bisa tersenyum lagi walau beberapa kali kuusahakan.

08.30
'Sudah ingin mengejan mbak? Kalo sudah saya panggilkan bu Rina.'
'Iya mbak'
Dicek bidan Rina bukaan 8.
'Oke, pindah ke kamar bersalin ya mbak Agie'

Turun dari ranjang baru menjejak kaki di lantai dibantu suami, aku sudah mengejan karena rasanya memang ingin mengejan, 2 tetes darah kulihat jatuh di lantai. Sambil dipapah suami aku jalan pelan-pelan sambil memeluk badan dan menghirup aroma tubuhnya yang menemangkanku. Aku mencoba terus relaks dengan nafas yang kupaksa panjang.
'Ayo sayang bunda pasti bisa, mbak Yoes aja bisa' bisik suami lembut di telinga menguatkanku.

Sampai di kamar bersalin pelan-pelan aku naik ranjang yang cukup tinggi, dan aku langsung memilih posisi nungging -posisi paling nyaman menurutku.

'Mbak posisinya gak bisa gitu, ini dua lho mbak,kalo cuma 1 gapapa'

Berat kupaksa mengubah posisi. Telentang. Bidan Rina sudah duduk di ujung ranjang membetulkan posisi kakiku. Beliau juga menyempatkan memutar murrotal di hapenya sesuai requestku di birth plan.

'Turun lagi mbak, ini bokongnya masih ngangkat. Tegang pahaku gemetar. 'Rileks' batinku. Aku berusaha menarik nafas dalam, mengingat relaksasi yang diajarkan di kelas prenatal. Senyum pun mengambang di bibirku. Dalam kesakitan aku berusaha untuk tetap sadar sepenuhnya setiap yang aku lakukan. Tak lama rasa ingin mengejan itu muncul dan aku ikuti begitu saja. Tiga kali aku mengejan, rasa hangat nan nyaman itu terasa di jalan lahir. Indah.

08.50
Terdengar tangisnya pecah, perempuan (sesuai dengan prediksi USG). Lalu dia segera ditaruh di dadaku untuk IMD. Entah, rasanya tak tergambar. Bahagia yang haru.

Tali pusat masih terasa di jalan lahir, menghubungkan kakak yang sudah di luar dan adik yang masih di dalam.

Rasanya sudah tidak terasa apa-apa lagi, rasa kontraksi yang tadi terasa tidak akan berakhir sudah enyah jauh entah kemana. Perutku berasa sudah enteng tidak berisi walau masih ada 1 bayi lagi di dalam sana.

Sambil IMD tubuhku gemetar, infus dipasang, pemasangan pun tidak langsung ketemu yang pas, sakitnya jarum sudah tidak ada apa-apanya lagi. Kopi dibuatkan untukku, beberapa kali dikucurkan dengan sendok teh ke mulutku agar aku tetap sadar. Pun oksigen, melalui selang langsung ditaruh di lubang hidungku oleh suami yang terus mendampingi di sampingku. Aku hanya bisa memeluk Fara di dadaku sambil mendo'a.

Oksitoksin disuntikkan di pangkal pahaku dan juga di kantong infus (bahasa umumnya drip atau diinduksi) agar segera terjadi kontraksi kedua. Berbarengan dengan baby Fara akhirnya mengulum putingku (satu rasa yang kurindukan seperti saat menyusui Jundi dulu, lega) dan bidan Dira membantu merangsang puting kontraksi itu datang. Ah si kembar, dari kecil sudah saling membantu.

09.40
Aku mengejan,hanya sekali dua lalu hangat yang nikmat itu lagi-lagi terasa. Nampak dari posisiku bidan Rina menyedot sesuatu dengan selang yang entah. Lalu tangis itu pecah, perempuan lagi.

Dari cerita suami dan ibuku yang bisa langsung melihat, saat kantong baby Fasya sudah terlihat bidan Rina berusaha memecahnya namun tak juga pecah, akhirnya saat kaki dan setengah tubuh keluar kantong berhasil dipecah dan kepala langsung terdorong keluar begitu saja oleh air ketuban. Setelah itu baru disedot cairan dari mulut, lalu menangis, alhamdulillah.

Diapun ditaruh di dada kiriku. Takut keduanya jatuh aku meminta tolong untuk dipegangkan sampai IMD selesai. 

Time for plasenta aku mengejan sekitar 2-3kali. Entahlah dulu sepertinya waktu Jundi aku tidak mengejan untuk mengeluarkannya, apa mungkin karena kondisiku yang setengah kesadaran karena kesakitan? 

Plasenta mereka cuma 1, artinya mereka kembar identik dari 1 telur dan sperma yang sama. Hm, waktu hamil aku sempat takut ini, karena takut tertukar :D. Tapi ternyata meski identik wajah mereka berbeda, walau kadang terlihat sama XD.

ditulis nyicil dari 6 November-14 Desember 2015 dengan mencuri-curi waktu mengurusi 2 bayi dan 1 balita

dari seorang bunda 3 anak yang berusaha memberikan yang terbaik 
  

Selasa, 28 Maret 2017

Menyusui

Di sudut sana seorang ibu dengan ASI mengucur deras hingga baju yang dipakainya kuyup memilih memberi anaknya susu botol karena bayinya masih belajar mengulum puting ibu dengan benar, lalu si ibu menyerah dan memilih susu botol ketika lelah mengajari bayinya. Dan pada akhirnya si bayi hanya merasakan air susu ibunya di 1 bulan pertama kehidupannya. 😢
.
Di sudut lain ternyata ada ibu yang sudah berencana tak menyusui bayinya sejak awal kehamilannya karena khawatir kendor dan kawan-kawannya. Padahal bu, penyebab awal kendor itu hamilnya, bukan menyusuinya 😢.
.
Lalu kulihat lagi di sudut lain ada ibu baru dengan ASI yang belum juga keluar berusaha mati-matian dengan penuh keyakinan mengajari bayinya mengulum puting dengan benar agar terangsang dengan baik dan ASI keluar. Ibu ini udah hampir stres memikirkan jika ASInya tak juga mengcover kebutuhan bayinya, lalu dengan sangat berat menyedokkan cairan susu formula ke mulut bayinya yang menangis lapar. Tapi dia tak juga menyerah, dia bertanya kesana kemari konsultasi ke konselor laktasi agar dia bisa memberikan cairan emas untuk bayinya. Ah betapa dia ingin menyusui tapi kondisi tak selaras dengan keinginan hati.
.
Ah, betapa ironi, ketika ada ibu yang diberi ASI melimpah justru disia-siakan, namun di sudut lain ada ibu yang ingin sekali menyusui bayinya tapi oleh Allah belum diberikan sesuai kebutuhan bayi. Namun pasti selalu ada hikmah di balik apa yang sudah Allah berikan.
.
Ah yuk deh terus belajar, apapun hasil akhirnya yang terpenting adalah usahanya. 😊💪
.
Bunda jundi 28 maret 2017
1 rajab 1438

Selasa, 23 Agustus 2016

MENYUSUI BAYI KEMBAR

*MENYUSUI BAYI KEMBAR*(1)

Hari ini sudah begitu banyak beredar tips-tips menyusui bayi kembar. Tapi saya sebagai ibu dengan bayi kembar ingin sedikit sharing tentang pengalaman saya menyusui bayi kembar.

Meskipun ini adalah kali kedua saya menyusui, tapi seperti baru saja belajar menyusui, karena manajemen cara menyusui, waktu, dan yang lain berbeda dengan bayi tunggal.

Dari awal IMD saja sudah cukup ribet, kiri kanan pegang 2 bayi yang masih mungil sekali. Waktu itu saya sampai minta tolong keduanya dipegangi, karena memang pas si kakak IMD sendirian lalu menemukan sendiri puting kanan baru terasa kontraksi kedua, tanda si adek mau lahir (jarak lahir mereka 50 menit). Dalam kondisi gemetar kala itu saya takut memegang 2 bayi bersamaan untuk IMD. Alhasil setelah plasenta dan jahitan beres IMD disudahi meski si adek belum sampai menemukan puting.

Alhamdulillah ASI saya langsung keluar meski sangat sedikit sekali. Dan saat bayi bangun-bangun minta menyusu saya sudah lebih tenang daripada saat menyusui pertama kali anak pertama. Alhamdulillah seringnya bangun gantian di awal, jadi tidak harus posisi tandem.

Stres mulai muncul saat saya sudah pulang ke rumah dan menghadapi 2 bayi yang menangia bersamaan minta menyusu.

*bersambung*
Yang nulis laper

*MENYUSUI BAYI KEMBAR*  (2)

Di awal-awal punya bayi kembar kalau nangis bareng minta menyusu saya akan menyusui salah satu dan satu lagi digendong ayah/eyang. Memang tidak diberi ASIP karena belum bisa nyetok #alesan.

Namun malam hari pertama di rumah kala itu bagi saya drama yang terus terngiang sampai sekarang. Jadi saya hanya bertiga di kamar, saya dan 2 bayi umur 2 hari. Si ayah nemeni mas Jundi tidur di kamar lain. Tengah malam pecah tangis keduanya bersamaan, saya cek popok kering, jadi mereka butuh susu. Saya susuilah 1 bayi yang nangisnya lebih keras sambil manggil-manggil pelan ayah yang ada di kamar depan. Namun rasanya sampai suara saya habis buat teriak si ayah gak denger. Saya samperi baru bangun. Yah,dia kecapekan riwa riwi kesana kemari.

Lalu digendonglah 1 bayi, begitu yang saya susui sudah lepas baru saya susui yang ada di gendongan ayah. Yah intinya kalau anak kembar begadangnya berdua, gak sendirian nyusui, hihi.

Hari-hari berikutnya berjalan begitu saja, tanpa ASIP saya menyusui langsung keduanya. Namun yang saya rasakan berbeda dengan saat menyusui anak pertama, kali ini di hari-hari awal PD saya tidak bengkak penuh ASI, biasa saja tapi tetap keluar. Saya harus tetap keras kepala 'memaksa' mereka menyusu meski air susu belum deras.

Pada suatu waktu saya pernah mengalami bayi menyusu tapi tetap menangis tidak puas, saya tahu waktu itu PD memang terasa benar-benar kosong dan bayi tidak puas karena barangkali hanya keluar rembesan hindmilk yang tidak menuntaskan dahaganya. Saya kuatkan hati sambil terus sugesti diri sendiri, lancar lancar lancar. Dan alhamdulillah saya bisa melewatinya dengan kepercayaan diri.

Sebenarnya saya sudah yakin bahwa produksi ASI akan mengikuti kebutuhan bayi, tapi yang bikin saya baper justru kunjungan ibu-ibu 'sok teu' yang bilang 'harus dibantu sufor, kasian bayinya gak cukup'. Rasanya cuma bisa ngempet dan balas senyum, hah! Dan, saya pun ngalami baby blues, nangis-nangis gak jelas tanpa sebab. Kadang juga tambah muales banget kalau ada penjenguk apalagi yang kurang tau diri, brrrr, waktu itu sensi tingkat tinggi. Jadi seperti PMS lah, haha.

*bersambung lagi*
kebangun dini hari

*MENYUSUI BAYI KEMBAR* (3)

Uye, menyusui bayi baik itu tunggal atau kembar memang harus dengan keras kepala dan mental baja. Apalah saya tanpa dukungan orang sekitar terutama suami dan ibu saya sendiri yang setiap hari bertemu. Alhamdulillah keduanya sangat support saya untuk give only ASI.

Tentang posisi menyusui tandem, di bulan pertama posisinya yg kiri adalah cradle hold (posisi standar menyusui baby nb) sedang yang kanan posisi football hold (kepala bayi ditopang dengan tangan kanan ibu sedang badan bayi ada di samping kanan badan ibu). Jadi kasarnya kaki ketemu kepala. Awal-awal saya harus dibantu 'menata' posisi ini agar bayi-bayi nyaman menyusu. Bahkan yg posisi football hold harus dibantu gendong, tapi lama-lama bisa menyesuaikan sendiri pakai ganjel bantal untuk menopang tubuh bayi yang masih mini dan belum bisa menyangga kepalanya sendiri.

Saat tandem gini, jangan ditanya bagaimana saya, keringat bercucuran namun untuk mengusap saja tidak bisa. Kadang merasa sendiri 😢.

Beberapa waktu kadang juga lama tidak lagi tandem, 'ditelateni' gantian. Gantian ini bayi lebih nyaman menyusu, apalagi saya 😅. Namun ternyata menyusui bayi kembar lebih baik dilakukan dengan posisi tandem, karena sinyal ke otak akan merespon agar ASI disediakan untuk 2 bayi 😩. It's hard to be me.

Namun lama-lama dijalani akan bertemu juga dengan kenyamanannya sendiri. Kalau sekarang mau tandem gampang aja, anak udah bisa duduk,jadi biasanya posisi football hold dua-duanya, kepala ketemu kepala. Kalau pengen tiduran saya tinggal berbaring lalu keduanya nemplok senyamannya. Walau kalau tiduran ya tetep paling nyaman posisi lying down, tapi cuma 1 bayi yang terpegang. Untuk si kembar baru lahir udah saya ajak posisi lying down, beda dengan masnya yang usia 1 bulan baru berani. Dan ternyata ada temen yang bayi 3 bulan baru berani, gak istirahat blas brati 😅. Karena posisi tidur ibu bisa rebahan merem 😂.

Lanjut kapan-kapan lagi lah bahas bb bayi. Laper banget habis belajar di MUB a.k.a manajemen uang bisnis. Sukses migrein dengan laporan laba rugi dan arus kas 🙄.

Met dini hari.

Bunda Jundi, 23 agustus 2016 01.31
*ditulis nyicil sampai 3 tahap :D

Selasa, 01 Maret 2016

KBM (Kenaikan Berat Minimal)

Buat busui yang memberi bayinya hanya ASI tentu pernah dong kepikiran,'ASIku cukup gak ya?'. Saya yang sekarang menyusui 2 bayi 1 bulan pertama juga sempat kepikiran seperti itu, apalagi banyak sekali penjenguk yang nanya,'Susunya pasti dibantu kan?' Hmm...entahlah, mungkin memang umumnya bayi kembar dibantu disusui sufor. Tapi alhamdulillah sampai my twins usia 4 bulan ini belum setetes pun sufor masuk ke perut mereka, hehe #lebay.

Salah satu indikator kecukupan ASI adalah berat badan bayi naik sesuai usianya (Indikator lain yang saya tahu dan ingat bayi buang air kecil min 6 kali sehari). Berapa gram minimal kenaikan bb berbeda tiap bulannya (ini ada di KMS a.k.a Kartu Menuju Sehat yang warna warni hijau kuning itu).

Untuk bayi berusia 1 bulan, bb minimal naik 800 gram, saya pun sempet baper karena qadarullah si kembar masing-masing hanya naik 500 gram saja, mana si kembar bblr lagi, hiks hiks. Tapi alhamdulillah bidan yang membantu proses persalinan si kembar dulu mensupport saya untuk rutin minum air rebusan kacang hijau agar ASI lebih berkualitas, dan lagi si ayah dan eyang selalu mendukung dengan ucapan yang kurang lebih isinya, 'Udah gak usah mikir timbangan, penting mereka sehat' dan semakin saya kadang curcol nyrempet masalah timbangan paksu tambah bilang, 'Udah gak usah ditimbang aja lain kali' huhu.

Si kembar saat usia 1minggu masing-masing turun 100 gram, 3 minggu bb naik 500gram, lalu di usia pas 1 bulan ternyata cuma naik 100gram, selang 2 pekan ke posyandu ternyata pancet, gimana gak baper coba? Tapi aku tetep bertekad sekuat baja untuk ngASI ekslusif si kembar, sari kacang hijau dirutinkan, gak sempat bikin beli yang kemasan, selalu nyetok buat cadangan, begitupun kurma jadi cemilan, dan satu lagi gak boleh telat minum dan makan.

Kalo hanya melihat dari BAK, tentu bisa dibilang ASIku sangat cukup, tapi kalo dari bb? Hmm...inget juga kata teman angka 500 gram di bulan pertama adalah minimal, di bawahnya bisa disebut gagal tumbuh, hiks.

Hingga sampai juga obrolanku dengan seorang teman dumay (kopdar baru 2 kali) yang dia punya anak kembar juga. Kalo kata dokter anaknya, sebaiknya menyusui kembar dilakukan dengan tandem, karena respon otak jika kedua PD dirangsang bersamaan otak akan berpikir bahwa ASI harus tersedia untuk 2 orang (pantesan pompa yang langsung kiri kanan bisa dapat banyak ya,hihi). Oke, ini yang selama ini sering saya hindari, karena jujur menggendong 2 bayi bersamaan untuk menyusu itu bukan hal mudah, karena sering bikin kedua tangan cekot-cekot dan gejala tidak bisa garuk upil, XD.
Jadilah semenjak itu saya mulai rajin tandem kalo pas nangis barengan, kadang dibantu suami kadang sendiri 💪🏻. Saya tidak lagi kepikiran dengan bb bayi saya, yang penting saya happy dan everything is okay. Hingga sampailah waktu posyandu bulan itu, usia mereka kala itu sekitar 2 bulan 10 hari, dan tara...Fasya naik 1,2 kg dan Fara naik 1 kg. Seneng? Ya pastilah, alhamdulillah, dan saya pikir justru inilah booster ASI saya yang bikin ASI saya makin jos, alhamdulillah masyaAllah.

Bulan berikutnya alhamdulillah Fasya naik 800 gram dan Fara 1,3 kg, hihi. Makin berat aja gendongannya, dan yang paling penting di atas KBM, hihi.

Mungkin yang baca tulisan saya ini bakal batin saya lebay ya, apalagi yang gak punya anak kembar, hehe :v . Tapi saya sampai sekarang selalu ingat kata seorang teman komunitas di Malang yang punya anak kembar juga, 'Hanya sesama mamak kembar yang tahu bagaimana rasanya punya anak kembar'.

Panjang juga ya celoteh saya, met malam.
29 februari 2016

Jumat, 26 Februari 2016

LDR Let Down Reflex a.k.a semburan ASI

Busui pasti pernah mengalami ini, yg saya tahu LDR itu adalah kondisi dimana ASI mengucur dengan derasnya dg rangsangan atau bahkan ada yang tanpa rangsangan apapun (isapan bayi atau pumping). Biasanya kondisi LDR tercapai apabila hormon oksitoksin lagi tinggi-tingginya (lagi bahagia or rileks maksimal :D ).

Pada saat menyusui atau pumping LDR rata2 terjadi 2-3menit setelah dirangsang, kalo saya menandai dengan nafas anak saya yg mulai memburu cepat dan suara tegukannya yg keras. Kalo waktu pumping ditandai dg g usah ngayuh udah netes2 sendiri (sy pake pompa manual).

Biasanya LDR jg bisa terjadi misal pas PD kanan disusu PD kiri tiba-tiba LDR sendiri tanpa dirangsang (itu gunanya breastpad :D ). Tapi ada juga kondisi tanpa rangsangan bisa netes2 sendiri, kalo saya seringnya pas kondisi penuh tp gak segera disusu atau pas lagi rileks, tau2 breastpad udah basah semua sampek k baju2. Pernah juga beberapa kali pas mandi tetiba kerasa anget netes2, yak ternyata LDR, mungkin pas sy lg rileks menikmati mandi kali ya (me time #katanya) hihihi.

Ada juga kiat2 agar LDR saat pumping dan sedang jauh dr anak (biasanya ibu2 pekerja), bisa dg melihat rekaman video si kecil, melihat fotonya, atau mencium baju si kecil yg baru dipakai.

Yah itulah LDR, so LDR g melulu ttg hubungan jarak jauh ya.
*lanturan pagi
26 februari 2016

Senin, 15 Februari 2016

Tentang ruam popok

Agaknya masalah ruam popok menjadi masalah yang umum terjadi di jaman serba pospak dan clodi sekarang ini. Ruam terjadi akibat kulit bayi terlalu lama berinteraksi dengan popok kotor, bisa jadi popok sudah penuh tidak segera diganti atau popok kotor kena pup tapi gak ketauan ibunya akibatnya telat diganti.

