Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Januari 2022

Malam Tahun Baru

Baru malam ini aku terbangun tepat tengah malam saat tahun baru. Akibat baru saja renovasi rumah menjadi dua lantai, dan renovasi sebenarnya belum selesai. Aku tidur di lantai dua yang masih beratap genteng tanpa plafon. Alhasil suara kembang api yang menghentak-hentak membangunkanku dan bayiku.



Benar-benar baru malam ini aku menyadari gegap gempitanya orang-orang menyambut tahun baru. Suara kembang api yang bersahut-sahutan itu seperti tidak ada ujungnya, dari tempat yang terdengar dekat hingga yang jauh.

00.25

Suara-suara yang menghentak itu terus terdengar seperti tidak akan usai. Bayiku berulang kali refleks kaget dan kembali memelukku sambil menyusu. Kubelai rambutnya yang masih tipis, "Sabar, ya, Nak. Astaghfirullah."

Benar-benar baru kali ini aku ingin bertanya, budaya apakah ini? Tahun-tahun yang lalu aku selalu tidur lelap sepanjang malam tahun baru, karena mungkin kondisi rumah lantai satu dan ada plafon.

Seperti inikah kondisi di Palestina sana saat tiap malam suara bom bersahutan membangunkan tidur bayi-bayi. Jika di sana suara bom menimbulkan trauma, mengapa di sini orang-orang justru berlomba membuat kegaduhan?

Kepo, berapa, ya, harga satu buah kembang api itu? Jika malam ini ada ribuan kembang api, berapa juta uang terbakar sia-sia demi kesenangan sesaat. Ah, aku tidak pantas jika mengomentari mereka yang membelanjakan uangnya untuk membeli kembang api di malam tahun baru. Toh, sedekahku barangkali belum sebanyak sedekah mereka. Aku masih terlalu pelit mengeluarkan uang untuk bersedekah.

Namun, apakah semakin banyak kembang api yang diledakkan, akan semakin banyak pula keberkahan di tahun yang baru? Seperti petasan di tahun baru Cina yang konon terbakar habisnya petasan menandakan pertanda baik untuk satu tahun ke depan. Begitu jugakah dengan kembang api?

Tiga puluh satu tahun aku hidup, dan baru tahun ini aku menyadari gegap gempitanya malam tahun baru. Suara kembang bertalu-talu seakan tak berkesudahan. Kemana aja aku sampai baru sadar?

Ditulis tepat 1 Januari 2022

Tengah malam saat suara kembang api di luar menghentakkan tidur.

Disempurnakan 2 Januari 2022


Senin, 06 April 2020

My Dhuha

Dhuha, salah satu waktu yang utama dimana Allah bersumpah atasnya. Dhuha hadir di saat manusia memulai aktivitas rutinnya hari itu. Maka memulai hari dengan shalat dhuha tentu akan menjadi pembuka kebaikan-kebaikan di hari itu.

Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa 2 rakaat shalat dhuha bisa menjadi pengganti sedekah setiap sendi tubuh kita. Dhuha memang shalat sunnah tapi memiliki banyak sekali keutamaan. Lalu mengapa saya dan suami memutuskan memberi nama anak keempat dengan nama Dhuha?

Ya, tentu semua menduga karena lahir di waktu dhuha. Memang betul, anak keempat kami lahir di saat awal waktu memasuki dhuha.

Berawal dari celetukan ibu yang turut mendampingi persalinan agar menamakan anak kami dengan nama fajar karena lahir pagi hari. Saya pun langsung menimpali kalau ini udah masuk dhuha, bukan fajar lagi. Dan begitulah akhirnya saya dan suami pun sepakat menamainya dhuha.

Harapan kami, putra kami ini bisa menjadi ahlu dhuha yang selalu menjaga shalat dhuhanya sepanjang hidupnya kelak. Adnan Dhuha Abdillah, hamba Allah penenang hati yang hadir di waktu dhuha. Adnan bisa diartikan surga tapi bisa juga diartikan penenang hati. Dipanggil apa saja dari namanya semoga nama tersebut bisa menjadi do'a kebaikan untuk pemilik nama.

Bunda Jundi
diselesaikan 6 April 2020

Sabtu, 04 April 2020

Popok Kain

Lama nggak bahas beginian akhirnya bahas lagi karena emang sekarang kerjaan saya tiap hari berkutat di perpopokan, XD. Yes, tentu merawat bayi 1,5 bulan masih sangat erat hubungannya dengan masalah popok. Tapi, kenapa saya kasih judul popok kain?

Bagi sebagian orang mungkin terlihat aneh ketika tahu saya -orang tua milenial- masih memberikan popok kain ke anaknya. Dimana jamannya sekarang udah jamannya serba praktis, popok sekali pakai umum digunakan semua orang, tapi kok mau-maunya saya tetep makein popok kain ke anak?

Buat saya, memastikan kecukupan ASI itu penting karena bisa dilihat dari seberapa sering anak buang air kecil dalam sehari. Yang kedua, menurut yang saya tau popok kain lebih sehat daripada pospak. Dan yang ketiga popok kain lebih ramah lingkungan, tidak menambah gunungan sampah popok yang berjuta tahun baru bisa terurai, hiks.

Memang sih agak dilematis, popok kain sedikit lebih repot daripada ketika memakaikan bayi full pospak. Maka seperti ketiga anak sebelumnya saya pun memakaikan clodi sebagai pengganti pospak. Tapi tetep, pemakaian clodi sendiri kalau saya tidak langsung dari baru lahir, kalau baru lahir sampai usia yang agak besar saya masih memakaikan popok tali sepanjang hari dan clodi atau pospak hanya untuk malam hati. Lalu apakah itu clodi?

Ternyata masih banyak yang tidak paham tentang seluk beluk clodi. Ketika saya posting tentang clodi pasti banyak pertanyaan seputar pemakaian clodi dan perawatannya. Clodi sendiri adalah singkatan dari cloth diaper, popok kain, yang menurut istilah adalah popok kain yang bisa menyerap beberapa kali buang air bayi seperti pospak, bedanya bisa dipakai berulang kali.

Penjelasan lebih lanjut tentang pengalaman saya berclodi sepertinya bisa dilanjut di tulisan berikutnya, hehe.

Salam
Bunda Jundi
4 April 2020
Menjadi ibu itu yang penting happy ^^

Jumat, 03 April 2020

PTS di Rumah

Pengalaman pertama buat saya bisa menemani anak ujian dari rumah. Ya, dengan adanya wabah covid19 saat ini telah memberi banyak sekali pengalaman baru bagi saya termasuk menemani anak menghadapi Penilaian Tengah Semester.

Dengan segala keterbatasan pembelajaran online, selama hampir 3 pekan ini pembelajaran hingga ujian dilangsungkan online dari rumah. Tiap pagi bertemankan hp untuk memfoto, merekam, atau memvideo setiap tugas anak yang sudah diberikan gurunya. Ah, pasti ini pun tak mudah untuk gurunya. Membayangkan tiap hari seorang guru harus menerima banyak sekali video, foto, dan audio untuk kemudian direkap nilainya. Sudah pasti butuh tambahan kuota juga agar semua tugas bisa terkoreksi dengan baik. Belum lagi jika ternyata lembar jawaban siswa yang difoto agak blur, pasti gurunya juga kesulitan mengoreksi.

Menemani anak PTS di rumah membuat saya berasa menjadi pengawas ujian anak sendiri. Di sinilah ujian kejujuran itu, jujur saja kadang ada rasa gatel ingin memberitahu anak ketika jawabannya salah, tapi saya tetap berusaha untuk diam tidak memberitahu sama sekali jika jawaban dia salah. Meski dari rumah, jam ujian dilakukan secara serentak, jadi anak tetap mandi dan sarapan seperti saat harus berangkat ke sekolah.

Namun ujian lain adalah banyaknya distraksi dari adik-adik yang belum sekolah. Karena anak saya baru satu yang sekolah, jadilah anak-anak yang lain beberapa kali mencari perhatian dan mengganggu proses ujian kakaknya. Yah, emak kudu sabar menghadapi ini, seperti halnya harus bersabar untuk tetap di rumah dan hanya keluar ketika benar-benar perlu. Semoga wabah covid19 ini segera mereda.

Bunda Jundi
diselesaikan 3 April 2020

Senin, 30 Maret 2020

Buah Hati Keempat

Salah satu hal yang tidak mungkin dilupakan seorang ibu adalah proses persalinan buah hatinya. Begitu juga denganku. Baru beberapa waktu yang lalu aku melahirkan anak keempat. Sebenarnya ini adalah persalinan ketiga, karena persalinan kedua melahirkan bayi kembar.

Entahlah, meski sudah kali ketiga, persalinan ini menurutku justru persalinan paling panjang dan menguras air mata. Rasanya proses persalinan kemarin tidak berujung, lama sekali. Namun setelah melewatinya aku pun memahami mengapa prosesnya terasa begitu menyakitkan, sangat berbeda dengan persalinan sebelumnya yang relatif singkat.

Anak pertama prosesnya cukup cepat, setengah dua belas bukaan tiga, setengah tiga sudah lahir. Persalinan kedua juga relatif cepat, lima pagi bukaan dua, sembilan pagi sudah lahir. Kupikir persalinan ketiga juga akan lebih cepat dari dua persalinan sebelumnya. Kata orang, semakin sering bersalin akan semakin mudah. Namun ternyata aku salah. Persalinan ketigaku justru menjadi persalinan paling lama yang pernah kualami.

Jika dua persalinan sebelumnya adanya bloody show menjadi penanda adanya pembukaan, maka persalinan kali ini tidak berlaku seperti itu. Sabtu pagi darah itu telah keluar dari jalan lahir, aku pun optimis bayi akan lahir hari itu juga seperti sebelumnya. Namun ternyata aku salah. Hingga siang hari bercak darah terus keluar, tapi kontraksi yang ritmis belum juga terasa. Ah, mengapa tak seperti persalinanku sebelumnya?

Ibu yang mengkhawatirkan kondisiku langsung mengajak ke bidan untuk diperiksa, sama sekali belum ada pembukaan. Aku pun kecewa, mengapa berbeda? Kami pun kembali pulang, menemui anak pertama yang sedang kurang sehat, juga meredakan rindu pada anak kedua dan ketiga.

Hingga malam, kontraksi mulai datang tapi belum intens, sedang instruksi bidan agar ke klinik ketika kontraksi sudah rutin lima menit sekali. Ah, rasanya aku tak sabar menunggu.

Aku terus saja berjalan mondar mandir di dalam rumah agar kontraksi lebih intens. Menanti setiap gelombang cinta yang merambat lamat ke seluruh raga. Kuhitungi setiap sinyal itu datang. Ah, jaraknya masih jauh, belum teratur lima menit sekali.

Kondisi yang semakin malam membuatku terintimidasi, ditambah pertanyaan suami dan ibu yang memperjelas keputusanku, "Berangkat sekarang?"

Lima belas menit sekali, akhirnya kuputuskan untuk menjawab iya. Suami mengkhawatirkan jalanan macet di akhir pekan ditambah persalinan sebelumnya yang berlangsung cepat.

Ah, ditambah perjalanan yang memakan waktu setengah jam lebih bisa jadi sampai klinik kontraksi sudah lima menit sekali, begitu harapanku.

Sekitar pukul sembilan malam sampailah di klinik bidan tempatku selama ini memeriksakan kehamilan. Di perjalanan aku hanya sempat merasakan sekali kontraksi yang cukup kuat. Ah, apakah lagi-lagi belum ada pembukaan?

Di ruang periksa salah seorang bidan melakukan cek dalam di jalan lahir, bukaan satu. Alhamdulilah sudah pembukaan, walau lagi-lagi aku masih harus menunggu.
Malam itu aku, suami, dan ibu bermalam di sana, di sebuah kamar inap yang masih kosong. Dua kamar lain telah terisi pasien yang baru melahirkan pagi tadi.

Berharap penambahan pembukaan berlangsung cepat, aku duduk di birthing ball yang disediakan di kamar. Bismillah tak lama lagi aku akan menyambut kehadirannya. Bidan baru akan cek lagi setelah empat jam atau ketika aku merasakan sakit yang teramat dan keinginan mengejan datang.

Hingga pukul sepuluh, kontraksi masih jarang datang. Aku pun masih bisa menikmati lalapan ayam yang baru saja dibelikan suami di depan gang klinik. Obrolan masih mengalir ringan dengan suami dan ibu.

Menjelang sebelas malam, kantuk mulai menyerang. Kucoba untuk merebah dan menutup mata. Sejenak saja, gelombang cinta itu datang. Mencoba mengambil nafas panjang tapi rasa tak nyaman itu tetap ada. Aku pun berdiri, mengalihkan rasa dengan berpegangan tembok. Sayang rasa tak nyaman itu tak juga pergi.

Kubangunkan suami, berharap pelukannya bisa mengurangi rasa tak nyaman ini. Namun rasa itu semakin mendera, terasa bagai setruman listrik yang menyengat kuat terutama di pinggang. Aku meminta suami mengusapnya tapi rasa itu tak juga mereda. Lagi, latihan nafas panjang yang sudah dipelajari coba kupraktekkan. Sesaat kemudian rasa itu enyah. Aku pun memilih duduk di birthing ball lagi, suami kuminta istirahat.

Tak lama rasa kantuk itu kembali datang, aku coba merebah lagi ke arah kiri, berharap bisa mempercepat pembukaan. Kadang ada rasa mulas ingin buang air besar, aku pun pergi ke kamar mandi, berharap hajatku bisa tuntas sebelum aku melahirkan. Namun ternyata hanya air seni yang bisa keluar.

Siklus itu berlangsung berkali-kali, entah berapa kali aku tidur, kontraksi, bangun, membangunkan suami, duduk birthing ball, ke kamar mandi.

Ah, mengapa ketuban juga belum juga pecah. Aku berharap ketubanku pecah agar pembukaan cepat sempurna seperti persalinan sebelumnya.

Pukul satu dini hari aku mencoba merebah, ngantuk sekali rasanya. Di luar terdengar ada pasien baru masuk lagi, ibu keluar mencoba membangunkan bidan yang istirahat. Setelah ibu masuk ruangan lagi ibu bercerita kalau pasien yang baru masuk akan melahirkan anak ketujuh.

Ah, jangan-jangan temanku, karena ada teman dengan usia kandungan hampir sama akan melahirkan anak ketujuh. Aku pun bilang suami, lalu suami keluar untuk memastikan. Ternyata benar.

Tak lama temanku masuk ke kamar, dia tidak mendapat kamar karena hanya tersedia tiga kamar inap yang sudah penuh. Dia menempati ruang periksa bidan.

Kelelahan, aku menyambutnya dengan tidur sambil menahan rasa sakit. Ah, temanku ini tentunya sudah lebih strong karena pengalaman ketujuh. Dia baru saja dicek sudah pembukaan empat, sedang aku baru pembukaan tiga. Ah, jujur saja aku terintimidasi, mengapa pembukaanku bertambah sangat lambat?

Menjelang subuh, gelombang cinta itu datang semakin kuat dan intens, aku akhirnya dibawa ke kamar bersalin, pembukaan baru lima walau rasanya sudah tidak tertahankan lagi.

Setelah dicek dalam, ada rasa tak nyaman, aku izin turun dari dipan. Ada rasa ingin mengejan datang, ternyata ketuban keluar bercucuran. Ah, semoga kali ini lengkap seperti anak pertama dulu, setelah pecah ketuban langsung lengkap.
Lagi-lagi aku harus menelan kecewa, pembukaan tetap di lima.

Istighfar banyak-banyak kubisikkan dari bibir yang seolah kebas menahan rasa sakit. Apakah ini balasan atas kesombonganku selama ini karena telah melalui dua persalinan yang mudah? Lalu dengan percaya diri aku memastikan persalinan kali ini juga pasti mudah. Allah, ampunilah keangkuhanku, karena sesungguhnya kemudahan itu semata datangnya dari-Mu.

Aku menangis menelan rasa sakit, memperbanyak istighfar mengingat dosa-dosa. Aku berbisik ke suami agar dia memaafkan segala kesalahanku.

Adzan subuh telah berkumandang tapi si dia masih malu-malu bergelung di rahimku. Baik suami, ibu, dan dua bidan bergantian melaksanakan shalat subuh. Kondisiku sudah entah, duduk di birthing ball dan mencoba menggunakan peanut ball semua tak lagi mampu mengalihkan rasa tak nyaman. Berkali-kali aku ingin mengejan tapi belum diperkenankan karena bukaan belum sempurna.

"Sayang, jangan dulu, energinya dihemat." Suami lagi-lagi dengan sabar mengingatkan. Berkali-kali dia menguatkan.

Beberapa kali dicek bukaan masih di tujuh, lalu delapan, lalu sembilan, aku semakin tak tahan ingin mengejan. Sedang di ruang sebelah temanku sudah selesai melahirkan bayi ketujuhnya dengan selamat. Aku semakin ingin segera menyelesaikan ujianku kali ini.

Aku terus memaksa mengejan untuk mengurangi rasa tak nyaman, namun terus saja diminta menahan dulu hingga bidan senior pemilik klinik pun datang.

Tanpa ba-bi-bu beliau langsung memanduku tak peduli bukaanku yg katanya belum sempurna. Melihat posisi bayi, aku disarankan mengejan dengan posisi miring, tapi aku sudah tidak kuat lagi untuk mengubah posisi yang terlanjur terasa nyaman.

Air mataku berderai, berkali-kali saat keinginan mengejan itu datang aku berusaha sekuat tenaga mendorong. Bahkan di jalan lahir Bu bidan mengusap dengan air hangat. Beberapa kali pula saat aku mengejan keluar pula hajat yang ada di belakang, terasa dari tisu yang beberapa kali dioleskan untuk membersihkan. Ah, baru kali ini aku separah ini.

