Sabtu, 22 September 2018

Ayahku Kutu Buku (?)

Sosok ayah bagiku adalah sosok yang teramat samar. Bagaimana aku bisa mengenal dia, sedang bayang wajahnya saja tak pernah hinggap di mataku, bau tubuhnya pun tak pernah kuingat terindera hidungku. Ah, ayah bagiku adalah bayang abu-abu di kegelapan malam.

Aku mengenal sosoknya hanya dari cerita orang, dari foto-foto yang terekam, serta dari barang peninggalannya. Dia menyukai fotografi, musik, dan buku. Betapa banyak hasil fotonya, kaset musik hingga buku di lemari rumahku dulu. Kabar dari eyangku, pangkal hidungnya sampai bengkok terkena kacamata yang selalu dia kenakan saat membaca buku. Ah ayah, betapa rindu ini samar, seperti hujan yang merindukan awan, sesuatu yang menyebabkannya ada.

Aku akan selalu mengingat masa kecilku, membaca buku-buku tulisan S.H Mintardja yang meski terkadang sulit kumengerti coba kupaham-pahamkan. Cerita-cerita bersambung yang kupikir di jaman ini sudah jarang ada yang membaca. Kisah-kisah kolosal yang sering membuat otak kecilku sejenak merenungkan apakah sebenarnya yang dimaksudkan penulis. Ah ayah tapi aku belum membaca semua bukumu ketika tukang loak akhirnya mengangkatnya dari rumahku.

Tapi aku terkesan ayah, bahkan aku masih ingat kisah tentang Jlitheng yang menemukan mata air di antara 3 pohon yang saling melilit, bukankah itu indah? Ayah apakah kau ingin mengajakku berpetualang melalui buku? Melalui kisah berjilid-jilid tentang Arya Manggada dengan kudanya?



Ayah, benarkah kau kutu buku seperti kata eyang?

Agie Botianovi Sugiharto
22 September 2018

1 komentar: