Kamis, 18 September 2025

Dari Sikat Gigi Hingga Lestarikan Bumi: Pentingnya Kebiasaan Bersih Sejak Kecil



Dari Sikat Gigi Hingga Lestarikan Bumi: Pentingnya Kebiasaan Bersih Sejak Kecil

Kebersihan adalah pintu menuju kesehatan. Tubuh yang bersih akan lebih terlindungi dari kuman dan penyakit, pikiran pun terasa lebih segar, dan kita juga bisa lebih produktif menjalani aktivitas sehari-hari. Menariknya, kebiasaan menjaga kebersihan tidak hanya berdampak pada kesehatan pribadi, tapi juga berkontribusi pada kelestarian bumi. Karena itu, penting sekali mengenalkan pola hidup bersih sejak dini kepada anak-anak.

Salah satu cara paling sederhana tapi efektif adalah dengan mengajarkan anak untuk rajin sikat gigi. Kebiasaan kecil ini sering dianggap sepele, padahal dampaknya sangat besar untuk kesehatan gigi, mulut, dan tumbuh kembang anak.

Mengapa Kebiasaan Bersih Sejak Kecil Itu Penting?

Usia dini adalah masa pembentukan karakter dan kebiasaan. Apa yang diajarkan sejak kecil akan lebih mudah diingat dan terbawa hingga dewasa. Anak-anak yang terbiasa menjaga kebersihan akan lebih peduli pada kesehatan dirinya sendiri, juga lebih sadar tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar.

Aku sendiri mulai mengenalkan sikat gigi kepada anakku sejak usia dini. Kini, di usia 5 tahun, ia sudah terbiasa sikat gigi setiap pagi dan malam sebelum tidur. Tentu saja prosesnya tidak instan, ada masa-masa ia malas atau menolak. Tapi dengan kesabaran, kreativitas, dan contoh langsung dari orang tua, akhirnya kebiasaan itu bisa tertanam dengan baik.

Peran Produk yang Tepat dalam Membiasakan Anak

Supaya anak betah dan nyaman saat sikat gigi, pemilihan produk juga tidak kalah penting. Aku memilih Yuri Pasta Gigi yang terasa lembut di gigi anak dan memiliki rasa yang ramah untuk anak-anak sehingga tidak membuat mereka enggan. Selain itu, aku juga menggunakan Sikat Gigi Dee Dee yang didesain dengan bulu sikat halus dan gagang yang pas di genggaman tangan kecil.

Kombinasi pasta gigi yang aman dan sikat gigi yang nyaman membuat pengalaman sikat gigi jadi menyenangkan. Anak pun tidak merasa dipaksa, justru menantikan waktunya sikat gigi sebagai bagian dari rutinitas harian.


Menjaga Kebersihan, Menjaga Bumi

Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa menjaga kebersihan diri juga bisa berdampak pada kelestarian bumi. Bagaimana bisa?

  • Bijak dalam penggunaan produk. Ajari anak untuk tidak boros saat memencet pasta gigi, cukup sebutir kacang polong sudah cukup untuk membersihkan gigi dengan baik.
  • Buang sampah pada tempatnya. Kemasan pasta gigi dan sikat gigi sebaiknya dibuang ke tempat sampah anorganik agar bisa didaur ulang.
  • Hemat air. Saat mengajarkan anak sikat gigi, biasakan menutup keran ketika sedang menggosok gigi. Hal ini melatih mereka untuk peduli pada kelestarian air.

Dengan langkah kecil ini, kita bukan hanya menanamkan kebiasaan sehat, tetapi juga menumbuhkan kesadaran ramah lingkungan sejak dini.

Tips Membiasakan Anak Rajin Sikat Gigi

Berdasarkan pengalamanku, ada beberapa trik sederhana agar anak-anak lebih semangat menjaga kebersihan gigi:

  1. Jadikan kegiatan bersama. Anak senang meniru. Ketika orang tua sikat gigi bersama mereka, anak akan merasa ditemani dan lebih bersemangat.
  2. Gunakan cara menyenangkan. Misalnya dengan bernyanyi lagu khusus saat sikat gigi atau menggunakan timer lucu berbentuk hewan.
  3. Berikan pujian kecil. Saat anak berhasil sikat gigi dengan benar, apresiasi sederhana bisa menambah motivasi mereka.
  4. Gunakan produk yang cocok. Seperti Yuri Pasta Gigi yang aman dan lembut, serta Sikat Gigi Dee Dee dengan desain ergonomis untuk anak-anak.

Penutup

Kebersihan bukan hanya tentang tubuh yang sehat, tetapi juga tentang mencintai bumi tempat kita tinggal. Mengajarkan anak untuk rajin sikat gigi sejak kecil adalah langkah sederhana yang membawa manfaat besar: anak tumbuh sehat, punya kebiasaan positif, dan sekaligus belajar menjaga lingkungan.

Mari mulai dari hal kecil di rumah. Ajari anak sikat gigi dengan Yuri Pasta Gigi dan Sikat Gigi Dee Dee. Karena dari sikat gigi, kita bisa belajar menjaga kesehatan sekaligus melestarikan bumi.

Tetap bersih, tetap sehat, lestarikan bumi! ๐ŸŒฑ



Rabu, 20 Desember 2023

Aku Angin Engkaulah Samudra: Kisah Pilu di Tanah Rencong

 Identitas Buku

Judul Buku: Aku Angin Engkaulah Samudra 

Pengarang: Tasaro GK

Penerbit: Qanita

Tahun Terbit: 2014

Tebal Halaman: 556 halaman





Alhamdulillah, lagi-lagi aku akhirnya bisa menyelesaikan satu buku lagi yang sudah lama menjadi penghuni rak buku rumah. Masyaallah, lega rasanya. Sebenarnya suami yang membeli buku ini, tapi ketika kemarin kutanya, ternyata dia sendiri belum menuntaskannya. Buku ini dia beli saat kami masih memiliki satu anak, sekitar 2014, sudah tujuh tahun berlalu. Parah banget, ya, baru selesai sekarang, wkwk. Alhamdulillah berkat program Ruang Baca Ibu, satu masalah penumpukan buku menemukan solusinya.


Saat 2014 itu sebenarnya aku sudah mulai membaca buku ini, tapi entah mengapa tidak kulanjutkan. Akhirnya sekarang aku baca dari awal yang alhamdulilah bisa sampai tuntas.


Buku ini sebelumnya sudah pernah diterbitkan dengan judul Di Serambi Makkah. Selain itu, di sampul dalam buku dituliskan bahwa novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Kisah dimulai dengan persahabatan tokoh Samudro dan Maruto. Dalam novel ini Maruto berperan sebagai aku yang mengisahkan cerita ini. Maruto yang bermakna angin, dan Samudro yang bermakna samudra.


Kisah persahabatan Maruto dan Samu berlangsung saat mereka masih SD di sebuah desa di Gunung Kidul, Jogja. Lalu mereka pun terpisah karena Maru harus ikut orang tuanya pindah ke kota. Kisah pun beralih ke masa SMP, SMA, kuliah, hingga saat Maru telah bekerja sebagai seorang wartawan.


Sejujurnya penokohan Maru ini mirip sekali dengan penulis, yang masa kecilnya juga di Gunung Kidul, serta menjadi wartawan di Bogor saat pertama bekerja. Namun, bisa jadi ini kisah orang lain yang ditokohkan sedikit berbeda dari kenyataannya karena setahu saya based on true story tidak 100% sama dengan kisah aslinya, ada penyesuaian-penyesuaian saat ditulis menjadi novel.


Inti kisah pun dimulai saat tiba-tiba Samu, teman masa kecil Maru menghubungi. Samu yang saat kecil bercita-cita menjadi tentara ternyata benar-benar menjadi tentara yang ditugaskan di Aceh, sebuah daerah yang masih berkonflik karena ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Di sinilah konflik bermula, tentang cerita Samu saat menjadi tentara di Aceh dan cerita Maru yang ingin menulis tentang konflik GAM tersebut.