Normalnya untuk penggunaan clodi or pospak maksimal 4 jam harus segera diganti agar tidak sampai terjadi ruam, lagian kasian si kecil berat bawa cairannya :D . Tapi sayang dalam prakteknya banyak sekali saya temui penggantian pospak hanya saat BAB dan saat mandi, pengen menghemat mungkin ya si ibu, hemat yang gak bikin repot. Karena kalo memang pengen hemat ya pake clodi atau popok kain yang jauh lebih sehat daripada pospak.

Saya sendiri bukan wonderful mom yang bisa survive only dengan popok kain, saya masih mengkombinasi antara pospak,clodi,dan popok kain tradisional. Yeah, saya sendiri sadar bahwa popok kain tradisional lah yang paling ramah dan baik untuk bayi, tapi kenyataan berkata lain katika kehamilan kedua saya ternyata kembar #alesan. Prakteknya memang gak mudah jika full popok kain sedang saya sendiri non ART atau babysitter. Pernah awal-awal saya kekeh pakein popok kain untuk twin #ambisi orang perfeksionis, dan apa yang terjadi? Pernah waktu nyusui si A ternyata si B nangis minta ganti popok, so, can you imagine how must i do? Berbekal 1 tangan yang free saya ganti popok si B, oke, untuk melepas fine, lulus, tapi pas mau makein yang bersih o em ji i couldn't, angel nali tangan siji T_T. Sejak saat itu saya jadi manut kata suami agar pakein clodi atau pospak siang hari (awal-awal lahir cuma dipakein pas bobok malam). Setidaknya pilihan ini juga membantu kerjaan suami yang memang kerjanya di rumah, karena kalo pas nangis bareng gara-gara popok basah suami pun harus ikut turun tangan. Argumen ini pun didukung seorang teman, "Agie, jangankan kamu yang 2 bayi, aku aja yang 1 bayi gak sanggup full popok kain" aih....

Kangmasnya kembar si akang Jundi alhamdulillah dulu full popok kain sampai usia entah (1 tahun kurang kayaknya) tapi siang doang, kalo malem or keluar-keluar pake clodi or pospak :D. Kalo si kembar cuma bertahan sekitar 1 bulan doang full popok kain, no worries :) #menghibur diri. Si kembar sekarang seringnya pake clodi allday,tapi kalo clodi habis (belum kering musim hujan T_T) pospak pilihan terakhir,kalo deket-deket waktu mandi pup, kupakein popok tradisional. Yang penting tetep harus sering ganti untuk pemakaian clodi dan pospak. Pernah kemarin mbahnya kembar pas lagi nginep di rumah, jam 11an kuganti popok mereka, si mbah malah nanya 'habis BAB ya?'. Hm...barangkali memang kebanyakan orang ganti popok babynya cuma pas BAB dan mandi kali ya jadi tanyanya gitu.

Ada lagi pertanyaan dari teman yang ngunjungi kembar 'pake popok kain?' 'salah ya?' batinku 'kalo anakku bayi procot udah langsung pospak' *senyumin aje. Emang sih keliatan gak praktis bener ya gue jadi mom, but popok kain bagiku tetep yang paling sehat, *walau gak bisa praktek full* T_T. Di samping itu saya pribadi ngeri bayangin gunung sampah pospak tiap harinya. Bayangkan kalo semua ibu mikir pake pospak doang? Sampah di sungai-sungai udah bikin muak pemandangannya, belum lagi pospak kalo dibuang di air jadi melembung. Kadang gak habis pikir juga dengan orang-orang yang masih percaya mitos kalau buang pospak bayi harus di sungai gak di tempat sampah karena ntar bakal dibakar, grrrr. Bikin anaknya ntar kepanasan blentong-blentong di sekitar kemaluan x_x. Fyi, anakku g pernah rewel atau kenapa-kenapa pospaknya dibuang di tempat sampah :) .

Maaf-maaf jadi melebar kemana-mana, maklum lah ibu-ibu yang katanya 20.000 kata per hari :D . Balik ke ruam popok, seingat saya dulu mas Jundi pernah sekali pas masih bayi banget kena ruam, dan inget kukasih cream diaper rash punyanya pige*n alhamdulillah cepet pulih. Dan kemarin si Fara baru kena ruam juga yang lumayan parah sampai keluar 'mruntus-mruntus' dan keliatan merah banget, kasian liatnya. Cari yang merk pige*n gak nemu akhirnya dibelikan yang cuss*n sama ayahnya, tapi sayang sampai 3 hari pemakaian gak kemajuan buat ruamnya, jadilah cari lagi ke apotek. Di apotek disarankan daktar*n diaper rash yang mihil kalo dibandingkan dengan 2 cream yang sebelumnya saya bahas, kecil banget lagi #peritungan. Ditelateni kurleb 2hari alhamdulillah kulitnya udah kembali normal. Lega dan janji gak bakal kelamaan gak ganti popok lagi, nyesel udah bikin kulit dia jadi gitu walau dia gak pernah ekspresi kesakitan sih. Kemarin emang aku sempet drop hingga malem lupa gak ganti popok Fara padahal dia BAB malem-malem x_x . Pelajarannya, seorang ibu itu harus bisa menjaga kondisi diri sendiri karena jika ibu sakit anak-anak yang jadi korbannya. Kuat kuat kuat, bismillah semua untuk ridho Allah

Yuk jaga baby dari ruam...

15 februari 2016
22.32
Rekor nulis ini cuma dalam sehari,biasae nyambung berhari-hari *teringat beberapa tulisan mangkrak belum selesai T_T

Rabu, 23 Desember 2015

Cantik setelah melahirkan

Beberapa waktu lalu tentu banyak yang sudah baca tentang hebohnya Kate Middleton yang 10 jam pasca persalinan keluar rumah sakit dengan dandanan cantik lengkap dengan highheelsnya. Iya, highheels saudara-saudara. Saya aja yang gak dalam kondisi baru melahirkan gak bisa pake, apalagi baru melahirkan? Usut punya usut si Kate ini pasca melahirkan langsung ada penata rambut,perias,dan kawan-kawannya yang datang ke rumah sakit. Tapi bukan itu juga sebenarnya sebab penampilan cantiknya pasca melahirkan, karena ternyata Kate melahirkan secara gentle, dengan nyaman dan minim intervensi medis. Anggapan habis melahirkan harus penampilan kayak robot kesakitan pun patah. #senyum

Bagi yang belum buktikan sendiri tentu gak akan percaya kalau usai melahirkan pun bisa langsung berjalan cantik bak model di catwalk #ecieee, sapa juga yang model. Hahaha, gak jelas. Anggapan masyarakat umumnya yang namanya baru melahirkan itu jalannya pelan-pelan pake jarit rapet biar singset, pun wajah berantakan, kumel karena habis berjuang. Hm, dan saya sudah mematahkan anggapan itu.

Saya sendiri merasakan efek yang begitu berbeda antara persalinan Jundi dan persalinan si kembar. Kalo dulu Jundi gentlebirth nya setengah-setengah karena memang belum kenal istilah itu dan paham. Kalo si kembar alhamdulillah sudah kenal walau dalam prakteknya gak bener-bener gentle dalam menikmati rasa sakit :D . Tapi meski begitu efeknya luar biasa :) .

Sebenarnya apa sih gentlebirth? Kalo dari pengertian secara bahasa sih arti mudahnya melahirkan secara lembut, iya lembut, truly with love. Karena cinta itu lembut. Jadi melahirkan pun dilalui dengan sadar sepenuhnya dengan cara yang nyaman dan indah. Itu sih yang saya pahami ya, karena pengertiannya bisa luas juga kemana mana. Yang jelas melahirkan, jihadnya kaum wanita ini dilalui dengan ikhlas, sadar sepenuhnya, dan penuh senyum :) :) :) .

Karena dengan senyum ikhlas dan penuh kesadaran maka hormon oksitoksin pun meningkat. Hormon ini adalah hormon yang memicu kontraksi rahim agar bayi segera lahir, makanya induksi persalinan (sering juga disebut drip) pun salah satu caranya (yang saya tahu) adalah menyuntikkan oksitoksin ke tubuh ibu. Hormon ini terkenal juga dengan istilah hormon kebahagiaan,hormon cinta. Makanya hormon ini meningkat saat kita bahagia, dan juga saat bercinta. Hormon ini yang juga berperan untuk memicu lancarnya ASI. Makanya kalo stres dikit aja ASI seret, karena hormon oksitoksinnya terhambat.

Nah kembali lagi, jika kita melahirkan dengan nyaman, ikhlas, lembut dan sadar sepenuhnya, maka tubuh akan kebanjiran hormon cinta itu, yang nikmatnya melebihi orgasme. Bahkan sampai si kembar yang sudah berumur 2 bulan sekarang masih terasa sekali hangat yang memelukku saat itu. Rasanya ingin segera mengulang moment indah itu, yah semoga dikasih lagi kalo si kembar udah usia SD lah, hehe.

Kalo diingat-ingat, kadang aku merasa apakah aku berlebihan dalam mengekspresikan rasa sakit? Ah tapi ternyata kata bidan Dira yang mendampingi aku pun masih senyum saat sudah bukaan sempurna dan mau mengejan. Haha, brati setidaknya sedikit-sedikit aku bisalah mengendalikan rasa sakit dan melalui proses persalinan dengan nyaman dn penuh kesadaran, XD.

Nah, ternyata efek kebanjiran hormon cinta ini luar biasa lho buat pemulihan pasca melahirkan. Sama-sama meninggalkan jahitan, pas Jundi dulu aku agak lebih berhati-hati dalam berjalan, kalo sekarang kagak, jalan santai gitu aja nyaman banget, bahkan ada juga yang komen pas jenguk, "Kok kayak nyaman banget sih mbak? Kayak gak habis melahirkan, jalannya udah kayak orang gak baru melahirkan" haha. Ada yang salah?

Dan yang bikin gue pengen ketawa ngakak guling-guling, setelah jenguk ada yang pm "Agie pake kosmetik apa sih kok jadi gak ada jerawatnya gitu? Keliatan bersih". Then, ada lagi "Menurutku dan mbak X anti jadi tambah bersih deh wajahnya, gak lagi pake perawatan khusus kan?" hahaha. Cuma bisa senyum-senyum doang, apalagi orang yang paling kuharapkan berulang kali semenjak aku melahirkan bilang aku tambah cantik setelah punya 3 anak. Tentu tahu dong siapa dia. Gak ada lagi selain suami, seseorang yang diharapkan seorang istri memuji. Gak ada lagi selain kepada suami kecantikan itu ditunjukkan. Entah itu hanya rayuan gombal atau apalah untuk suamiku yang gak suka ngrayu. Bahkan sekuntum bunga aja setelah 4,5 tahun pernikahan tidak pernah kudapatkan, XD.

Ato paling-paling ibuku sendiri yang bilang aku cantik, sapa lagi? But, dari sini aku juga jadi teringat artikel tentang hebatnya pelukan dan ciuman saban hari yang bikin seorang istri makin cantik alami. Lagi-lagi hormon oksitoksin. So, buat yang mau melahirkan keep calm dan gentle yap, because if you're nervous your adrenaline will be increase. Tau kan kalo adrenalin itu lawannya oksitoksin? Kalo adrenalin udah naik oksitoksin pasti bakal turun deh, dan rasa sakit dkk melahirkan malah akan lebih-lebih. Mantep wes.

Intinya, bukan cantik karena proses melahirkan itu sendiri, tapi bagaimana sebuah proses melahirkan tidak menimbulkan trauma, baik untuk ibu atau anak. Karena semua tentu tahu, trauma pada bayi akan menimbulkan efek psikologis yang mendarah daging hingga dewasa. Bagaimana sebuah proses melahirkan dan menyusui akan berpengaruh ke kehidupan mereka kelak. :)

Dari seorang ibu yang gak berhenti kagum akan kebesaran Allah SWT
23-26 desember 2015
Semoga bermanfaat :)

Senin, 14 Desember 2015

Persalinan, sebuah perjalanan

Setelah proses persalinan selesai, sambil IMD ternyata aku tetap berurusan dengan jahit menjahit,auw auw. Untuk kali ini aku jahitan 3, setelah di persalinan sebelumnya aku jahitan 9 (bukan jahitan, tapi obras :D ). Menurut bidan Rina waktu baby Fara lahir tidak ada sobekan, tapi begitu baby Fasya lahir terjadi juga sobekannya walau secara ukuran baby Fasya lebih kecil (Fara 2,5 kg, Fasya 2,3 kg) tapi karena lahir kaki dulu, sobek juga deh. Sebelum dijahit tentu dibius dulu jadi gak kerasa apapun, tetiba selesai aja.

IMD baby Fasya memang tidak sampai ketemu mulut dengan puting seperti Fara, karena aku juga sudah kelelahan. Dan lagi memegang dua bayi sekaligus juga bukan hal mudah walau dibantu. Mereka berdua cantik, dan sentuhan skin to skin membuat aku semakin jatuh hati pada mereka berdua.

Infusku belum juga habis, maka aku harus menunggu sejenak hingga habis baru bangun untuk bersih diri. Sementara aku tetap di ranjang bersalin, dua bayi cantik dibawa ke ruang sebelah untuk dipotong tali pusatnya dan dimandikan. Tidak seperti Jundi yang langsung dipotong, kembar cantik ditunda pemotongan tali pusatnya hingga darah berhenti berdenyut. Tentang delay clamping ini yang kutahu fungsinya agar nutrisi dari plasenta tuntas tersalur ke bayi, dan lagi memang terbukti mencegah kuning pada bayi. Alhamdulillah memang terlihat bedanya, si kembar walau bblr di usia 1 pekan waktu periksa sudah tidak kuning. Selain memang harus rajin dijemur pagi dan ASI yang cukup.