"Astaghfirullah, astaghfirullah," air mata ini terus menetes merasakan tenaga yang rasanya sudah terkuras habis.

"Makan kurma ya buat energi."

Aku menggeleng. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku harus segera menyelesaikan fase ini.

Entah sudah berapa kali aku harus mengejan, rasanya sudah belasan kali. Di jalan lahir rasanya sudah mengganjal kepala bayi mendesak-desak. Kenapa rasa hangat menenangkan itu tak juga datang?

Tawaran minum akhirnya kuiyakan, tenggorokanku terasa kering beberapa kali mengejan.

"Bismillah ya Allah, bismillah." Aku meracau sambil menangis.

Lagi-lagi kupaksa mengejan, entah keberapa kalinya hingga tepat pukul 06.18 lahirlah penyejuk mata keempatku, laki-laki kedua.

Dia langsung ditaruh di dadaku untuk IMD.

"Pantes Mbak Agie persalinan lama, jadi barusan yang keluar dahinya dulu, dongak. Apalagi dia pake safe belt plasenta."

Masyaallah, berawal dari perut gantung bekas hamil kembar ternyata menyisakan persalinan yang sangat lama dan menyakitkan.

Tubuhku pun bergetar hebat.

"Diinfus ya biar gak gemetar."

Beberapa kali dicari pembuluh untuk infus tidak ketemu, akhirnya aku diminta menenangkan diriku agar tidak bergetar dan tidak perlu diinfus.

Istighfar dan basmalah yang terus kuucap, lambat laun tubuhku pun dapat kukendalikan.

"Mau sarapan apa Mbak Agie?" Bidan menawari.

Ah rasanya sudah tidak nafsu makan apapun, lemas. Aku menggeleng, "Terserah Mbak, belum nafsu makan apapun."

Allah, ampuni dosaku.

Diselesaikan 27 Maret 2020
Adnan Dhuha Abdillah lahir tepat di 40 minggu usia kehamilan, 16 Februari 2020

Senin, 17 Juni 2019

16 Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh untuk Ibu Hamil

Kebetulan tadi pagi menemukan sebuah survey dalam bahasa Inggris tentang makanan yang boleh dan tidak boleh untuk dikonsumsi ibu hamil. Beberapa jawaban saya ternyata salah, tidak sesuai dengan faktanya, hihi. Dari situ saya pun jadi ingin menulis apa yang saya dapat tadi, beberapa hal yang sebelumnya saya tidak tahu.



1. Daging mentah
No. Daging mentah mengandung bakteri yang bisa membahayakan ibu dan janin, jadi kalau makan daging harus yang matang sempurna.

2. Ikan mentah
No. Selain mengandung bakteri parasit jika tidak dimasak matang sempurna, ikan juga bisa mengandung logam berat yang berbahaya untuk kandungan.

3. Seafood mentah
No. Seafood pun harus dimasak dengan matang sempurna.

4. Produk kedelai
Dibatasi. Produk kedelai sebenarnya aman untuk ibu hamil, tapi harus tetap dihindari untuk kedelai yang gennya sudah termodifikasi.

5. Telur mentah atau setengah matang
No. Telur mentah atau setengah matang bisa membawa bakteri salmonella, jadi harus dimasak hingga benar-benar matang.

6. Buah jeruk
Yes. Buah jeruk bagus untuk kehamilan karena mengandung vitamin C dan asam folat yang sangat baik untuk perkembangan janin.

7. Jamur-jamuran
Dengan hati-hati. Jamur kancing, jamur tiram adalah pilihan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi ibu hamil (sebenarnya ada jenis jamur lain tapi saya jarang menemukannya di Indonesia 😅 : honey mushroom dan butter-foot boletes). Sebaiknya juga dimasak matang sempurna.

8. Madu
Yes. Makanan yang alami dan sehat untuk ibu hamil. Sangat aman untuk beberapa kondisi, kecuali memang memiliki alergi madu.

9. Bawang putih
Yes. Konsumsi bawang putih dalam jumlah kecil sangat aman dan memiliki banyak manfaat.

10. Jahe
Dengan hati-hati. Jahe bisa mengurangi gejala keracunan, tapi sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedikit. Apalagi jika sudah mendekati HPL, sebaiknya sama sekali tidak mengkonsumsi jahe karena kandungannya yang bisa menurunkan darah bisa mengakibatkan hematoma di pasca persalinan.

11. Gula pengganti
Tergantung jenis gula pengganti. Menurut U.S. Food and Drug Administration aspartam, sukralosa, dan stevia aman untuk ibu hamil. Namun bagaimanapun penggunaan pemanis buatan kurang baik untuk kesehatan.

12. Kacang
Yes. Kacang baik untuk kesehatan janin, meski jika memiliki alergi tetap harus dihindari.

13. Keju
Tergantung jenis keju. Keju yang lembut yang terbuat dari susu mentah sebaiknya dihindari karena bisa mengandung bakteri yang kurang baik. Sedang keju keras atau yang terbuat dari susu pasteurisasi aman.

14. Kecambah mentah
No. Sebaiknya mengkonsumsi kecambah yang matang sempurna, karena kecambah mentah bisa jadi kurang bersih dalam mencuci.

15. Salad
No. Kecuali membuat sendiri dan memastikan semua dibuat dari bahan-bahan yang dimasak matang

16. Es krim
Yes. Karena es krim dibuat dari susu dan telur yang sudah dimasak, maka aman dikonsumsi ibu hamil.

Demikian 16 poin makanan dari survey yang saya ikuti di aplikasi Flo. Maafkan terjemahannya bebas banget dan agak-agak ngawur 😂. Namun insyaallah intinya sama dengan yang disampaikan di Flo, hihi. Semoga bermanfaat bagi yang sedang hamil.

Agie Botianovi

Rabu, 22 Mei 2019

Ngompol di Masjid

Ada yang pernah mengalami nggak anak ngompol di masjid? Hu, pasti panik sekali ya. Belum lagi harus ngepel dan nyuci karpetnya. Kalau ditanya balik apakah saya pernah mengalami? Jawabnya iya, tapi pas anak sedang tidak dengan saya.

Weekend kemarin tiga krucil ikut eyang -seperti biasanya. Entahlah apa penyebabnya si Fara yang sudah lulus toilet training kurang lebih satu tahun tiba-tiba mengompol di masjid saat diajak eyang tarawih. Padahal menurut eyang sebelum berangkat sudah dipipiskan dulu. Namun saya tidak tahu si anak baru mengkonsumsi apa saja, bisa jadi makanan atau minuman yang membuat sering berkemih seperti semangka atau teh.

Mengajak anak balita ke masjid memang membawa resiko tersendiri. Kalau saya pribadi jadi nggak khusyuk, apalagi kalau si anak keliling masjid, jadi kepikiran mereka kemana dan apakah ada kejadian tidak diinginkan terjadi?

Lalu daripada tidak khusyuk, maka saya memutuskan tidak sholat tarawih dulu di masjid mengajak anak. Tahun lalu saya sempat mencoba di awal Ramadhan mengajak mereka tarawih, eh mereka heboh berdua wira-wiri dari shof saya ke shof ayah. Ayahnya sujud mereka 'beraksi' menunggangi. Karena itulah saya memilih tarawih di rumah. Bukankah wanita juga lebih utama sholat di rumahnya daripada di masjid?

Suami sendiri setelah kejadian itu tidak mengijinkan saya tarawih di masjid jika anak-anak tidak sedang di eyangnya. Saya pun yakin semua ada masanya, seperti halnya Jundi juga akhirnya ada masanya dia bisa diajak ke masjid setelah bertahun-tahun saya harus menahan diri di rumah. Oke, semua ada masanya. Yang salah adalah yang tidak sholat.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-15

Sabtu, 18 Mei 2019

Token yang Terblokir

Bagi pengguna internet banking tentu sangat menggantungkan transaksi pada benda kecil satu ini: token. Token digunakan untuk otentikasi bank pada setiap transaksi perbankan. Tanpa token, internet banking hanya bisa digunakan untuk cek saldo dan mutasi tanpa bisa melakukan transaksi.

Ada juga bank yang tidak menggunakan benda bernama token tapi menggunakan media SMS untuk mengirimkan kode otentifikasi. Menurut saya cara ini cukup menguras pulsa, belum lagi jika transaksi gagal.

Namun jika memiliki anak kecil dengan rasa penasaran yang tinggi, maka token harus diamankan agar tidak sampai terblokir. Seperti yang terjadi pada salah satu token saya kemarin.

Tak biasanya anak kembar saya bisa membuka laci tempat token disimpan, jadi saya santai saja ketika melihat dari kejauhan mereka berdua bermain di dekat laci tersebut. Saya pun saat itu sedang sibuk dengan token salah satu bank untuk transfer ke beberapa tujuan.

Saat saya mengembalikan salah satu token ke tempatnya ternyata token yang lain terletak keluar dari dompetnya. Curiga saya cek keduanya, yang satu sudah ter-lock dan satu lagi fail-1, masih aman.



Pengen marah dan pengen nangis, saya sudah teledor mengawasi mereka. Bukan salah mereka bermain dengan rasa ingin tahunya yang tinggi. Selama ini mereka memang begitu penasaran dengan token setiap saya menggunakannya.

Setelah kejadian itu saya menasihati mereka agar tidak bermain dengan benda itu lagi. Semoga saja mereka sudah tidak penasaran lagi, atau mungkin lain kali perlu diajak mencet saat saya menggunakannya agar tidak lagi penasaran.

Hikmahnya, kami diminta sedekah lagi ke bank buat ganti token yang baru 😅.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-12

Kamis, 16 Mei 2019

Orang Tua yang Dibanggakan

Dalam benak anak, barangkali orang tuanyalah yang dia banggakan. Tanpa kita sadari, anak akan selalu mengamati apa saja yang orang tua lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Maka jangan pernah salahkan mereka ketika mereka menirukan kebiasaan jelek orang tua.

Sekitar dua hari yang lalu benak saya tersentak dengan adanya sebuah pesan di grup wa sekolah dari seorang ibu. Ibu tersebut bercerita, anaknya berkata bahwa ayah Jundi hafizh. Lalu ibu tersebut menambahkan semoga Jundi bisa lebih baik dari ayahnya.

Saya tergelak, dapat darimanakah pernyataan tersebut? Apakah Jundi memang menceritakan dengan bangga bahwa ayahnya seorang hafizh qur'an? Padahal nyatanya ayahnya baru menghafal mungkin total 1-2 juz saja dari Al-Qur'an. Namun mengapa pernyataan itu keluar dari teman sekelas Jundi? Apakah Jundi bercerita dengan dilebih-lebihkan? Karena dia ingin membanggakan orang tuanya.

Lalu saya konfirmasi hal tersebut kepada Jundi, benarkah dia bercerita pada temannya bahwa ayah hafizh? Tidak! Begitu jawabnya. Lalu mengapa muncul pernyataan di atas?

Saya pun mengambil kesimpulan sendiri, barangkali saat menghafal bersama surat tertentu Jundi bercerita pada temannya bahwa ayahnya menghafal surat ini. Lalu temannya saya menangkap bahwa ayah Jundi seorang penghafal Alquran. Ah, semoga benar menjadi doa yang diijabah.



Lalu, sudahkah kita sebagai orang tua menjadi kebanggaan anak?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-11

Senin, 13 Mei 2019

Melatih Anak Puasa

Tahun ini adalah tahun kedua Mas Jundi yang berusia 7 tahun latihan puasa. Tahun lalu alhamdulillah puasanya Mas Jundi penuh meski sebagian besar masih puasa dhuhur, ada beberapa hari yang puasa maghrib. Tahun ini justru hari pertama Mas Jundi sudah tidak puasa karena baru sembuh dari sakit. Namun hari ke-2 hingga hari ini alhamdulillah puasa terus, tapi masih puasa dhuhur semua.

Yang berbeda pagi tadi tiba-tiba sebelum berangkat sekolah dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Karena kasihan, akhirnya saya beri minum air putih meski dia masih dalam kondisi puasa. Alhamdulillah entah apa seperti dahak yang mengganjal di tenggorokannya itu akhirnya teratasi. Dia pun saya minta untuk melanjutkan puasanya lagi.


Dalam melatih anak berpuasa saya tidak terlalu memaksakan harus sesuai dengan aturan puasa pada orang dewasa. Pada tahap ini saya dan suami masih dalam tahap ingin melatih anak terhadap menahan makan dan minum serta hawa nafsu. Walau dalam hal hawa nafsu masih harus bersabar untuk mengingatkan Jundi agar tidak marah terutama ketika berebut mainan dengan adiknya.

Ah, kami berdua pun masih harus terus belajar dalam mengendalikan amarah. Semoga di madrasah Ramadhan tahun ini bisa menjadikan kami benar-benar berubah menjadi pribadi yang bisa mengendalikan diri dari hawa nafsu.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-8

Jumat, 10 Mei 2019

Memiliki Anak Kembar

Dulu saat aku pertama kali tahu sedang hamil kembar, timbul pertanyaan dalam hatiku, 'Mengapa aku? Bisakah aku?'

Ada sedikit rasa ragu, mampukah aku mengemban amanah ini? Bahkan saat itu rasa tegang dan masih belum yakin dengan hasil USG menguasaiku. Seketika saat layar menunjukkan gerakan 2 janin di dalam rahimku, keringat dingin menyusup deras di telapak tanganku, ditambah detak jantung yang tiba-tiba bermain kejar-kejaran. Benarkah ini nyata?

Aku yang masih belum punya ilmu tentang anak kembar saat itu langsung berpikir tentang ribetnya dan segala sesuatu yang menyertainya. Mampukah aku? Rasa tak percaya diri muncul ke permukaan diiringi dengan euforia bahwa diri ini diamanahi sesuatu yang jarang, tak semua ibu bisa merasakan hamil kembar. Kembar yang bagi banyak orang begitu istimewa, tapi bagiku amat menegangkan saat membayangkannya.

Ah, dan ternyata semua itu nyata bukan halusinasiku belaka, aku pun menjalani kehamilan dengan ikhlas dan bahagia. Aku menghibur diri bahwa aku wanita istimewa, meski beratnya kehamilan kembar tak jarang membuatku menangis menahan sakit tiap malam.



Alhamdulillah semua itu terlewati, kini anak kembarku sudah berusia 3,5 tahun, masa-masa kritis hamil, melahirkan, serta menyusui keduanya telah usai kulewati. Kini saatnya berjibaku untuk mendidik keduanya menjadi wanita sholihah.

Akan selalu ada hikmah dari segala sesuatu yang telah digariskan-Nya. Hikmah memiliki anak kembar adalah, capeknya sekali jalan, hehe.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-5

Senin, 06 Mei 2019

Rejeki Anak

Bismillah, di hari pertama ini saya ingin memetik hikmah tentang rejeki anak. Rejeki yang teramat sensitif tapi banyak orang masih lalai untuk menjaga adab. Banyak orang dengan entengnya menanyakan pada pasangan yang belum diberi rejeki tanpa mempedulikan bagaimana perasaan pasangan tersebut.

“Sudah isi belum?” Pertanyaan yang begitu menghujam di awal-awal pernikahan saya dulu, apalagi saya tidak langsung hamil seperti pasangan 'beruntung' yang lain. Bahkan di usia pernikahan yang baru tiga bulan, ada mulut yang dengan entengnya mengatakan diri saya 'susah hamil'. Oh, teganya.

Namun alhamdulilah tak lama garis dua itu pun muncul di pagi hari yang teramat membahagiakan bagi kami. Ya, saya mulai hamil di saat usia pernikahan menginjak bulan keempat. Bersyukur ternyata saya tidak diminta Allah menunggu seperti ibu saya sendiri yang baru memiliki keturunan di tahun kelima pernikahan.



Hingga kini saya pun teramat bersyukur akan nikmat ini. Betapa banyak pasangan di luar sana yang diuji dengan tidak kunjung memiliki keturunan di usia pernikahan yang menginjak puluhan tahun, lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang mau kau dustakan? Walau diri ini sendiri masih sering sekali kufur dengan nikmat yang satu ini, diri ini belum pandai menjaga titipan ini dengan baik.

Maka saudaraku, tahanlah lisan untuk berkata yang menggoreskan luka. Betapa banyak pasangan yang berikhtiar mendapat keturunan tapi tak kunjung mendapatkannya. Karena apa pun tanpa kehendak-Nya tak akan pernah menjadi nyata.

"Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya." (HR Tirmidzi, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-1

Sabtu, 22 September 2018

Ayahku Kutu Buku (?)

Sosok ayah bagiku adalah sosok yang teramat samar. Bagaimana aku bisa mengenal dia, sedang bayang wajahnya saja tak pernah hinggap di mataku, bau tubuhnya pun tak pernah kuingat terindera hidungku. Ah, ayah bagiku adalah bayang abu-abu di kegelapan malam.

Aku mengenal sosoknya hanya dari cerita orang, dari foto-foto yang terekam, serta dari barang peninggalannya. Dia menyukai fotografi, musik, dan buku. Betapa banyak hasil fotonya, kaset musik hingga buku di lemari rumahku dulu. Kabar dari eyangku, pangkal hidungnya sampai bengkok terkena kacamata yang selalu dia kenakan saat membaca buku. Ah ayah, betapa rindu ini samar, seperti hujan yang merindukan awan, sesuatu yang menyebabkannya ada.