Konflik antara GAM dengan pemerintah Indonesia memang sudah berlangsung sejak lama. Konflik yang begitu menegangkan untuk disimak kisahnya. Hingga rakyatlah yang menjadi korban, terjepit di antara dua kubu. Kisah ini pun ditutup dengan adanya tragedi tsunami di Aceh 2004.


Dari sekian banyak buku Tasaro yang sudah kubaca, novel ini agak unik karena banyak terdapat kesalahan sudut pandang. Misal di awal paragraf bicara tentang aktivitas aku, tapi tiba-tiba kalimat selanjutnya menggunakan kata ganti 'nya'. Hal ini pun saya baca juga dikritik di Goodreads dan pengulas katanya tidak melanjutkan membaca dan langsung memberi bintang satu.


Hal ini sebenarnya cukup mengganggu, meski sebagai pembaca aku cukup paham apa yang dimaksudkan. Aku menduga penulis melakukan perubahan sudut pandang dari orang ketiga menjadi orang pertama. Editor pun tidak cukup teliti untuk menelusuri penggantian ini.


Di luar hal itu, novel ini menjadi tambahan pengetahuan bagiku tentang konflik GAM di Aceh. Aku pun penasaran apakah sekarang masih berkonflik, ternyata menurut mesin pencarian konflik sudah selesai dengan perjanjian damai di Helsinki pada 2014, saat pemerintahan Pak SBY.


Minggu, 27 Agustus 2023

Mencintai Tanpa Henti: Nasihat Indah untuk Pernikahan

Identitas Buku

Judul Buku: Mencintai Tanpa Henti

Penulis: Cahyadi Takariawan

Jenis Buku: buku digital

Tebal buku: 37 halaman

Penerbit: Intera dan Smart Media Prima

Tahun Terbit: 2020





Entah ada angin apa tiba-tiba ingin membaca buku yang mengingatkan romantisme awal pernikahan dulu. Sebenarnya banyak buku-buku pernikahan di rumah yang belum selesai terbaca, tapi entahlah tiba-tiba ingin membaca yang singkat tapi mengena, hingga sampailah bertemu buku ini di iPusnas. 


Buku ini bisa dibilang sangat tipis, kurang dari 50 halaman. Begitu pula per halaman tulisan dibuat cukup besar jika dibandingkan buku pada umumnya. Jadilah sekitar tiga harian saya selesai membaca buku ini. Cukup lama sih, tapi bagi saya pribadi ya meski begitu butuh usaha juga agar bisa baca setiap harinya.


Buku yang hanya diterbitkan versi digitalnya saja ini memiliki lima bab: Mencintai Tanpa Henti, Persahabatan Abadi Suami Istri, Ekspresikan Cinta pada Istri, Dari Romantic Love menuju Real Love, dan Menjauh dari Istri, Menghilangkan Rezeki. Kelima bab yang saling berkesinambungan ini dinarasikan begitu ringan dan tidak bertele-tele.


Bab pertama berbicara tentang konsep dalam mencintai agar selalu ikhlas, melakukan segala hal untuk pasangan dengan tulus tanpa berharap kembali. Jangan pernah mengharapkan imbalan karena akan berujung kecewa, tapi ketika kita melakukan dengan tulus, pasangan akan bersikap seiring.


Bab dua membahas tentang persahabatan, tidak ada persahabatan sebaik persahabatan suami istri. Jadikan pasangan menjadi sahabat dalam segala hal.


Berikutnya tentang ekspresi cinta suami kepada istri. Banyak istri sering mempertanyakan apakah suaminya masih mencintainya hanya karena suami tidak pernah bilang cinta. Padahal dengan suami tetap mencari nafkah untuk istri adalah salah satu bukti cinta suami. Menurut saya ini mungkin masuk ke bahasa cinta yang berbeda-beda di tiap orang. 


Adalah penting membicarakan hal yang tidak penting antara suami istri. Obrolan suami istri harusnya memang tidak melulu soal rumah tangga dan anak, suami istri perlu obrolan-obrolan tidak penting layaknya sepasang sahabat tempat berbagi segala kisah.


Seiring berjalannya waktu, di buku ini dijelaskan tahapan cinta suami istri, dari romantic love menuju real love. Cinta yang menggebu-gebu pasangan baru dengan lebih banyaknya sentuhan fisik menjadi cinta yang lebih mendalam atau diistilahkan real love. Sebelum mencapai real love ada fase-fase di mana sesama pasangan saling mengetahui buruknya pasangannya, di sinilah biasanya ujian pernikahan.


Bab terakhir adalah sebuah cerita dari seseorang kepada penulis. Sebagai konselor pernikahan, tentu beliau banyak menerima konsultasi pernikahan. Ada seorang suami yang bercerita kepada beliau tentang kehidupan pernikahannya. Ketika si suami menjauh dari istri, ternyata rezeki ikut menjauh. Benarlah quote di beberapa tempat yang seliweran, ketika suami membahagiakan Istri, rezeki akan menjadi lebih lancar. Wallahu 'alam.


Meski ini buku tipis, tapi memberi banyak energi baru dan pencerahan bagi pernikahan. 


Senin, 14 Februari 2022

Pertama Kalinya Dapat ACC Bawa Bayi Keluar Kota Backpacker-an

bundajundi.blogspot.com – Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa seorang aku akan mendapatkan ACC dari suami membawa bayi keluar kota sendirian. Setelah hampir sebelas tahun menikah, rasanya inilah pertama kalinya suami rida aku keluar kota sendiri tanpa dia.

Aku berangkat untuk mengikuti Musywil FLP Jatim sebagai seorang pengurus yang bersiap demisioner dari amanah. Alhamdulilah aku berangkat dengan Mbak Zie yang suami juga sudah kenal baik bahkan sebelum kami menikah. Mungkin itu juga alasan yang membuat suami bisa mengizinkanku berangkat.

Awalnya aku berencana berangkat bersama rombongan dari Malang yang menyewa mobil. Namun, karena Mbak Zie tidak bisa ikut rombongan tersebut karena masih mengajar, aku menemaninya berangkat via kendaraan umum.

Kalau dibilang nekad, ya, nekad banget. Sampai di tempat acara pun banyak teman pengurus menyatakan salut pada kenekadanku. Aku sendiri merasakan sesuatu pengalaman baru yang cukup memicu adrenalin.

Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan naik bus keluar kota. Alhamdulilah bayi pun kondusif tidak perlu drama rewel, hanya sekali menangis justru saat sudah sampai di kota tujuan dan naik mobil penjemput.

Dijemput calon Jatim 1

Ya, kusebut begitu karena yang menjemput rombongan kami saat itu adalah calon kuat kandidat ketua FLP Jatim, Ustadz Muchlisin.

Saat dalam perjalanan beliau berkata kepadaku bahwa sebenarnya istrinya pun ingin ikut menjemput tapi tidak jadi. Istri beliau sudah lama menjadi salah satu distributor BOTIA, merk hijab milikku.

Benar saja, setelah agenda acara berlangsung, beliau benar-benar terpilih menjadi ketua FLP Jatim periode 2022-2024. Wah, beruntung sekali merasakan dijemput oleh orang nomor satu di FLP Jatim.

Bayi introvertku bahagia

Alhamdulilah, sebagai anak bontot, bayiku ini bisa kubilang bayi introvert. Jika dengan orang baru dia akan bersikap agak ketakutan dan terus memelukku lebih erat. Namun, karena keintrovertannya itu dia mudah dikondisikan agar tidak terlalu rewel di perjalanan. Dia pun begitu anteng duduk di pangkuanku.

Awalnya dia tidak mau diajak orang lain, tapi alhamdulillah lama-lama dia pun mau diajak Mbak Zie yang juga sekamar denganku (aslinya enggak, tapi minta ganti, hehe). Dalam perjalanan pulang pun dia mau dipangku Mbak Zie, malah aku dicuekin, haha.

Bayiku terlihat bahagia saat di kamar hotel, diajak jalan-jalan ke alun-alun dekat acara, dan juga saat pergi ke pantai. Ya, ini pertama kalinya dia diajak ke pantai.