Menunggu sendiri di ruang yang tertutup dan tak ada seorang pun tetiba air mataku meleleh. Begitu mudahnya prosesku melahirkan kembar membuatku benar-benar takut ini justru istidraj. Amalan apa yang sudah kulakukan? Do'a mana yang sudah khusyuk kupanjatkan? Aku takut begitu banyak kemudahan justru membuatku lena tak bersyukur dan tak lagi mendo'a, memperbanyak amalan. Ya Allah ampunilah dosaku, istighfar banyak-banyak kurapalkan, dan air mata tak terbendung menganak sungai beberapa waktu.

Persalinan. Bukan hanya sebuah proses perjalanan dari alam rahim ke alam dunia, tapi ini justru sebuah proses perjalanan spiritual, sebuah jihad yang akan banyak merubah diri. Melahirkan kembali sosok ibu baru yang padanya terbeban satu amanah berat, mendidik anak.

Dirampungkan 28 desember 2015
22.36
Dari seorang ibu yang fakir amal
Malang, kota dengan banyak wisata hingga hari ini macet dimana mana.

Jumat, 09 Oktober 2015

[Tentang Kehamilan] Persalinan

Persalinan janin dari alam rahim ke alam dunia. Proses ini tentu sebuah proses yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua ibu hamil. Ibu hamil itu termasuk aku, aku yang saat ini sedang berbadan tiga di usia kehamilan 36 minggu. Aku tak menyebut berbadan dua, karena dari hasil pemeriksaan insyaallah anak yang kukandung kembar 2.

Terdengar menggembirakan ketika akan ada 2 bayi yg akan lahir dari 1 rahim dalam sekali waktu. Tapi ingat juga kawan, kembar itu resikonya lebih tinggi daripada hamil tunggal. Aku paham itu, sangat paham. Namun aku yakin Allah memberikan sesuatu sesuai kemampuan hambaNya. Dengan kehamilan ini aku sedang berusaha mengoptimalkan diri untuk berdo'a dan memberdayakan diri agar amanah ini bisa aku emban seoptimal yang aku mampu.
 
Kehamilan ini adalah kehamilan yang berbeda dengan kehamilan pertamaku dulu yang cenderung tidak banyak belajar karena sibuk skripsi (alesan). Alhamdulillah aku dipertemukan dengan orang-orang yang menguasai ilmu gentle birth, atau belum bisa dibilang menguasai tapi sedang mempelajari, setidaknya tidak ada kata berhenti untuk belajar bukan? Beberapa teman baik itu teman SMA atau teman kuliah, atau teman-teman dumai yang belum pernah ketemu menarikku untuk semakin belajar tentang gentle birth. Dan akhirnya aku pun dipertemukan dengan bidan Rina, praktisi gentle birth yang ada di Malang.
 
Tak banyak yang tahu tentang apa itu gentle birth, begitupun aku, dulu. Sekarang juga ga paham banget sih, tapi sedikit-sedikit tahu lah. Intinya sih kalo dari asal kata ya melahirkan dengan lembut. Eh begimane coba melahirkan dengan lembut? Padahal kan dimana mana yang namanya melahirkan itu ya sakit, jerit-jerit, dan lain-lain yang image nya udah kagak enak aja.
 
Nah, di bidan Rina ada yang namanya kelas prenatal, di kelas ini jadi bisa sedikit banyak belajar juga tentang gentle birth. Bagaimana mengelola rasa sakit, merelaksasi diri, hingga menyambut bayi dengan penuh senyum. Intinya gak ada yang namanya trauma, baik itu untuk Ibu dan bayi. Dan satu hal yang penting bahwa melahirkan itu salah satu ladang jihad buat wanita, lalu mengapa kita tidak menyambutnya dengan senyum? Kalo kata bidan rina 'ntar malaikatnya bingung nyatet amalannya, ini ikhlas gak njalaninnya?' karena kembali lagi semua ibadah ujungnya satu, ikhlas karena Allah.
 
Kelas ini menurutku wajib diikuti oleh semua bumil dan suami atau pendamping persalinan (misal Ibu/calon nenek). Kalo aku sih ikutnya dengan suami, karena bagaimanapun ada apa-apa yang duluan ya suami, bukan Ibu, walau ntar mungkin juga seperti pas melahirkan Jundi sih, didampingi suami dan Ibu.
 
Pertanyaan polosku saat ikut kelas adalah....gimana rasanya kontraksi? Walau pernah melahirkan sekarang aku seperti lupa bagaimana rasanya, mungkin karena dulu aku tidak menikmatinya ya, lebih fokus pada rasa sakitnya sampek lupa semua. Jawab bidan Rina ya kontraksi memang tidak bisa digambarkan bagaimana rasanya, tapi nanti juga pasti tahu sendiri gimana rasanya :). Aku menunggu rasa itu datang pada waktunya, setidaknya 1 pekan lagi saat usia kandunganku sudah 37weeks. Ah bagaimana nikmatnya kadang aku tak sabar menunggu, tapi biarlah waktu yang menjawab agar bayiku sudah cukup matang segalanya dan hadir dalam kondisi sehat semua, aamiin.
 
Ingatanku jadi melayang ke kisah persalinanku sekitar 3 tahun lalu, aku berusaha mengingat-ingat bagaimana dulu proses aku melahirkan Jundi. Waktu itu 20 Juni 2012, 4 hari sebelum HPL (HPL tanggal 24 Juni 2015). Malamnya aku sudah sounding terus ke perut kalo Bunda pengen cepet ketemu, memeluk, dll. Susah tidur juga sih pas itu,udah kayak berat banget di tubuh. Jadi sambil nunggu merep mulut terus sounding walau suami udah jauh ke alam mimpi. Paginya aku jalan-jalan pagi dengan suami seperti rutinitas beberapa bulan terakhir (walau tidak setiap hari tapi intensitasnya cukup sering). Alhamdulillah punya suami yang kerjanya di rumah aja, jadi bisa all out all time, hehe. 

Usai jalan-jalan (yang cukup jauh) kami pulang dan bersih diri. Lha kok jam 8an aku ke kamar mandi buat buang air kecil nemu bercak darah di celana dalam. Ok, it's time. Capcus aku dan suami didampingi Ibu juga pergi ke bidan desa deket rumah Ibuku (beberapa hari terakhir ngungsi ke rumah Ibuku karena memang rencana bersalin di dekat rumah Ibu). Bidannya ternyata lagi dinas di puskesmas so rencana melahirkan langsung pindah ke puskesmas dekat rumah Ibuku -yang beberapa kali aku juga ANC disana-.

Puskesmas DAU, disanalah akhirnya aku melahirkan pertama kali. Waktu itu sekitar jam 08.30 karena sudah ada bercak aku di VT dan ternyata masih bukaan 1. Sama bidan yang periksa disuruh pulang dulu nunggu kontraksi lebih intens dan bukaan nambah. Di rumah menunggu sampai kontraksi terasa lebih sering, hingga sekitar jam 11.30 timbul bercak darah lagi dan kami kembali ke puskesmas. Bukaan 3. Kata bidannya kalo udah bukaan 3 tiap nambah bukaan berlangsung 1 jam, jadi perkiraan baru lahir sekitar habis isya'. Jujur saja waktu itu rasanya udah gak berhenti-berhenti rasa sakitnya. Semua posisi kucoba, dari tidur miring sampai nungging, dan nungging ternyata posisi paling pw. Bolak balik juga ke kamar mandi, rasanya kayak orang pingin BAB mulu tapi gak keluar sama sekali. Hingga sekitar pukul 2 aku merasa ingin BAB saat aku nungging, dan ternyata malah ketuban pecah padahal beberapa menit sebelumnya dicek masih bukaan 5. Setelah ketuban pecah diperiksa lagi ternyata sudah bukaan sempurna, alhamdullillah.

Perjuangan itu baru dimulai disini, saat tenaga rasanya sudah mulai habis karena sebelumnya makan sudah tidak selera. Dan baru aku tahu setelah aku mengikuti kelas prenatal bahwa saat menjelang melahirkan pencernaan menurun kerjanya hingga 70%. Oleh karena itu makanan yang dianjurkan dikonsumsi untuk menambah energy adalah yang manis-manis seperti kurma, coklat, dan kawan-kawannya. Jujur saja aku sudah tidak terlalu ingat bagaimana detail persalinan pertamaku dulu (inilah efek nulisnya baru sekarang setelah 3 tahun berlalu). Yang kuingat aku harus beberapa kali berusaha mengejan sambil dipandu oleh bidan dan para mahasiswa kebidanan yang sedang praktek di sana. Hingga pada satu ejanan kepala Jundi sudah keluar separo aku hampir menyerah, “Bentar,aku gak kuat”. Lalu asupan teh manis hangat terus diberikan. Dan aku boleh mulai mengejan hanya ketika kontraksi terasa. Entah berapa kali aku mengejan hingga akhirnya hangat terasa melewati vagina. Jundi telah lahir,seketika kudengar tangisnya, lalu plasenta keluar dan aku berurusan dengan jahit menjahit. Yap, kelahiran Jundi menyisakan 9 jahitan, selain karena cukup besar (3,2kg) juga karena posisiku meneran sambil memegang kedua paha,bokong diangkat bisa membuat robekan. Rasa sakitnya tak terasa, dibius, tau-tau sudah selesai. Bidan praktek yang membantu seketika langsung bertanya, 'mau hamil lagi mbak?' Dengan tegas kujawab 'ya' rasa sakit sudah hilang dan terlupa, berganti bahagia dengan hadirnya tangis baru di keluarga kecilku.  

Finally finish. Ditulis sejak hamil kedua menginjak sekitar 36w dan baru selesai setelah kedua bayi berusia 14day. InsyaAllah segera ditulis juga tentang delivery twin baby.

Malang,6 november 2015
Dari seorang ibu yang selalu ingin belajar memberikan yang terbaik untuk buah hatinya.

Rabu, 11 Desember 2013

Di saat Jundi sakit

Bagiku memiliki anak itu sama seperti belajar memaknai cinta. Cinta ibu pada anak yang tak terhingga. Cinta ini terasa begitu berbeda, rasa ingin selalu melindungi dan segalanya. Sungguh, rasa ini tidak akan dirasakan oleh orang yang belum pernah menjadi ibu. Bukannya aku tidak menghargai cinta-cinta wanita yang tidak dikaruniai anak, tapi sungguh, cinta ini benar-benar berbeda.

Suatu saat di kala aku masih hamil dulu, tertayanglah sebuah video tentang perkembangan sebuah janin hingga janin tersebut menjadi bayi yang dilahirkan. Aku menontonnya dengan suamiku, dan aku menangis tersedu-sedu, entahlah. Melihat perkembangan sebuah janin hingga menjadi bayi dengan ketidakberdayaannya membuat hati ini terenyuh, bagaimana dengan Jundi? Rasanya diri ini tak rela mengeluarkannya dari rahimku. Bagaimana aku tega membiarkan belahan jiwaku berjuang sendiri untuk sebuah kehidupan?

Tapi begitulah hidup, hidup ini memang perjuangan yang sulit, bahkan untuk bayi yang baru terlahir. Di dalam rahim bayi tak perlu khawatir akan kekurangan segala sesuatu, semua akan terpenuhi melalui sebuah plasenta yang membawa gizi-gizi yang diperlukan untuk bertumbuh. Tapi saat bayi terlahir, semua sistematika itu otomatis berubah, menjadi sebuah perjuangan untuk memperoleh sebuah nutrisi yang diperlukan tubuhnya.

Bahkan mulai sejak bayi pertama menghirup udara dunia bayi sudah diajarkan  bagaimanakah arti sebuah perjuangan. Tahukah? Menyusu pada ibu adalah sebuah perjuangan yang berat. Yang sudah pernah memiliki anak pasti tahu hal itu. Bagaimanakah susahnya mengulum sebuah puting yang rasa-rasanya posisinya susah sekali untuk pas. Mencari dan terus mencari. Maka untuk orang tua yang menyerah akan memberikan pada bayinya susu formula, begitu praktis tanpa perjuangan yang terlampau sulit. Padahal secara tidak langsung susu formula mengajarkan pada bayi, 'tanpa perjuangan kamu tetap bisa mendapatkan apa yang kamu butuhkan'.

Buat yang sudah sedikit banyak belajar tentang ASI tentu sudah tahu bagaimanakah perbedaan mekanisme kerja puting dan dot. Keduanya sungguh berbeda. Jika puting perlu dikulum beberapa kali hingga air susu keluar darinya maka dot tidak bekerja seperti itu, tanpa dikulum berulang-ulangpun dot akan memancarkan susu yang ada di dalamnya, sungguh tidak butuh perjuangan. Maka saat ini begitu banyak bayi yang mengalami gejala bingung puting. Kadang pakai dot kadang langsung puting. Kebanyakan terjadi pada ibu-ibu yang bekerja, ASI diperah, lalu saat ibu bekerja bayi diberi ASI dengan dot. Maka sekarang banyak alternatif pemberian ASI selain melalui dot, walau ada juga dot anti bingung puting.