Aku akan selalu mengingat masa kecilku, membaca buku-buku tulisan S.H Mintardja yang meski terkadang sulit kumengerti coba kupaham-pahamkan. Cerita-cerita bersambung yang kupikir di jaman ini sudah jarang ada yang membaca. Kisah-kisah kolosal yang sering membuat otak kecilku sejenak merenungkan apakah sebenarnya yang dimaksudkan penulis. Ah ayah tapi aku belum membaca semua bukumu ketika tukang loak akhirnya mengangkatnya dari rumahku.

Tapi aku terkesan ayah, bahkan aku masih ingat kisah tentang Jlitheng yang menemukan mata air di antara 3 pohon yang saling melilit, bukankah itu indah? Ayah apakah kau ingin mengajakku berpetualang melalui buku? Melalui kisah berjilid-jilid tentang Arya Manggada dengan kudanya?



Ayah, benarkah kau kutu buku seperti kata eyang?

Agie Botianovi Sugiharto
22 September 2018

Jumat, 21 September 2018

Review Presentasi Kelompok 1 by Agie Botianovi

Kelompok 1 adalah kelompok saya sendiri yang mendapat kesempatan pertama untuk presentasi. Kelompok saya terdiri dari
1 Agie Botianovi
2 Sri Lestari
3 Imaniar P
4 Supriatin
5 Ruswita P S
6 Zeina R
7 Ninda Rizki F

1. REVIEW MATERI DARI KELOMPOK 1

FITRAH SEKSUALITAS

1. Apa itu Fitrah Seksualitas?
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa, dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai seorang lelaki sejati, atau sebagai perempuan sejati.
Secara umum fase seksualitas pada anak dibagi menjadi:
1. Fase oral (0-2 tahun): nikmat saat menghisap puting susu ibu.
2. Fase anal (2-4 tahun): merasa nikmat saat mengeluarkan feses dari anus.
3. Fase phallic (4-7 tahun): anak mulai memegang alat kelamin.
4. Fase genital (8-12 tahun): mulai tertarik pada lawan jenis.

Tahap pendidikan seksualitas pada anak sebagai berikut:
1. Tahap usia 1-5 tahun: kenalkan anggota tubuh secara detail.
2. Tahap usia 5-10 tahun: jawab pertanyaan anak secara benar.
3. Tahap usia 10-12 tahun: kenalkan tentang haid, mimpi basah, dan perubahan fisik.

2. Apa pentingnya membangkitkan fitrah seksualitas?
Kurangnya pengetahuan seksual pada anak akan memicu keingintahuan berlebih pada anak, terutama jika anak tersebut telah menginjak remaja. Anak-anak, khususnya remaja,rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Keberadaan sosok ayah dan sosok ibu serta peranan keduanya berkaitan erat dengan kesesuaian fitrah kelelakian dan fitrah kewanitaan.
a. Usia 0-2 tahun
Sesuai kebutuhan anak untuk menyusu, pada usia ini anak didekatkan pada ibunya.

b. Usia 3-6 tahun
Anak laki-laki dan perempuan didekatkan dengan ayah dan ibunya secara seimbang.
Anak laki-laki dapat mengatakan “Aku adalah anak laki-laki seperti ayah, “ dan anak perempuan dapat mengatakan “Aku adalah anak perempuan seperti ibu. “

c. Usia 7-10 tahun
Anak laki-laki didekatkan dengan ayah, diajak sholat berjama’ah, diajak bermain dengan ayah, diberi nasihat tentang kepemimpinan dan cinta, dijelaskan tata cara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma.
Anak perempuan didekatkan dengan ibu, diajari tentang peran keperempuanan dan peran keibuan, dijelaskan tentang konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi.

d. Usia 10-14 tahun
Dilakukan pemisahan kamar antara anak laki-laki dan perempuan.
Diberikan warning keras jika anak tidak mengenal Tuhan secara mendalam, misalkan jika meninggalkan sholat.
Anak laki-laki didekatkan dengan ibu agar dapat memahami secara empati sosok wanita terdekatnya. Ibu menjadi sosok ideal pertama dan tempat curhat bagi anak laki-laki.
Anak perempuan didekatkan dengan ayah. Ayah menjadi sosok ideal pertama dan tempat curhat anak perempuan.

3. Masalah yang dihadapi berkaitan dengan gender
Kebanyakan orang tua masih menganggap pendidikan seks sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, akibatnya anak mencari tahu dari tempat lain.
Mudahnya akses di internet tentang seksualitas/pornografi.
Kekerasan seksual terhadap anak.
Anak mengenal tentang pacaran.
LGBT dan eksposnya di media sosial.

4. Solusi terhadap masalah yang dihadapi berkaitan dengan gender
Kesadaran orang tua untuk belajar tentang fitrah seksualitas.
Menerapkan fitrah seksualitas sesuai usia anak.
Menjalin hubungan yg baik dan terbuka antara orang tua dan anak.
Tidak menganggap tabu membahas perihal seksualitas, bagian mana yang perlu dijaga dari pandangan atau sentuhan orang.
Membentuk kepribadian berani menjaga diri sendiri.
Memberi pandangan tentang pacaran pada usia remaja dan kapan boleh mengenal lawan jenis lebih dekat sesuai ajaran agama.
Orang tua memberi contoh yang benar, misalkan dengan tidak telanjang di depan anak.
Anak dibiasakan memakai pakaian sesuai gendernya.

Referensi:
Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education. Yayasan Cahaya Mutiara Timur.

Indonesia Belajar Parenting, https://m.facebook.com/indonesiaparenting/posts/487089238305266, diakses tanggal 19 September 2018.

Komunitas Institut Ibu Profesional. 2013. Bunda Sayang : 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak. Jakarta : Gazza Media.

2. MEDIA EDUKASI DARI KELOMPOK 1
Media edukasi seks dari kelompok 1 berupa video interaktif mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan.  Berikut link videonya:

https://youtu.be/X2Zu0VKGreQ


3. PERTANYAAN DAN JAWABAN PRESENTASI KELOMPOK 1

1. PERTANYAAN:
(SARI, MALANG)
1. Usia berapa yang paling aman untuk mengajak anak berdiskusi ttg seksualitas? Secara verbal??

JAWABAN:
1. Sesuai tahapan usia, diskusi tentang seksualitas bisa dimulai saat anak umur 3 tahun, misalkan mengenalkan perbedaan laki-laki dan perempuan, dengan bahasa yang sesuai dengan usia mereka tentunya.
Seiring pertambahan usia, bahan diskusi juga berubah.
Usia 10-12th mulai mengenalkan haid, mimpi basah, dan perubahan fisik. Pada fase ini penjelasan sudah mulai mendetail.

2. Secara umum, pengamatan Mba-Mba sekalian selama ini apakah pendidikan ttg seksualitas di sekolah sdh memadai? mungkin di PAUD atau TK?
3. Sebaiknya, pendidikan seksualitas di TK ini bagaimana?

JAWABAN(2 dan 3):
2 dan 3.
 Menurut kami pendidikan seksualitas di PAUD  belum mencakup keseluruhan konsep fitrah seksualitas karena sebagian besar guru-guru PAUD hanya perempuan.
Sebaiknya bagi anak usia PAUD sudah saatnya dikenalkan guru laki laki sebagai sosok ayah dan guru perempuan sebagai sosok ibu.

2. PERTANYAAN
(IIL, JOMBANG)
NO. 4
 Mbak, terkait tantangan gender, apabila anak terlahir dalam keluarga yang masih menganut patrilineal  atau sebaliknya, bagaimana mengubah cara mendidik anak agar tidak ada yang dianakemaskan? Karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada pertumbuhan fitrah seksualitasnya
     JAWABAN:
  No.4
 Konsep patrilineal ini memang sulit untuk dihapuskan, karena jika dikaitkan dengan agama, secara fitrah laki-laki adalah pemimpin.
Tetapi yang perlu diubah adalah cara kita sebagai orang tua dalam menghargai emansipasi terhadap perempuan. Oleh karena itu anak laki-laki  pada usia 10-14 tahun didekatkan dengan ibu supaya memahami wanita sehingga tidak akan timbul rasa superior sebagai laki-laki.
Dan pola asuh orang tua harus diubah dengan tidak menganakemaskan. Harus sama rata. Adil. Adil artinya sesuai porsi gender masing-masing.

3. PERTANYAAN
(TIKA, TULUNGAGUNG)
NO.5
Disekitar lingkungan saya masih byk anak-anak kecil yg telanjang di luar rumah atau mandi diluar kadang ada yang pipis jg diluar. Sudah saya ingatkan misalnya pas pipis di luar ada ibunya..eh kok g di kamar mandi. Secara pribadi, jg saya sarankan. Tapi sepertinya belum ngreken. Mhn diberi solusi / tips yg lain
JAWABAN:
Yang perlu diberitahu adalah orang tuanya. Bagaimana konsep membangkitkan fitrah seksualitas anak. Pun bagaimana dampaknya jika tidak dijaga dengan benar. Maka dari itu mbak Tika bisa mengajak perlahan secara persuasif untuk mengubah konsep-konsep yg dianggap jamak seperti kasus-kasus tersebut.
Karena akibatnya bisa fatal.
Bisa dicontohkan kasus-kasus pencabulan anak usia dini, LGBT, dll. Na'udzubillah min dzalik..
Harapannya orang tua akan tercerahkan.
Juga bisa mengingatkan anak-anak dengan kata-kata seperti "Nanti bisa sakit lo karena gak higienis, banyak kuman lo."
Tetapi poin pentingnya adalah, bahwa kuncinya ada pada pendekatan ke orang tua agar orang tua sadar untuk belajar tentang fitrah seksualitas yang benar.
NO.6
Anak saya umur 8 tahun masih sering menyentuh kemaluannya.misalnya saat mau tidur. Atau saya dapati pagi-pagi saat bangun pagi. Apa yg sebaiknya saya lakukan. Sudah saya minta berhenti tapi kadang kalau lupa ngelakuin lagi. Msh tahap wajar tidak?
JAWABAN:
Hal ini salah satu kewajaran karena merupakan naluri lelaki. Tetapi sebaiknya dihentikan. Amati, kapan dan pada saat bagaimana anak melakukannya. Kira-kira pada waktu anak akan memegang, segera cari pengalihan dan beritahu bahwa hal iti tidak baik.
4. PERTANYAAN
(ARIES, NGANJUK)
NO. 7
Menurut pendapat/saran tmn2 bagaiman jika salah satu figure orangtua (ayah) tidak optimal dalam menjalankan peran karena LDM, sedang figure pengganti laki2 spt kakek sudah ndak ada, dan anak sehari2 berada dalam lingkungan perempuan semua. 🙈 _kebetulan ini kasus yg sedang sy alami_ 🙇‍♀kira2 solusi terbaik apa yg dapat dilakukan ?
JAWABAN :
Saran kami bagi anak yang harus menjalani hubungan jarak jauh dengan ayah bisa didekatkan dengan saudara terdekat sebagai sosok ayah, seperti kakek, paman, atau om.
Komunikasi dengan ayah harus terjalin secara terus menerus (bisa menggunakan video call atau media lain).
Dan selalu ceritakan tentang sosok ayah, bagaimana dia bertanggung jawab sampai harus kerja jauh demi keluarga.
Sampaikan penjelasan tersebut dengan bahasa logis anak2 yang menumbuhkan rasa cinta.

#bundasayang
#fitrahseksualitas
#gamelevel11
#review1

Bertemu Saudara Sepersusuan


Setelah bertahun tidak pernah tahu dan berjumpa, alhamdulilah saat perjalanan ke Banjarmasin kemarin Jundi bisa bertemu dengan saudara sepersusuannya. Adalah Tiara, gadis cantik yang dulu pernah meminum air susuku. Saat kami sampai di bandara Syamsudin Noor, Mommy Tiara dan Tante Eta serta Eira adik Tiara yang menjemput kami di bandara.

Air mata saya tiba-tiba meleleh saat Mommy yang sedang menyetir bercerita tentang percakapannya dengan Tiara sebelum Bunda datang.
'Tiara nanti ada Bunda mau datang, dulu Tiara pernah minum air susu bunda, jadi Tiara anak Bunda juga,'
Ah meleleh, ternyata Mommy justru mempersiapkan hal itu, hal yang saya tidak terpikir sebelumnya.

Sebelum sekalian menjemput Tiara pulang sekolah kami diajak makan dulu mencicipi ikan bakar khas Banjar. Macam ikannya lumayan banyak dan namanya cukup asing di telinga saya seperti ikan lais, ikan haruan, dan beberapa ikan yang saya lupa namanya. Ada juga urap-urap khas Banjar dan sayur semacam lodeh yang saya lupa namanya. Lalu sambelnya sambel pencit yang rasanya seperti ada terasinya namun pas di lidah saya.

Setelah makan, kami lanjut ke sekolah Tiara, dan ternyata setelah satu mobil Tiaranya masih malu-malu diminta 'salim' ke Bunda. Dan wah, Tiara sudah besar dan cantik. Tiara sekarang sudah sekolah SD, sedang Jundi kakak susuannya masih TK B. Karena Jundi memang saya cukupkan 7 tahun baru SD.

Sampai di rumah eyang Tiara yang adalah sepupu bunda, tak lama ternyata Jundi dan Tiara sudah menjadi akrab bermain dan belajar. Mereka beberapa kali main tebak-tebakan bersama ayah Jundi.
'Eh kita kan saudara saudari...' sekilas saya dengar Tiara berbicara ke Jundi. Alhamdulillah.

Tak terasa tiga hari kami berada di Banjar dan saatnya kami pulang. Di perjalanan pulang Tiara dan Jundi tertidur saling menyandar, bunda dan ayah mau memfoto sudah tak sempat lagi karena pikiran sudah ke boarding time yang sudah mepet. Sebelum tertidur Tiara sempat berpesan, 'Kalau ke sini lagi mas Jundi harus main ke rumahku ya, ada di jalan .... (saya lupa)'. Ah Tiara, maaf ya kami cuma sebentar saja di Banjar.

Setelah berpamitan dan bergegas untuk check in tak diduga boarding time maju 30 menit dari jadwal yang tertera di tiket, aw aw, benar-benar berkejaran. Kebersamaan yang teramat singkat. Semoga hingga kelak bunda dan mommy tiada, kalian tidak putus silaturahim ya Jundi dan Tiara.

Diselesaikan 20 September 2018
Bunda Jundi

*foto 6 tahun lalu vs foto sebulan yang lalu

Rabu, 25 Juli 2018

FASTABIQUL KHOIROT

Berlomba-lomba dalam kebaikan. Hal yang kadang diri saya pribadi sering melupa. Melihat teman berprestasi lempeng, tanpa keinginan untuk berbuat kebaikan yang sama atau minimal mengukir prestasi yang lain. Ah.

Dan diri ini pun harus diingatkan tentang pentingnya berlomba dalam kebaikan oleh anak saya sendiri. Bahkan dirinya yang belum sempurna otaknya memiliki naluri untuk 'mengunggul', berlomba dalam kebaikan.

Adalah Fara, si gadis kecil itu. Di rumah, anak-anak mulai saya ajarkan untuk berbagi, entah itu dalam bentuk kue atau mainan. Meski saya tahu fase mereka masih fase egosentris, namun kebiasaan berbagi ini saya ajarkan karena di rumah ada 3 anak yang tak jarang berebut sesuatu 😑.

Cerita bermula saat baik Fara ataupun Fasya baru saja saya antar beli kue di tetangga sebelah. Mereka ternyata memilih kue yang berbeda. Kue yang Fasya pilih memiliki isi lebih banyak (dengan harga hampir 4 kali lipat dengan yang dipilih Fara, ya biar emaknya kan bisa ikutan makan 😋).



Sampai rumah saya pun meminta kue Fasya dan langsung diberi oleh Fasya. Saya makan dan Fara yang melihat saya makan kue Fasya pun ingin berbuat hal yang sama. Padahal kue dia hanya berisi 2 bungkus dan per bungkus berisi 2 kue. Aslinya ya seneng lah saya dikasih kue coklat enak lagi, tapi saya kasian, karena jika diberi ke saya satu bungkus ya habis sudah kue dia. Sebungkus satunya sudah dia makan 1, jika 1 bungkus lagi dia berikan saya maka kuenya hanya tinggal 1 sedang milik Fasya masih banyak.

Maka saya pun memilih untuk menolak niat baiknya,"Udah gapapa sayang buat Fara aja, nanti habis kalau dikasih ke bunda," Lalu saya tak menyangka responnya yang ternyata ngambek dengan penolakan saya, dilancipkan bibirnya ke depan seperti mau menangis. Refleks saya berusaha memeluk mengambil hatinya lagi, "Kenapa kok mau nangis?"
"Bunda mau makan kue adik tapi gak mau makan kue dari Aya," jelasnya menahan tangis.

Astaghfirullah, maafkan bunda ya nak, bukan maksud bunda seperti itu. Ah, harus belajar lagi menjadi orang tua yang adil.

Dan, terimakasih anakku sayang sudah mengingatkan pentingnya berlomba dalam kebaikan, ah bunda jadi malu harus diingatkan dulu oleh anak kecil sepertimu.

Agie Botianovi
23-24 Juli 2018

Jumat, 06 Juli 2018

Merawat gigi anak

Waktu masih balita saya langganan ke dokter gigi lantaran gigi saya sering sakit lantaran lubang di geraham dan caries di bagian seri. Cariesnya gak parah-parah banget sih tapi ya cukup menjadi bukti saya kurang dibiasakan gosok gigi sama ibu saya 😪. Apalagi masa kecil saya banyak yang belikan saya coklat jadi sebenarnya apa salah saya hingga saya menderita caries gigi dan diejek orang 🙄.

Hahaha, pengantar yang gak penting yes. Tapi memang meski masih anak, caries gigi bagi saya memalukan, apalagi buat ibunya, jadi ketauan deh ibunya males bantu bersihkan gigi anaknya 😂.

Saya amati beberapa orang cenderung abai terhadap masalah gigi, padahal ada kasus sakit gigi yang sampai berakibat fatal hingga kematian. Infeksi kuman di gigi yang dibiarkan bisa mengakibatkan penyebaran infeksi hingga ke otak dan berujung pada kematian. Saya sendiri bukan dokter, dan hanya pernah membaca dari tulisan seorang ibu pasien yang sempat viral. Intinya kesehatan gigi itu penting untuk dijaga.

Alhamdulilah saya memiliki 3 orang anak yang tidak mengalami caries gigi atau kalau orang Jawa bilangnya 'gigis'. Kalau dari pengamatan saya, caries bisa disebabkan karena makanan tidak segera dibersihkan. Bisa karena penggunaan dot sebelum tidur dan bisa juga setelah makan makanan manis tidak dibiasakan minum air putih.

Sebenarnya saya pun sedih ketika menjumpai banyak anak masih usia balita giginya sudah habis dimakan kuman, bahkan ada yang masih berusia 2 tahun gigi serinya sudah tinggal yang menempel di gusi. Kasian anaknya bukan? Masih kurang 4 tahun lagi dia harus bertahan mengunyah dengan gusi.

Beberapa bulan terakhir ini saya juga dipusingkan harus bolak-balik ke dokter gigi untuk merawat gigi geraham jundi. Selama ini sejak usia 2 tahunan dia sudah terbiasa sikat gigi sendiri, dan ini ternyata membawa masalah sendiri, karena maunya sikat gigi sendiri dan tidak dibantu maka sikat giginya pun tidak bersih. Hasilnya geraham kiri kanan lubang dan harus dirawat karena baru akan ganti gigi dewasa sekitar umur 9 tahun. Masak iya harus dibiarkan begitu saja? Kasian dong.

Maka kini untuk si kembar setelah gosok gigi sendiri biasanya akan saya periksa lagi, memastikan sudah tidak ada sisa makanan tertinggal. Yuk ah bu biasakan gosok gigi setelah makan atau setidaknya minum air putih agar sisa makanan tidak mengendap dan menimbulkan kuman.

Agie Botianovi
6 Juli 2018

Selasa, 22 Mei 2018

Tentang persalinan si kembar

Tentang persalinan si kembar, banyak yang penasaran dengan bagaimana prosesnya, karena tidak bisa dipungkiri kebanyakan dari kehamilan kembar berakhir dengan persalinan SC. Sejak aku tau kehamilan keduaku kembar aku juga mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk tersebut, walau aku tidak mau aku harus siap menghadapinya. Namun sejak saat itu (kehamilan 15 minggu) aku terus mencari dan belajar banyak informasi tentang persalinan normal pada kehamilan kembar, dan aku optimis bisa melahirkan normal. Tiap kali berdo'a tak lupa kusisipkan keinginan terbesarku itu, melahirkan normal dan cukup bulan (dari yang kubaca resiko lahir prematur pada janin kembar lebih tinggi).

Saat itu yang terpikir pertama kali adalah sepupuku Mbak Yoes yang pernah melahirkan normal putri kembarnya yang kini seusia denganku. Hanya selisih beberapa bulan ketika aku tau aku hamil kembar dengan sebuah perjumpaanku dengan Mbak Yoes yang bercerita tentang proses persalinannya dulu. Janin Mbak Yoes dulu posisinya 69, jadi yang keluar dulu yang kepala di bawah disusul janin kedua kaki dulu yang keluar sehingga dokter harus memasukkan tangannya untuk mengambil kepala bayi. Selain Mbak Yoes, aku juga banyak bertanya pada beberapa teman yang memiliki anak kembar (walau yang kutemui kebanyakan bersalin SC). Dari beberapa pengalaman orang lain aku jadi lebih berhati-hati pada kehamilanku, menghindari berbagai kemungkinan terburuk. Ah, kalau browsing kehamilan kembar pasti diikuti berbagai resikonya yang lebih bejubel daripada kehamilan normal. Namun bersyukur suami termasuk orang yang bisa dibilang sangat care pada kehamilanku, hingga muncul juga tulisan dia tentang bagaimana menjadi suami saat istri hamil kembar.

Selain dari orang sekitar, aku juga lebih rajin browsing tentang persalinan kembar. Alhamdulillah ketemu beberapa blog yang bercerita tentang persalinan kembarnya yang berlangsung normal. Ketika membaca cerita-cerita ibu beruntung itu aku semakin optimis bahwa janinku pun bisa kulahirkan secara normal.

Semakin optimis lagi ketika bidan Rina tempat aku rutin ANC sudah pernah membantu persalinan kembar normal. Aku dan suami memilih tenaga medis bidan sebenarnya juga sedikit mendapat pertentangan dari ibuku karena beberapa teman ibuku yang punya anak kembar hampir semua ditangani dokter. Lagi-lagi banyak orang yang berpikir tentang banyaknya resiko kehamilan kembar sehingga terlalu parno. Namun aku dan suami tetap berusaha tenang, bukan berarti kami memilih bidan sebagai tempat periksa dan melahirkan (plan A) ini dianggap sebagai ikhtiar yang kurang optimal, tidak, kami ingin memberikan yang terbaik pula untuk amanah ini. Selama kehamilan kemarin aku juga sempat ANC 2kali k dsog, itupun atas anjuran bidan Rina untuk memastikan bahwa janin yang kukandung kembar dan posisi kembar d usia 36weeks. Kami yakin bahwa tubuh secara alami pasti bisa melahirkan normal, kembar ataupun tunggal.

Dari baca-baca bahwa rata-rata kembar 2 maju 3pekan dari HPL d usia 37weeks rasanya aku sudah pengen banget segera melahirkan. Dedek juga kusounding terus biar segera launching, tapi ternyata karena belum waktunya jadi ya gak launching-launching. Aku pikir karena aku selalu berdoa agar cukup bulan (cukup bulan minimal usia 38weeks), alhamdulillah Allah menjawab doaku itu. Tapi jujur saja rasa berat, gampang capek, dan kawan-kawannya itu yang bikin cepet-cepet naruh bayi di perut (gak dibawa-bawa kemana-mana lagi). Ditambah tiap liat orang lahiran rasanya pengen cepet-cepet juga,'aku kok belum?'. Tiap hari aku jadi selalu mikir 'inikah harinya?' ' kontraksi dulu gimana ya rasanya?'. Tiap pekan periksa selalu ngarep juga kali aja langsung lahiran pas periksa, -konyol-.

Sampai di pekan 38,baby di perut belum mau launching juga (jujur sempet parno karena temen suami ada yang hamil kembar sampai 40weeks gak ada kontraksi akhirnya jadi operasi) walhasil tiap hari konsumsi nanas buat nipiskan selaput rahim -induksi alami-. Sempet pas itu juga nyesel dulu pas 34weeks ditawari suami beli birthing ball gak mau, 'eman mek kanggo diluk'. Jadilah jalan pagi yang udah jarang dilakukan mulai dilakukan lagi, ngepel lantai jongkok, dan beberapa gerakan senam hamil yang mudah. Juga nungging dengan bertumpu pada dada (ini bikin napas sesek). Beberapa kali usg posisi baby fasya melintang padahal baby farah kepala udah masuk panggul sejak 32weeks. Fasya posisinya berubah-ubah terus tiap USG. Iya, bundanya memang disuruh lebih banyak lagi tahajudnya, emang anak shalihah nih.

Jum'at, 23 Oktober 2015
Beberapa hari terakhir rasanya dia sudah menusuk-nusuk di jalan lahir hingga untuk berjalanpun harus sedikit kutahan-tahan rasa nyeri. Begitupun hari ini, seharian aku juga sudah tidak terlalu nafsu untuk makan. 'Mungkin adek pengen lahir malam ahad nih bunda' ayah nyeletuk. Hm, semoga. Aku juga sudah tidak sabar menanti kehadiran kalian, walau beberapa kali bidan Rina juga mengingatkan bahwa ntar setelah lahir itu pasti lebih repot dan capek daripada pas hamil (berat euy), apalagi masalah manajemen ASInya.

Sabtu, 24 Oktober 2015 M/11 Muharam 1437 H
dini hari sekitar pukul 03.30
Aku terbangun, rasanya ada cairan yang terus keluar dari jalan lahir. Kubangunkan suami yang tidur di kasur bawah (beberapa hari terakhir suami dan Jundi mulai tidur di kasur bawah yang baru dibeli, persiapan jika si kembar sudah lahir) memberitahunya, lalu cepat-cepat aku berusaha bangun diantar suami ke kamar mandi, cek. Ternyata cairan bercampur darah, oke ini mungkin ketuban. Minta tolong suami ambil pembalut lalu segera menghubungi bidan rina tapi -no response-, wa juga tidak ada balasan. Namun suami tetap kabari eyang Jundi yang ada di rumah sebelah dan segera telpon taxi. Adzan shubuh ayah segera sholat,tidak selang lama taxi datang, aku berangkat dengan ibuku plus keperluan ibu dan bayi. 

04.30
Kontraksi belum terlalu terasa 'hebat' dan rutin, rasanya ketuban juga sudah tidak terasa keluar, namun ternyata setelah sampai di rumah bidan Rina sambil berdiri menunggu dibukakan ketuban rasanya terus keluar hebat -deres-. Masuk langsung cek di ruang biasanya periksa, ketuban sudah pecah (bukan lagi merembes seperti anggapanku :D) bukaan 2. Pindah ke kamar inap, sambil menunggu dan menghitung kontraksi aku duduk di birthing ball biar bayi lebih cepat turun. Lalu kadang jalan-jalan di luar sambil menghitung kontraksi dibantu 2 asisten bidan rina,-bidan dira dan bidan siti (yang datang sekitar jam 6 kurang)-.

Pada fase ini aku masih sangat bisa mengendalikan rasa sakit, kontraksi malah bikin senyum, ya bentar lagi ketemu si kembar yang sudah kutunggu berbulan-bulan lamanya. Sesekali aku minum air putih, air kurma hangat -disediakan-,coklat -udah pesen suami kalo aku mau melahirkan harus sedia ini-, dan kurma. Mungkin juga karena minum terus frekuensi pipisku jadi lebih sering. Tapi aku sepenuhnya sadar bahwa aku harus berenergi banyak untuk bisa mengejan mengeluarkan si kembar.

07.00
Rasa tidak nyaman mulai ada, dipakai banyak posisi mulai gak enak. Dicek baru bukaan 3, hm brati masih harus jalan-jalan lagi. Manja ke suami mulai kumat,pipis minta dianter sambil dipapah,lalu mules BAB juga diantar,bahkan dibersihkan suami :D.

Banyak posisi dicoba untuk mencari rasa nyaman, dari tiduran miring kiri, nungging,jalan,duduk di birthing ball,dll. Mulai mengeluh rasa sakit di pinggang belakang, rasa sakit yang rasanya gak habis-habis. Bidan Dira menawarkan kompres air panas di bagian yang sakit, aku iyakan. Akhirnya pertempuran banyak dihabiskan di atas ranjang dengan posisi nungging dipegang suami. Setiap aku mengeluh sakit, ibuku langsung bilang,'memang sakit nduk,itu artinya mau keluar,gapapa,wajar,melahirkan memang sakit'.

Dalam keadaan sakit yang semakin bidan Dira lagi-lagi mmenawarkan mandi air hangat biar fresh dan rileks. Aku iyakan, ibu juga mengingatkan sebelum berangkat tadi aku belum mandi jadi ada baiknya mandi agar fresh. Sambil menunggu air hangat, kontraksi terus datang semakin kerap, rasanya tidak bisa tersenyum lagi walau beberapa kali kuusahakan.

08.30
'Sudah ingin mengejan mbak? Kalo sudah saya panggilkan bu Rina.'
'Iya mbak'
Dicek bidan Rina bukaan 8.
'Oke, pindah ke kamar bersalin ya mbak Agie'

Turun dari ranjang baru menjejak kaki di lantai dibantu suami, aku sudah mengejan karena rasanya memang ingin mengejan, 2 tetes darah kulihat jatuh di lantai. Sambil dipapah suami aku jalan pelan-pelan sambil memeluk badan dan menghirup aroma tubuhnya yang menemangkanku. Aku mencoba terus relaks dengan nafas yang kupaksa panjang.
'Ayo sayang bunda pasti bisa, mbak Yoes aja bisa' bisik suami lembut di telinga menguatkanku.

Sampai di kamar bersalin pelan-pelan aku naik ranjang yang cukup tinggi, dan aku langsung memilih posisi nungging -posisi paling nyaman menurutku.

'Mbak posisinya gak bisa gitu, ini dua lho mbak,kalo cuma 1 gapapa'

Berat kupaksa mengubah posisi. Telentang. Bidan Rina sudah duduk di ujung ranjang membetulkan posisi kakiku. Beliau juga menyempatkan memutar murrotal di hapenya sesuai requestku di birth plan.

'Turun lagi mbak, ini bokongnya masih ngangkat. Tegang pahaku gemetar. 'Rileks' batinku. Aku berusaha menarik nafas dalam, mengingat relaksasi yang diajarkan di kelas prenatal. Senyum pun mengambang di bibirku. Dalam kesakitan aku berusaha untuk tetap sadar sepenuhnya setiap yang aku lakukan. Tak lama rasa ingin mengejan itu muncul dan aku ikuti begitu saja. Tiga kali aku mengejan, rasa hangat nan nyaman itu terasa di jalan lahir. Indah.

08.50
Terdengar tangisnya pecah, perempuan (sesuai dengan prediksi USG). Lalu dia segera ditaruh di dadaku untuk IMD. Entah, rasanya tak tergambar. Bahagia yang haru.

Tali pusat masih terasa di jalan lahir, menghubungkan kakak yang sudah di luar dan adik yang masih di dalam.

Rasanya sudah tidak terasa apa-apa lagi, rasa kontraksi yang tadi terasa tidak akan berakhir sudah enyah jauh entah kemana. Perutku berasa sudah enteng tidak berisi walau masih ada 1 bayi lagi di dalam sana.

Sambil IMD tubuhku gemetar, infus dipasang, pemasangan pun tidak langsung ketemu yang pas, sakitnya jarum sudah tidak ada apa-apanya lagi. Kopi dibuatkan untukku, beberapa kali dikucurkan dengan sendok teh ke mulutku agar aku tetap sadar. Pun oksigen, melalui selang langsung ditaruh di lubang hidungku oleh suami yang terus mendampingi di sampingku. Aku hanya bisa memeluk Fara di dadaku sambil mendo'a.

Oksitoksin disuntikkan di pangkal pahaku dan juga di kantong infus (bahasa umumnya drip atau diinduksi) agar segera terjadi kontraksi kedua. Berbarengan dengan baby Fara akhirnya mengulum putingku (satu rasa yang kurindukan seperti saat menyusui Jundi dulu, lega) dan bidan Dira membantu merangsang puting kontraksi itu datang. Ah si kembar, dari kecil sudah saling membantu.

09.40
Aku mengejan,hanya sekali dua lalu hangat yang nikmat itu lagi-lagi terasa. Nampak dari posisiku bidan Rina menyedot sesuatu dengan selang yang entah. Lalu tangis itu pecah, perempuan lagi.

Dari cerita suami dan ibuku yang bisa langsung melihat, saat kantong baby Fasya sudah terlihat bidan Rina berusaha memecahnya namun tak juga pecah, akhirnya saat kaki dan setengah tubuh keluar kantong berhasil dipecah dan kepala langsung terdorong keluar begitu saja oleh air ketuban. Setelah itu baru disedot cairan dari mulut, lalu menangis, alhamdulillah.

Diapun ditaruh di dada kiriku. Takut keduanya jatuh aku meminta tolong untuk dipegangkan sampai IMD selesai. 

Time for plasenta aku mengejan sekitar 2-3kali. Entahlah dulu sepertinya waktu Jundi aku tidak mengejan untuk mengeluarkannya, apa mungkin karena kondisiku yang setengah kesadaran karena kesakitan? 

Plasenta mereka cuma 1, artinya mereka kembar identik dari 1 telur dan sperma yang sama. Hm, waktu hamil aku sempat takut ini, karena takut tertukar :D. Tapi ternyata meski identik wajah mereka berbeda, walau kadang terlihat sama XD.

ditulis nyicil dari 6 November-14 Desember 2015 dengan mencuri-curi waktu mengurusi 2 bayi dan 1 balita

dari seorang bunda 3 anak yang berusaha memberikan yang terbaik 
  

Minggu, 14 Januari 2018

Anakku, Anak Akhir Jaman



Anakku anak akhir jaman
Begitu berat beban kalian
hingga bunda tak kuasa
Membayang jaman
yang akan kalian hadapi

Anakku anak akhir jaman
Sudah siapkah bunda
mempersiapkan kalian?
Terbayang betapa berat
huru hara akhir jaman

Anakku anak akhir jaman
Terjal nak
Bunda yakin kalian bisa

Anakku anak akhir jaman
Semoga Allah lindungi
Kalianlah tombak kemenangan islam!

Bunda Jundi
13 Januari 2018
02.37

#RumbelMenulis
#InstitutIbuProfesional
#PuisiTentangAnak
#WeeklyChallenge

Dua Janin



Dua janin menari nari
Ah, debar jantungku tak juga usai
Waktu seakan bergulir lama

Allah, kejutan dariMu membuat hidupku tak lagi sama
Ah, debar jatungku tak juga usai
Penuh otakku
Kisah ini baru akan dimulai

15 minggu awal babak baru
Ah, debar jatungku tak juga usai
Bisakah aku?

Ah, debar jantungku tak juga usai

14 januari 2018
03.37

#RumbelMenulis
#InstitutIbuProfesional
#PuisiTentangAnak
#WeeklyChallenge