Bayiku bermain pasir pantai

Sebagai anak pandemi yang lahir tepat sebulan sebelum Indonesia dinyatakan pandemi, dia memang bisa dibilang jarang diajak jalan-jalan. Paling sering hanya ke rumah Eyang atau Mbah, haha.

Apalagi semenjak beberapa bulan lalu mobil kami harus dijual. Semakin jarang dia merasakan jalan-jalan. Bismillah, ya, Nak, semoga sebentar lagi ada rezeki beli mobil lagi.

Liburan bagiku, mengurus rumah tangga bagi suami

Sebenarnya aku sudah hampir tidak jadi berangkat ke Gresik karena jadwal ujian tes masuk SD untuk anak kembarku. Namun, alhamdulillah jadwalnya diundur hari Senin. Waktu diundur aku sudah bahagia sekali, eh, tiba-tiba ada undangan lain dari sekolah mereka untuk temu wali. Aku yang sudah bahagia hampir patah hati lagi.

Secangkir cokelat hangat bikinan ayah dan tiga anak

Alhamdulilah suami mau menggantikan dan anak-anak pun bisa diberi pengertian. Salut dengan suami yang bisa momong tiga anak sekaligus sendirian tanpa ada aku di rumah. Berbagai laporan aku terima, mulai membuat minuman cokelat bersama, hingga menonton film bersama.

Aku tetaplah seorang ibu

Sebagai seorang perempuan, aku tetaplah seorang ibu dan istri. Bagaimanapun kiprahku dalam mengaktualisasi diri, tugas utamaku tetap menjadi seorang ibu dari empat anakku. Tugas utama inilah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudahkah aku menjalankan fungsiku dengan baik?

Meski aku diberi kesempatan menjadi ‘diriku’, aku tetaplah seorang ibu yang memiliki tanggung jawab empat orang anak. Jadi, kalau jalan-jalan juga harus membelikan oleh-oleh untuk mereka.

Bersama teman-teman pengurus FLP Jatim demisioner

Saat jalan-jalan di Pantai Dalegan, akhirnya aku pun membelikan keempat anakku baju dengan tulisan Pantai Dalegan sebagai kenang-kenangan. Meski tiga anakku belum pernah ke sana, setidaknya sudah punya bajunya dulu. Hehehe.

Bu, apapun kiprahmu dalam mengaktualisasi diri, tugas utamamu adalah seorang ibu. Dalam setiap keputusan mengambil amanah baru aku pun selalu meminta pertimbangan suami. Lalu suami pun akan mengembalikan kepadaku apakah aku merasa bisa membagi waktu atau tidak. Ah, suamiku, terima kasih banyak atas semua cintamu.

Very late post, kejadiannya sudah sebulan lalu, nulisnya baru sekarang.

Malang, 14 Februari, dini hari.


Jumat, 04 Februari 2022

Seorang Ibu Rumah Tangga Mengisi Pelatihan di Perusahaan, Memang Bisa Apa?

bundajundi.blogspot.com – Ini adalah pengalaman kecilku pada pertengahan bulan lalu, Januari 2022. Beberapa hari sebelumnya tiba-tiba adik ipar menghubungi memintaku untuk mengisi pelatihan di divisi tempat dia bekerja. Dia memintaku mengisi pelatihan mengenai ejaan bahasa Indonesia.

Tentu awalnya aku kaget tidak percaya, bagaimana bisa? Dengan latar belakang pendidikan bukan dari jurusan bahasa Indonesia, tapi diminta mengisi pelatihan mengenai bahasa Indonesia.

Berawal dari Nekat

Flyer saat menjadi speaker

Setahun sebelumnya melalui kelas Bunda Produktif pada zona Open Space, saya memang sudah nekat menjadi speaker dengan tema ‘Dasar Menyunting Tulisan’. Berbekal sedikit pengalaman dan ilmu yang baru aku dapat dari kelas PUEBI yang kuikuti di awal tahun lalu, aku nekat membagikan ilmu itu.

Tampil di Sampul Majalah

Foto saat nampang di Hexabliss

Alhamdulilah, berkat kenekatan itu aku mendapat pengalaman luar biasa. Waktu itu, beberapa saat setelah zona Open Space tersebut tiba-tiba aku dihubungi oleh salah satu wartawan dari Hexabliss. Aku diliput untuk mengisi rubrik The Superb Story of 5 Perempuan Hebat Hexagon City. Judul yang diangkat di dalam tulisan adalah ‘Berani Berkarya Melalui Tulisan’.

Awalnya aku bertanya kepada Mbak Eka yang meliputi kala itu, ‘Mengapa harus saya?’. Ya, memang itulah yang berkelebat di benakku. Di antara ratusan speaker dengan tema keren-keren, mengapa aku yang dipilih? Jawab Mbak Eka karena banyak teman dari cluster Kepenulisan mengikuti acaraku dan terkesan dengan materi yang kusampaikan. Masyaallah walhamdulillah.

Balik ke adik ipar. Waktu aku menjadi speaker tahun lalu, adik ipar memang ikut menjadi pesertanya juga. Dari situlah akhirnya dia memintaku mengisi pelatihan di perusahaan tempat dia bekerja, sebuah perusahaan BUMN yang cukup besar di pulau seberang sana.

Awalnya aku diminta mengisi di platform Zoom, tapi dengan keribetan bayiku yang agak susah dikondisikan akhirnya menggunakan platform WhatsApp. Alasan itu juga yang membuatku menolak beberapa tawaran mengisi yang harus live speaker. Aku lebih suka menyampaikan materi dalam bentuk tulisan.

Antusiasme Peserta

Hari H pun tiba, aku dimasukkan di grup berjudul Bag Pemantauan & Pelaporan. Adik ipar sendiri ada di divisi Lingkungan Hidup. Jadi, aku mengisi di bagian Pemantauan dan Pelaporan divisi Lingkungan Hidup. Jumlah anggota di grup itu ada sembilan orang, alhamdulillah meski cuma bersembilan aku tidak merasa krik-krik atau dikacangi. Padahal di tempat lain dengan anggota grup puluhan orang saat aku mengisi materi sering menjadi monolog, hanya moderator yang sepertinya sibuk berpikir mau tanya apa agar tidak krik-krik, haha.

Satu demi satu pertanyaan pun keluar dari mereka, sampai grogi takut salah ketik jawaban. Mereka begitu antusias hingga waktu sekitar dua jam pun tidak terasa. Aku pun sudah menyiapkan kuis dan hadiah berupa dua buku antologi.

Alhamdulilah semua kegrogianku pun terlewati juga. Pengalaman yang begitu luar biasa bagiku yang tidak pernah merasakan kerja kantoran. Ijazah cumlaude-ku dari jurusan Kimia masih terbungkus rapi belum pernah terpakai melamar kerja.

Salah Jurusan

Dulu saat akan memilih jurusan kuliah sebenarnya aku sudah sangat ingin mengambil kuliah jurusan Bahasa Indonesia karena ketertarikanku pada bidang tersebut. Namun, Ibu tidak mengizinkan, aku akhirnya diterima dari jalur PMDK jurusan Kimia, salah satu pelajaran favoritku juga saat SMA yang alhamdulillah belum pernah merasakan remidi, hanya sekali saat diajar guru PPL karena gak paham dengan cara mengajar dan soal yang diberikan, wkwkw.

Jadi, inilah bentuk dendamku pada masa lalu di mana aku tidak bisa mendalami ilmu Bahasa Indonesia di bangku kuliah. Alhamdulilah aku bisa mempelajarinya di bangku nonformal dan dari pengalaman menjadi editor beberapa buku.

Apapun yang terjadi, semua sudah menjadi garis takdir dari Allah. Alhamdulilah ala kulli haal.

Terima kasih banyak kepada Ibu Septi Peni Wulandani yang banyak sekali menginspirasi dan memberikan ilmu untuk kehidupan. Ibu rumah tangga mengisi pelatihan di perusahaan besar? Siapa takut?