Tentu sudah banyak yang tahu, bayi ASI memiliki sistem imun yang jauh lebih baik jika dibandingkan bayi sufor. ASI bagiku bagaikan perlindungan penuh terhadap bayi terhadap semua serangan penyakit, apalagi jika bayi selalu bersama ibu. Semua kondisi yang dialami bayi otomatis juga dialami ibu. Entahlah,ini hanya pemikiran dangkalku saja.

Tapi ini pengalamanku yang membuatku menarik kesimpulan dangkal sendiri. Sejak jundi lahir hingga berusia 11 bulan jundi sama sekali tidak pernah sakit walaupun itu hanya demam. Di usia tersebutlah pertama kali dalam hidup jundi mengalami yang namanya sakit, demam dkk.

Kala itu kami baru pulang dari pasuruan,kebetulan dapat tempat duduk yang dekat pintu. Jadilah angin berhembus kencang menerpa mas jundi,walau sudah kudekap tetap saja,dia tdk memakai selimut, hanya jaket.Pulangnya dia demam,masuk angin.Tapi waktu itu berbarengan dengan growth spurt nya jundi. Suatu masa dimana anak mau bertambah keahlian atau bertumbuh (seperti tumbuh gigi). Biasanya di fase ini anak memang butuh gizi lebih banyak, maka biasanya mereka lebih sering menyusu. Namun karena usianya sudah bukan lagi full ASI, ASI saja sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan tubuhnya. Maka makanpun harus dicukupkan sehingga kebutuhan untuk bertumbuh mencukupi.

Permasalahannya, jika grow spurth itu adalah saat tumbuh gigi, efek sampingnya susah makan. Jadilah asupan yang masuk ke dalam tubuh kurang, lalu sakit. Tubuh yang lemah itu semakin lemah, Sebagai ibu tentu ingin sakit itu dia saja yang merasakan. Rintihan anak yang mengeluhkan sakit (apalagi belum bisa mengeluhkan dengan verbal apa yang dirasakan) itu sungguh membuat hati semakin pilu….hiks4x…

Alhamdulillah masa itu sudah terlewati,sekarang mas Jundi sudah sehat dan pertumbuhannya lumayan pesat (terlihat dari berat badan yang naik terus tiap bulan). Alhamdulillah,,,


Mulai nulis ini bulan September pas Jundi sakit, terus lama ngambang begitu saja di laptop, dan Alhamdulillah hari ini dengan agak memaksa finish agar bisa dibagi dengan orang lain. Semoga bermanfaat :)
September-Desember 2013

Sabtu, 13 April 2013

Dan aku memilih clodi untuk kesehatan Jundi



Seperti bayi yang baru lahir pada umumnya, bayi Jundi juga memakai popok kain tradisional. Bagi sebagian besar orang tentu popok jenis ini sangat ribet. Pertama, tiap kali si kecil pipis harus mengganti. Yang kedua cucian banyak, karena bayi yang baru lahir intensitas buang air kecilnya sangat sering. Tak hanya buang air kecilnya, buang air besarnya pun bisa jadi sangat sering (khusus untuk bayi ASIX karena sifat ASI sebagai pencahar). Keribetan yang kedua ini tentu membuat capek si Ayah, terutama jika harus mencuci banyak popok dengan pup yang lengket di atasnya. Dari awal kelahiran Jundi hingga sekarang (Jundi usia 9m23d) urusan cuci mencuci popok menjadi urusan ayah.

Rabu, 31 Oktober 2012

Menyusui juga perlu update ilmu!



Memberikan apa yang terbaik untuk anak tentu semua ada ilmunya, tidak terkecuali ilmu tentang menyusui atau memberikan ASI. Kemarin aku sempat membaca data bahwa di daerah industry prosentase bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif angkanya sangat rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar Ibu di daerah tersebut bekerja sebagai buruh pabrik, sehingga tidak ada waktu untuk menyusui secara ekslusif.

Suatu kali aku pernah bertemu dengan saudara dari suami yang juga memiliki anak yang 2 bulan lebih tua dari anakku. Entahlah, sekarang ketika melihat anak bayi hal pertama yang aku tanyakan pada Ibunya adalah mengenai ASI, apakah diberi ASI atau sufor? Jawaban yang aku dapat, ASI tapi dibantu dengan sufor. Dan tahukah apa alasan yang aku dapat? Si Ibu harus bekerja di siang hari, dan sudah menjadi peraturan di tempat kerjanya bahwa pegawai tidak boleh pulang walau sedang istirahat. Setelah kuinterview (cieh…bahasanya berat) ternyata saat di kantor si Ibu harus

Kamis, 25 Oktober 2012

Episode mempersaudarakan Jundi



Awalnya aku tak pernah terpikir untuk mepersaudarakan bayiku, terbesit pun tidak. Sama sekali bayangan aku menyusui bayi orang lain tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kisah ini berawal dari misiku ingin menyusui Jundi secara ekslusif. Setiap hari sehabis shubuh peralatan memompa telah siap untuk memerah ASIku agar cukup ketika Jundi kutinggalkan. Awalnya memang berat, namun lama-lama ternyata dengan rutin memompa tiap shubuh membuat produksi ASIku semakin melimpah, Alhamdulillah.

Di komunitas yang aku ikuti di twitter –AyahASI-, memang pernah membahas bahwa pada jam 2-5 pagi hormon oksitoksin yang memicu produksi ASI sedang tinggi-tingginya, sehingga jika kita memompa pada jam-jam tersebut maka ASIP yang didapat akan melimpah. Ditambah lagi dengan kebiasaan menyusui Jundi dengan posisi tidur membuat PD sebelah yang tidak disusu menjadi mengeras karena terlalu penuh. PD yang penuh inilah tiap selesai sholat shubuh kuperah untuk Jundi. Tentunya setelah ritual membacakan ma’tsurat dan tilwah di dekat Jundi tertidur pulas.

Senin, 22 Oktober 2012

Tentang ASI ekslusif



Mengenai ASI ekslusif, saat ini rupanya Ibu-ibu banyak yang kurang peduli. ASI ekslusif bermakna bahwa asupan yang diberikan kepada bayi hanyalah ASI, tidak ada yang lain, tidak sufor dan tidak pula yang lain. Menurut anjuran WHO, ASI ekslusif diberikan pada bayi hingga usia 6 bulan. Setelah itu bayi baru bisa diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Data di AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) yang membuatku memelototkan mata adalah bahwa di Indonesia Ibu yang memberikan ASInya secara ekslusif kepada bayinya hanya sekitar 15,6%. Sedangkan di propinsiku sendiri, Jawa Timur, hanya sekitar 10,5% bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif. Kesadaran akan pentingnya ASI di Indonesia memang menyedihkan, padahal ASI itu “hak” anak yang harus diberikan ibu. Bayi yang baru lahir memang belum bisa menuntut haknya sendiri, sehingga banyak orang tua justru mengabaikan kewajibannya untuk memberikan ASI kepada anaknya secara ekslusif.