Malang,

Dini hari yang dingin,

4 Februari 2022

2 Rajab 1443


Selasa, 25 Januari 2022

Tahapan Perkuliahan di Institut Ibu Profesional (2)

bundajundi.blogspot.com – Lanjutan tulisan sebelumnya tentang tahapan perkuliahan di Institut Ibu Profesional. Pada tulisan sebelumnya sudah ada pembahasan kelas Bunda Cekatan. Setelah Bunda Cekatan ada kelas apalagi?


Kelas Bunda Produktif

Kelas ketiga ini lagi-lagi alhamdulillah saya bisa gabung di batch 1 yang dipandu langsung oleh Ibu Septi Peni. Waktu belajar hampir sama dengan Bunda Cekatan, yaitu 6 bulan.

Pada awal kelas kami diminta memilih salah satu passion yang ingin ditekuni dan tidak bisa ganti di tengah jalan seperti saat di kelas Bunda Cekatan yang bisa ganti-ganti passion.

Sesuai passion yang sudah dipilih, kami dikumpulkan dalam sebuah cluster yang dibagi menjadi CoHousing. Setiap CoHousing beranggotakan 10 orang yang tiap orang memiliki rumah berbentuk hexagon. Jadi karena nama kota tempat kelas adalah Hexagon City, semua rumah juga berbentuk hexagon alias segienam.

Pada awal perkuliahan pun kami diminta membuat desain rumah hexagon sesuai dengan passion kami, apa saja ruangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan passion. Para mahasiswa penduduk Hexagon City ini pun memiliki nama sendiri, yaitu Hexagonia.

Hexagon City bisa jadi adalah kota virtual pertama yang ada di Indonesia, atau bahkan dunia. Pada awal perkuliahan pun ada pemilihan walikota serta jajarannya.

Materi perkuliahan di kelas ini nama-nama materinya pun sesuai dengan kata H-E-X-A-G-O-N, meski ada 2 materi awal sebagai pengantar yang tidak ada di jajaran huruf tersebut.

Berbeda dengan kelas-kelas sebelumnya, di kelas ini kerja tim yang utama. Tiap CoHousing membuat satu proyek yang dikerjakan bersama. Pengerjaan jurnal pun lebih banyak dikerjakan secara tim. Mau tidak mau, suka tidak suka sistem seperti ini pasti ada saja yang sekadar ‘ndompleng’ nama tanpa benar-benar kerja.

Bagi saya yang paling menarik dari tiap zona adalah zona O untuk Open Space. Pada zona ini ada virtual conference hexagon city. Setiap mahasiswa boleh memilih perannya sendiri, mau menjadi speaker, atau penerima manfaat.

Saya pun mencoba memberanikan diri menjadi speaker dengan materi ‘Dasar Penyuntingan Tulisan’ meski saya berada di cluster bisnis. Saya nekat berbagi ilmu yang sebenarnya masih sangat sedikit. Namun, di luar ekspektasi ternyata pilihan saya ini membawa dampak lain yang tidak terbayangkan. Alhamdulilah peserta pun cukup banyak (meski nggak sampai ratusan setidaknya nggak krik krik). Peserta pun cukup antusias dalam bertanya. Saat itu saya menggunakan platform Telegram. Sebenarnya banyak pilihan platform yang bisa digunakan, tapi saya memilih platform yang tekstual tidak perlu live.

Beberapa waktu setelah acara tersebut, tiba-tiba ada Hexagonia dari cluster menulis menghubungi saya untuk wawancara. Profil saya pun dimuat di majalah digital mereka Hexabliss yang membahas tentang jajaran kiprah perempuan. Masyaallah, di antara banyaknya speaker, mereka memilih saya. Jika bukan tangan Allah yang menggerakkan, tidak mungkin saya yang dipilih.

Setahun kemudian setelah acara tersebut yaitu di bulan ini, saya tiba-tiba diundang mengisi pelatihan mengenai dasar ejaan Bahasa Indonesia di bagian pemantauan dan pelaporan Departemen Lingkungan Hidup Pupuk Kaltim. Sebenarnya mereka meminta mengisi di platform Zoom, tapi saya memang kesulitan mengondisikan anak bayi saya jika harus live. Jadilah digunakan platform WhatsApp. Terbayang nggak, ibu rumah tangga mengisi pelatihan di perusahaan besar. Yah, meski bukan pelatihan penting, bagaimanapun ini adalah sebuah pencapaian.

Selanjutnya tentu kelas terakhir dari perkuliahan.

Kelas Bunda Salihah

Inilah jenjang terakhir itu, banyak teman memutuskan tidak lanjut ke tahap ini. Eh udah mulai di tahap Bunda Produktif sih, ada yang dari awal tidak ikut, ada yang mundur di tengah jalan. Saking beratnya kelas Bunda Produktif, di awal perkuliahan ada pembayaran komitmen fee yang akan dikembalikan bagi yang lulus hingga akhir perkuliahan.

Namun, untuk Bunda Salihah tidak ada komitmen fee tersebut. Kelas ini menurut saya hampir sama dengan kelas sebelumnya yaitu membuat proyek. Yang berbeda proyek di kelas ini diawali dari masalah yang dihadapi masing-masing mahasiswa.

Setiap mahasiswa memilih satu masalah untuk dipecahkan melalui proyek. Selain itu ada juga kampanye mencari tim baik dari sesama mahasiswa atau non mahasiswa yang memiliki masalah yang sama untuk dipecahkan bersama.

Berbeda dengan sebelumnya, saya memilih mengangkat masalah agama untuk saya. Berawal dari kajian yang saya ikuti mengenai Wirid Al-Qur’an, Sang Ustaz mengatakan bahwa kebanyakan orang malah belum khatam tadabur Al-Qur’an. Saya pun merasa menjadi salah satu yang belum khatam tersebut. Selama ini membaca terjemah Al-Qur’an loncat-loncat sesuai kebutuhan.

Alhamdulilah ada empat orang yang mau bergabung bersama tim saya, 1 mahasiswa Bunsal, 3 mahasiswa non Bunsal. Bersama mereka, kami berkomitmen merutinkan tadabur Al-Qur’an minimal sehari 1 halaman lalu menuliskan ayat yang berkesan untuk dibagikan di grup.

Sebagai seorang leader, sejujurnya saya merasakan berat sekali mengawal grup sesuai tahapan instruksi dari materi yang diberikan. Apalagi untuk mahasiswa non Bunsal, saya merasa ada rasa sungkan untuk mengajak mereka mikir hal rumit yang sebenarnya mereka tidak berkepentingan.

Alhamdulilah meski tertatih-tatih, saya dan tim pun bisa melewati setiap tantangan. Hingga saat ini program masih terus berjalan walau rencana milestone kedua untuk membuka member umum belum bisa terlaksana.

Tim kami pun terpilih lolos untuk melaju ke tahap selanjutnya yaitu ekosistem ibu pembaharu. Tahap ini kami akan dibimbing untuk membentuk sebuah komunitas yang berkepanjangan dan akan meninggalkan sebuah legacy kelak ketika diri ini hanya tinggal nama.

Namun, saya pribadi masih ragu untuk lanjut karena milestone kedua belum juga kami eksekusi. Semoga ada jalan untuk segera mengeksekusi.

Dari penjelasanku, kamu tertarik ikut perkuliahan juga? Ikut pendaftaran Foundation dulu, ya. Bisa sering-sering cek media sosial Ibu Profesional agar tidak ketinggalan infonya.

Salam manis dariku,

Agie Botianovi.

Senin, 24 Januari 2022

Empat Tahapan Perkuliahan di Institut Ibu Profesional (1)

bundajundi.blogspot.com - Kalau diingat-ingat, kapan ya pertama kali tahu Institut Ibu Profesional? Sepertinya sih sudah sejak 2015, waktu itu tahu dari teman dan sempat menjadi panitia acara kopdar perdana IP Malang. Hingga setelah itu saya mundur dari grup dan baru tertarik gabung lagi di Matrikulasi batch 4 yang tepatnya dimulai bulan Mei 2017. Eh tidak terasa sudah lima tahun lalu.

Matrikulasi ini kalau dulu –sebelum ada pembagian komponen- adalah pintu gerbang keanggotaan di IIP. Kalau belum lulus matrikulasi ya belum bisa masuk grup member-nya.

Kelas matrikulasi memberi banyak ilmu baru buat saya, tentang dasar-dasar adab menuntut ilmu, dan beberapa ilmu penting lain. Setiap materi juga ada feedback berupa Nice Home Work (NHW). Paling keinget di NHW 3 karena isinya membuat surat cinta buat suami, hahahaha. Meski udah lupa juga dulu nulis apa buat suami. Ada juga ilmu tentang memahami anak, dan lain-lain. Biasanya tiap batch ada penyesuaian sih sistem matrikulasi dan banyak materinya. Karena ada materi yang dulu saya nggak dapat, batch yang baru dapat.

Keinget juga materi tentang FOMO (Fear Of Missing Out), sebuah ketakutan ketinggalan informasi di media sosial sehingga terus menerus scroll karena takut ketinggalan. Semoga kita tidak mengalami hal ini dengan menggunakan mantra ‘menarik tapi tidak tertarik'.

Pada kelas matrikulasi pula saya belajar tentang semua ibu adalah ibu bekerja, yang membedakannya yang satu bekerja di ranah domestik, yang satu bekerja di ranah publik. Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya merasa bahagia dengan ungkapan tersebut. Ya, kami pun di rumah sedang bekerja membangun peradaban. Karena mendidik anak sama dengan mempersiapkan peradaban.

Setelah lulus matrikulasi, kami mendaftar untuk jenjang pertama perkuliahan.



Kelas Bunda Sayang

Kami dari batch 4 setelah lulus matrikulasi langsung diberikan kesempatan untuk mendaftar kelas Bunda Sayang batch 3. Namun, kuota yang diberikan terbatas karena juga mungkin keterbatasan fasilitator. Jadinya waktu itu daftarnya rebutan. Padahal kuota 1.500 tapi rebutan saking banyaknya yang mau daftar, masyaallah. Ada beberapa teman sekelas dari matrikulasi tidak terangkut ke kelas ini.

Kelas Bunda Sayang sendiri berisi 12 materi dasar mendidik anak yang jaman saya dulu disampaikan dalam satu tahun. Tiap bulan 1 materi selama 12 bulan. Seperti halnya matrikulasi, kelas ini juga ada tugas sebagai syarat kelulusan. Tugasnya ada tantangan 10 hari. Jadi selama 10 hari mahasiswa diminta menuliskan jurnalnya dalam mempraktikkan ilmu yang sudah didapat. Jika ingin extramiles bisa mengerjakan 15 hari berturut-turut tanpa jeda. Pun ada 3 macam bagde: outstanding performance, excellent, dan bagde dasar jika mengerjakannya rapel atau tidak berturut-turut.

Materi kelas ini yang paling saya ingat ada di materi pertama adalah komunikasi produktif. Yes, ternyata memang inilah kunci dari segala kunci. Butuh kesabaran yang panjang untuk terus berlatih dan berlatih.

Ada juga materi tentang matematika, gaya belajar, hingga materi tentang multimedia. Zaman yang serba multimedia ini mau tidak mau sebagai orang tua harus melek teknologi agar kita bisa terus memantau apa yang dikerjakan anak. Apalagi multimedia membuat anak mudah mengakses apapun tanpa batas, termasuk hal-hal yang tidak baik.

Kelas Bunda Sayang ini juga ada program pelajar teladan (eh bener gak ya istilahnya?) yang mana tiap materi akan diambil 1 orang dengan bagde outstanding performance untuk berkunjung ke kelas lain. Seru sekali program ini. Sayangnya saya belum pernah berkesempatan terpilih, mungkin karena jarang-jarang juga bisa outstanding performance, wkwkwk.

Kalau yang batch yang terbaru kurang begitu paham bagaimana sistemnya, sepertinya banyak perubahan juga, termasuk perubahan waktu belajar. Sekilas mendengar sekarang perkuliahan bunda sayang dimampatkan jadi lebih cepat tidak sampai 1 tahun. Ada beberapa materi yang dijadikan satu, kabarnya seperti itu.

Setelah lulus Bunda Sayang ada kelas apalagi? Yes, kelas Bunda Cekatan. Langsung? Enggak dong, nunggu lumayan lama, jadinya dalam kurun waktu tidak ada perkuliahan kegiatan ada di rumbel a.k.a rumah belajar. Eh tapi ini sebelum pemecahan menjadi komponen-komponen. Kalau sekarang ingin masuk rumbel harus ikut orientasi Komunitas dulu, saya belum masuk karena fokus di komponen Institut.

Kelas Bunda Cekatan

Yup, ini kelas kedua di tahapan perkuliahan Institut Ibu Profesional. Kelas ini memuat ribuan mahasiswa lulusan Bunda Sayang dari batch 1 hingga batch 6 (semoga nggak salah). Istimewanya alhamdulilah ikut batch 1 ini jadi bisa dipandu langsung oleh Ibu Septi Peni Wulandini.

Berbeda dengan konsep kelas Bunda Sayang, kelas ini tidak mengajarkan 12 ilmu dasar Bunda Cekatan sebagaimana bukunya yang sudah terbit terlebih dahulu. Kelas ini dibuat gamifikasi dengan pembagian tahapan menjadi empat tahap: kelas telur-telur, kelas ulat-ulat, kelas kepompong, dan kelas kupu-kupu.

Yang saya ingat dari kelas-kelas ini mahasiswa diminta memetakan hal-hal apa saja yang termasuk ranah suka dan bisa. Lalu kita pun diminta memilih ingin konsentrasi di bidang apa agar menjadi cekatan. Jadi makna cekatan di sini tidak hanya cekatan dalam kerumahtanggaan, tapi cekatan di bidang yang sudah kita pilih.

Kelas kepompong mengajarkan saya bagaimana untuk berpuasa dari hal-hal yang mengganggu terlaksana target dari bidang yang saya tekuni. Selama sebulan penuh di kelas kepompong diminta mengasah skill yang ingin ditekuni. Kelas ini mengajarkan agar mencukupkan diri untuk tidak memakan semua ilmu seperti halnya saat di kelas ulat-ulat dimana pada tahapan tersebut kita diminta memakan sebanyak-banyaknya ilmu yang ditebarkan oleh sesama mahasiswa yang ahli di bidang masing-masing.

Yang seru juga di Bunda Cekatan ini ada program mentoriship, setiap mahasiswa diharap menjadi mentor dan mentee pada bidang yang dikuasai dan yang ingin dikuasai. Saya dulu memilih menjadi mentor di bidang bisnis, sedang sebagai mentee saya memilih menjadi mentee untuk menerbitkan buku di penerbit mayor.

Lalu, setelah jadi kupu-kupu mau lanjut ke mana lagi? Lanjut ke part 2, ya. Stay tune.


Minggu, 09 Januari 2022

Belajar Nge-Blog Lebih Serius

bundajundi.blogspot.com,- Entah sejak kapan tepatnya aku memiliki blog, dulu dimotivasi suami sejak memiliki anak pertama untuk menuliskan pengalaman di blog. Sudah sekitar sembilan tahun yang lalu. Sayang hingga saat ini aku belum serius menulis di blog. Kadang nulis, lalu hilang. Bahkan akhir 2021 kemarin baru kusadari terakhir aku menulis di blog adalah awal 2020. Jadi sudah hampir dua tahun blog tidak kusentuh.


Tahun ini setelah aku lulus kelas Bunda Salihah di Institut Ibu Profesional aku berniat belajar ngeblog dan konsisten menulis dengan mengikuti Kelas Literasi Ibu Profesional. Namun, ternyata di KLIP berfokus di konsistensi menulisnya, bukan ngeblognya. Alhamdulilah di saat yang sama ada open recruitment blogger FLP, rezeki banget. Murid siap, guru datang.



Saat orientasi saja ilmunya luar biasa, banyak yang saya belum ngerti, selama ini kemana aja. Meski gak paham-paham banget dengan tugasnya, alhamdulillah aku berusaha mengerjakan setiap tugas. Hanya ada miskom di tugas kedua, kupikir deadline Senin jam cinderella, eh ternyata jam sembilan pagi. Dengan pedenya aku mengumpulkan jam dua siang, gform telah ditutup, rasanya pengen nangis padahal udah selesai mengerjakan hanya belum sempat buka laptop untuk screenshot karena hpku sedang eror tidak bisa screenshot.


Semoga saja meski terlewat masih bisa lolos mengikuti grup blogger FLP untuk mendapatkan ilmu-ilmu daging selanjutnya. 


Materi pertama aku jadi mengerti cara mengubah favicon dan SEO dasar pengaturan url. Sedang materi kedua aku jadi paham pengaturan tema dan menu navigasi, karena sebelumnya dibetulin suami, wkwkwk. Sedang di materi ketiga jadi paham tentang penggunaan huruf header dan deskripsi artikel untuk SEO. Selama ini kemana aja, tinggal praktiknya harus konsisten.


Saat ini pun aku sendiri masih ingin mengatur lagi konsentrasi tulisan yang akan aku post di blog. Selama ini masih campur aduk. Walau kuamati tulisan yang banyak dibaca adalah tentang anak kembar dan resep makanan. Mungkin ke depan aku juga akan memperbanyak review buku dan tips-tips yang bermanfaat untuk orang lain.


Semoga di blogger FLP aku jadi lebih termotivasi dalam menulis di blog.

Kamis, 06 Januari 2022

Nasihat Pernikahan

 Bismillahirrahmanirrahim.


Untuk kedua adikku, Nia dan Wahyu.



Alhamdulilah, beberapa waktu yang lalu kalian berdua telah sah secara hukum negara sebagai suami istri. Mbakyumu ini turut berbahagia atas pernikahan kalian. Sungguh, tidak ada kebahagiaan yang lebih bermakna selain melihat orang yang kita sayangi bahagia.


Tak banyak yang ingin aku haturkan, pun tidak ada kado bermakna yang sempat kupersiapkan. Maafkan jika itu mengecewakan kalian. 


Sebagai seorang kakak, sudah seyogyanya memberikan nasihat kepada adiknya. Meski pernikahanku sendiri baru menginjak 10 tahun, setidaknya aku telah melalui masa-masa awal pernikahan yang cukup berat.


Masa awal pernikahan itu berat, karena masa itu adalah masa penyesuaian, segala hal yang awalnya 'ditutupi' perlahan akan terbuka kedok asli. Jadi jangan pernah membayangkan pasanganmu sesempurna dia saat awal kalian berkenalan. Pun tahun-tahun berikutnya pasti akan terus ada cobaannya.


Menikah itu adalah saat aku dan kau menjadi kita. Bukan lagi keluargamu, keluargaku, tapi keluarga kita.


Ah, barangkali ucapan ini sering kalian dengar orang ucapkan pada kalian. Semoga sakinah, mawadah, dan rahmah. Namun, izinkan aku menukil sebuah tulisan dari Ust. Cahyadi tentang makna ketiganya.


"Sakinah itu selalu senang saat bersama pasangan. Keluarga sakinah bukan berarti tanpa konflik dan ketegangan, tapi mudah reda, mudah diselesaikan, dan mudah didamaikan.


Mawaddah adalah cinta yang menggebu-gebu. Biasanya muncul pada pengantin baru.


Rahmah adalah cinta yang mendalam dan dewasa. Biasanya ada pada "pengantin lama" atau pasangan yang sudah tua usia.


Ibnu Abbas menggambarkan rahmah sebagai 'cinta kasih suami sehingga ia tidak tega dan tidak rela melihat istrinya berada dalam kesulitan'.


K.H. Syaifuddin pimpinan Ponpes Nurul Wahid Purworejo menjelaskan maksud ungkapan Ibnu Abbas tersebut, "Suami tidak rela membiarkan istrinya kelelahan. Baik lelah lahir maupun lelah batin".


Itulah rahmah."


Semoga dalam keluarga kalian senantiasa diliputi 3 kondisi itu. Sekali lagi, barakallahulakuma, barakallahu 'alaikuma, jama'a baina kuma fii khoir. Semoga senantiasa diberi keberkahan dalam kondisi senang ataupun susah.


Dari Mbakyumu

Agie Botianovi

Very Late Post

Minggu, 02 Januari 2022

Tentang

Catatan Bunda Jundi



Jundi adalah nama anak pertamaku. Aku sendiri adalah Agie Botianovi, panggilanku Agie. Aku adalah istri dari Cak Day, panggilan akrab dari Achmad Hidayat. Aku adalah ibu dari empat anak: Jundi, si kembar Fara Fasya, dan Dhuha.


Aku suka menulis tentang pengalaman pribadiku, mulai dari pengasuhan hingga resep masakan yang sudah pernah kucoba. Yang jelas tentang kehidupanku sebagai ibu rumah tangga. Selain ibu rumah tangga, aktivitasku sehari-hari adalah mengurus usaha berdua dengan suami.


Semoga apa yang kubagikan ada yang bisa diambil manfaatnya. Terima kasih sudah mampir di blogku.


Agie Botianovi

Malam Tahun Baru

Baru malam ini aku terbangun tepat tengah malam saat tahun baru. Akibat baru saja renovasi rumah menjadi dua lantai, dan renovasi sebenarnya belum selesai. Aku tidur di lantai dua yang masih beratap genteng tanpa plafon. Alhasil suara kembang api yang menghentak-hentak membangunkanku dan bayiku.



Benar-benar baru malam ini aku menyadari gegap gempitanya orang-orang menyambut tahun baru. Suara kembang api yang bersahut-sahutan itu seperti tidak ada ujungnya, dari tempat yang terdengar dekat hingga yang jauh.

00.25

Suara-suara yang menghentak itu terus terdengar seperti tidak akan usai. Bayiku berulang kali refleks kaget dan kembali memelukku sambil menyusu. Kubelai rambutnya yang masih tipis, "Sabar, ya, Nak. Astaghfirullah."

Benar-benar baru kali ini aku ingin bertanya, budaya apakah ini? Tahun-tahun yang lalu aku selalu tidur lelap sepanjang malam tahun baru, karena mungkin kondisi rumah lantai satu dan ada plafon.

Seperti inikah kondisi di Palestina sana saat tiap malam suara bom bersahutan membangunkan tidur bayi-bayi. Jika di sana suara bom menimbulkan trauma, mengapa di sini orang-orang justru berlomba membuat kegaduhan?

Kepo, berapa, ya, harga satu buah kembang api itu? Jika malam ini ada ribuan kembang api, berapa juta uang terbakar sia-sia demi kesenangan sesaat. Ah, aku tidak pantas jika mengomentari mereka yang membelanjakan uangnya untuk membeli kembang api di malam tahun baru. Toh, sedekahku barangkali belum sebanyak sedekah mereka. Aku masih terlalu pelit mengeluarkan uang untuk bersedekah.

Namun, apakah semakin banyak kembang api yang diledakkan, akan semakin banyak pula keberkahan di tahun yang baru? Seperti petasan di tahun baru Cina yang konon terbakar habisnya petasan menandakan pertanda baik untuk satu tahun ke depan. Begitu jugakah dengan kembang api?

Tiga puluh satu tahun aku hidup, dan baru tahun ini aku menyadari gegap gempitanya malam tahun baru. Suara kembang bertalu-talu seakan tak berkesudahan. Kemana aja aku sampai baru sadar?

Ditulis tepat 1 Januari 2022

Tengah malam saat suara kembang api di luar menghentakkan tidur.

Disempurnakan 2 Januari 2022


Senin, 06 April 2020

My Dhuha

Dhuha, salah satu waktu yang utama dimana Allah bersumpah atasnya. Dhuha hadir di saat manusia memulai aktivitas rutinnya hari itu. Maka memulai hari dengan shalat dhuha tentu akan menjadi pembuka kebaikan-kebaikan di hari itu.

Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa 2 rakaat shalat dhuha bisa menjadi pengganti sedekah setiap sendi tubuh kita. Dhuha memang shalat sunnah tapi memiliki banyak sekali keutamaan. Lalu mengapa saya dan suami memutuskan memberi nama anak keempat dengan nama Dhuha?

Ya, tentu semua menduga karena lahir di waktu dhuha. Memang betul, anak keempat kami lahir di saat awal waktu memasuki dhuha.

Berawal dari celetukan ibu yang turut mendampingi persalinan agar menamakan anak kami dengan nama fajar karena lahir pagi hari. Saya pun langsung menimpali kalau ini udah masuk dhuha, bukan fajar lagi. Dan begitulah akhirnya saya dan suami pun sepakat menamainya dhuha.

Harapan kami, putra kami ini bisa menjadi ahlu dhuha yang selalu menjaga shalat dhuhanya sepanjang hidupnya kelak. Adnan Dhuha Abdillah, hamba Allah penenang hati yang hadir di waktu dhuha. Adnan bisa diartikan surga tapi bisa juga diartikan penenang hati. Dipanggil apa saja dari namanya semoga nama tersebut bisa menjadi do'a kebaikan untuk pemilik nama.

Bunda Jundi
diselesaikan 6 April 2020

Sabtu, 04 April 2020

Popok Kain

Lama nggak bahas beginian akhirnya bahas lagi karena emang sekarang kerjaan saya tiap hari berkutat di perpopokan, XD. Yes, tentu merawat bayi 1,5 bulan masih sangat erat hubungannya dengan masalah popok. Tapi, kenapa saya kasih judul popok kain?

Bagi sebagian orang mungkin terlihat aneh ketika tahu saya -orang tua milenial- masih memberikan popok kain ke anaknya. Dimana jamannya sekarang udah jamannya serba praktis, popok sekali pakai umum digunakan semua orang, tapi kok mau-maunya saya tetep makein popok kain ke anak?

Buat saya, memastikan kecukupan ASI itu penting karena bisa dilihat dari seberapa sering anak buang air kecil dalam sehari. Yang kedua, menurut yang saya tau popok kain lebih sehat daripada pospak. Dan yang ketiga popok kain lebih ramah lingkungan, tidak menambah gunungan sampah popok yang berjuta tahun baru bisa terurai, hiks.

Memang sih agak dilematis, popok kain sedikit lebih repot daripada ketika memakaikan bayi full pospak. Maka seperti ketiga anak sebelumnya saya pun memakaikan clodi sebagai pengganti pospak. Tapi tetep, pemakaian clodi sendiri kalau saya tidak langsung dari baru lahir, kalau baru lahir sampai usia yang agak besar saya masih memakaikan popok tali sepanjang hari dan clodi atau pospak hanya untuk malam hati. Lalu apakah itu clodi?

Ternyata masih banyak yang tidak paham tentang seluk beluk clodi. Ketika saya posting tentang clodi pasti banyak pertanyaan seputar pemakaian clodi dan perawatannya. Clodi sendiri adalah singkatan dari cloth diaper, popok kain, yang menurut istilah adalah popok kain yang bisa menyerap beberapa kali buang air bayi seperti pospak, bedanya bisa dipakai berulang kali.

Penjelasan lebih lanjut tentang pengalaman saya berclodi sepertinya bisa dilanjut di tulisan berikutnya, hehe.

Salam
Bunda Jundi
4 April 2020
Menjadi ibu itu yang penting happy ^^

Jumat, 03 April 2020

PTS di Rumah

Pengalaman pertama buat saya bisa menemani anak ujian dari rumah. Ya, dengan adanya wabah covid19 saat ini telah memberi banyak sekali pengalaman baru bagi saya termasuk menemani anak menghadapi Penilaian Tengah Semester.

Dengan segala keterbatasan pembelajaran online, selama hampir 3 pekan ini pembelajaran hingga ujian dilangsungkan online dari rumah. Tiap pagi bertemankan hp untuk memfoto, merekam, atau memvideo setiap tugas anak yang sudah diberikan gurunya. Ah, pasti ini pun tak mudah untuk gurunya. Membayangkan tiap hari seorang guru harus menerima banyak sekali video, foto, dan audio untuk kemudian direkap nilainya. Sudah pasti butuh tambahan kuota juga agar semua tugas bisa terkoreksi dengan baik. Belum lagi jika ternyata lembar jawaban siswa yang difoto agak blur, pasti gurunya juga kesulitan mengoreksi.

Menemani anak PTS di rumah membuat saya berasa menjadi pengawas ujian anak sendiri. Di sinilah ujian kejujuran itu, jujur saja kadang ada rasa gatel ingin memberitahu anak ketika jawabannya salah, tapi saya tetap berusaha untuk diam tidak memberitahu sama sekali jika jawaban dia salah. Meski dari rumah, jam ujian dilakukan secara serentak, jadi anak tetap mandi dan sarapan seperti saat harus berangkat ke sekolah.

Namun ujian lain adalah banyaknya distraksi dari adik-adik yang belum sekolah. Karena anak saya baru satu yang sekolah, jadilah anak-anak yang lain beberapa kali mencari perhatian dan mengganggu proses ujian kakaknya. Yah, emak kudu sabar menghadapi ini, seperti halnya harus bersabar untuk tetap di rumah dan hanya keluar ketika benar-benar perlu. Semoga wabah covid19 ini segera mereda.

Bunda Jundi
diselesaikan 3 April 2020

Senin, 30 Maret 2020

Buah Hati Keempat

Salah satu hal yang tidak mungkin dilupakan seorang ibu adalah proses persalinan buah hatinya. Begitu juga denganku. Baru beberapa waktu yang lalu aku melahirkan anak keempat. Sebenarnya ini adalah persalinan ketiga, karena persalinan kedua melahirkan bayi kembar.

Entahlah, meski sudah kali ketiga, persalinan ini menurutku justru persalinan paling panjang dan menguras air mata. Rasanya proses persalinan kemarin tidak berujung, lama sekali. Namun setelah melewatinya aku pun memahami mengapa prosesnya terasa begitu menyakitkan, sangat berbeda dengan persalinan sebelumnya yang relatif singkat.

Anak pertama prosesnya cukup cepat, setengah dua belas bukaan tiga, setengah tiga sudah lahir. Persalinan kedua juga relatif cepat, lima pagi bukaan dua, sembilan pagi sudah lahir. Kupikir persalinan ketiga juga akan lebih cepat dari dua persalinan sebelumnya. Kata orang, semakin sering bersalin akan semakin mudah. Namun ternyata aku salah. Persalinan ketigaku justru menjadi persalinan paling lama yang pernah kualami.

Jika dua persalinan sebelumnya adanya bloody show menjadi penanda adanya pembukaan, maka persalinan kali ini tidak berlaku seperti itu. Sabtu pagi darah itu telah keluar dari jalan lahir, aku pun optimis bayi akan lahir hari itu juga seperti sebelumnya. Namun ternyata aku salah. Hingga siang hari bercak darah terus keluar, tapi kontraksi yang ritmis belum juga terasa. Ah, mengapa tak seperti persalinanku sebelumnya?

Ibu yang mengkhawatirkan kondisiku langsung mengajak ke bidan untuk diperiksa, sama sekali belum ada pembukaan. Aku pun kecewa, mengapa berbeda? Kami pun kembali pulang, menemui anak pertama yang sedang kurang sehat, juga meredakan rindu pada anak kedua dan ketiga.

Hingga malam, kontraksi mulai datang tapi belum intens, sedang instruksi bidan agar ke klinik ketika kontraksi sudah rutin lima menit sekali. Ah, rasanya aku tak sabar menunggu.

Aku terus saja berjalan mondar mandir di dalam rumah agar kontraksi lebih intens. Menanti setiap gelombang cinta yang merambat lamat ke seluruh raga. Kuhitungi setiap sinyal itu datang. Ah, jaraknya masih jauh, belum teratur lima menit sekali.

Kondisi yang semakin malam membuatku terintimidasi, ditambah pertanyaan suami dan ibu yang memperjelas keputusanku, "Berangkat sekarang?"

Lima belas menit sekali, akhirnya kuputuskan untuk menjawab iya. Suami mengkhawatirkan jalanan macet di akhir pekan ditambah persalinan sebelumnya yang berlangsung cepat.

Ah, ditambah perjalanan yang memakan waktu setengah jam lebih bisa jadi sampai klinik kontraksi sudah lima menit sekali, begitu harapanku.

Sekitar pukul sembilan malam sampailah di klinik bidan tempatku selama ini memeriksakan kehamilan. Di perjalanan aku hanya sempat merasakan sekali kontraksi yang cukup kuat. Ah, apakah lagi-lagi belum ada pembukaan?

Di ruang periksa salah seorang bidan melakukan cek dalam di jalan lahir, bukaan satu. Alhamdulilah sudah pembukaan, walau lagi-lagi aku masih harus menunggu.
Malam itu aku, suami, dan ibu bermalam di sana, di sebuah kamar inap yang masih kosong. Dua kamar lain telah terisi pasien yang baru melahirkan pagi tadi.

Berharap penambahan pembukaan berlangsung cepat, aku duduk di birthing ball yang disediakan di kamar. Bismillah tak lama lagi aku akan menyambut kehadirannya. Bidan baru akan cek lagi setelah empat jam atau ketika aku merasakan sakit yang teramat dan keinginan mengejan datang.

Hingga pukul sepuluh, kontraksi masih jarang datang. Aku pun masih bisa menikmati lalapan ayam yang baru saja dibelikan suami di depan gang klinik. Obrolan masih mengalir ringan dengan suami dan ibu.

Menjelang sebelas malam, kantuk mulai menyerang. Kucoba untuk merebah dan menutup mata. Sejenak saja, gelombang cinta itu datang. Mencoba mengambil nafas panjang tapi rasa tak nyaman itu tetap ada. Aku pun berdiri, mengalihkan rasa dengan berpegangan tembok. Sayang rasa tak nyaman itu tak juga pergi.

Kubangunkan suami, berharap pelukannya bisa mengurangi rasa tak nyaman ini. Namun rasa itu semakin mendera, terasa bagai setruman listrik yang menyengat kuat terutama di pinggang. Aku meminta suami mengusapnya tapi rasa itu tak juga mereda. Lagi, latihan nafas panjang yang sudah dipelajari coba kupraktekkan. Sesaat kemudian rasa itu enyah. Aku pun memilih duduk di birthing ball lagi, suami kuminta istirahat.

Tak lama rasa kantuk itu kembali datang, aku coba merebah lagi ke arah kiri, berharap bisa mempercepat pembukaan. Kadang ada rasa mulas ingin buang air besar, aku pun pergi ke kamar mandi, berharap hajatku bisa tuntas sebelum aku melahirkan. Namun ternyata hanya air seni yang bisa keluar.

Siklus itu berlangsung berkali-kali, entah berapa kali aku tidur, kontraksi, bangun, membangunkan suami, duduk birthing ball, ke kamar mandi.

Ah, mengapa ketuban juga belum juga pecah. Aku berharap ketubanku pecah agar pembukaan cepat sempurna seperti persalinan sebelumnya.

Pukul satu dini hari aku mencoba merebah, ngantuk sekali rasanya. Di luar terdengar ada pasien baru masuk lagi, ibu keluar mencoba membangunkan bidan yang istirahat. Setelah ibu masuk ruangan lagi ibu bercerita kalau pasien yang baru masuk akan melahirkan anak ketujuh.

Ah, jangan-jangan temanku, karena ada teman dengan usia kandungan hampir sama akan melahirkan anak ketujuh. Aku pun bilang suami, lalu suami keluar untuk memastikan. Ternyata benar.

Tak lama temanku masuk ke kamar, dia tidak mendapat kamar karena hanya tersedia tiga kamar inap yang sudah penuh. Dia menempati ruang periksa bidan.

Kelelahan, aku menyambutnya dengan tidur sambil menahan rasa sakit. Ah, temanku ini tentunya sudah lebih strong karena pengalaman ketujuh. Dia baru saja dicek sudah pembukaan empat, sedang aku baru pembukaan tiga. Ah, jujur saja aku terintimidasi, mengapa pembukaanku bertambah sangat lambat?

Menjelang subuh, gelombang cinta itu datang semakin kuat dan intens, aku akhirnya dibawa ke kamar bersalin, pembukaan baru lima walau rasanya sudah tidak tertahankan lagi.

Setelah dicek dalam, ada rasa tak nyaman, aku izin turun dari dipan. Ada rasa ingin mengejan datang, ternyata ketuban keluar bercucuran. Ah, semoga kali ini lengkap seperti anak pertama dulu, setelah pecah ketuban langsung lengkap.
Lagi-lagi aku harus menelan kecewa, pembukaan tetap di lima.

Istighfar banyak-banyak kubisikkan dari bibir yang seolah kebas menahan rasa sakit. Apakah ini balasan atas kesombonganku selama ini karena telah melalui dua persalinan yang mudah? Lalu dengan percaya diri aku memastikan persalinan kali ini juga pasti mudah. Allah, ampunilah keangkuhanku, karena sesungguhnya kemudahan itu semata datangnya dari-Mu.

Aku menangis menelan rasa sakit, memperbanyak istighfar mengingat dosa-dosa. Aku berbisik ke suami agar dia memaafkan segala kesalahanku.

Adzan subuh telah berkumandang tapi si dia masih malu-malu bergelung di rahimku. Baik suami, ibu, dan dua bidan bergantian melaksanakan shalat subuh. Kondisiku sudah entah, duduk di birthing ball dan mencoba menggunakan peanut ball semua tak lagi mampu mengalihkan rasa tak nyaman. Berkali-kali aku ingin mengejan tapi belum diperkenankan karena bukaan belum sempurna.

"Sayang, jangan dulu, energinya dihemat." Suami lagi-lagi dengan sabar mengingatkan. Berkali-kali dia menguatkan.

Beberapa kali dicek bukaan masih di tujuh, lalu delapan, lalu sembilan, aku semakin tak tahan ingin mengejan. Sedang di ruang sebelah temanku sudah selesai melahirkan bayi ketujuhnya dengan selamat. Aku semakin ingin segera menyelesaikan ujianku kali ini.

Aku terus memaksa mengejan untuk mengurangi rasa tak nyaman, namun terus saja diminta menahan dulu hingga bidan senior pemilik klinik pun datang.

Tanpa ba-bi-bu beliau langsung memanduku tak peduli bukaanku yg katanya belum sempurna. Melihat posisi bayi, aku disarankan mengejan dengan posisi miring, tapi aku sudah tidak kuat lagi untuk mengubah posisi yang terlanjur terasa nyaman.

Air mataku berderai, berkali-kali saat keinginan mengejan itu datang aku berusaha sekuat tenaga mendorong. Bahkan di jalan lahir Bu bidan mengusap dengan air hangat. Beberapa kali pula saat aku mengejan keluar pula hajat yang ada di belakang, terasa dari tisu yang beberapa kali dioleskan untuk membersihkan. Ah, baru kali ini aku separah ini.

"Astaghfirullah, astaghfirullah," air mata ini terus menetes merasakan tenaga yang rasanya sudah terkuras habis.

"Makan kurma ya buat energi."

Aku menggeleng. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku harus segera menyelesaikan fase ini.

Entah sudah berapa kali aku harus mengejan, rasanya sudah belasan kali. Di jalan lahir rasanya sudah mengganjal kepala bayi mendesak-desak. Kenapa rasa hangat menenangkan itu tak juga datang?

Tawaran minum akhirnya kuiyakan, tenggorokanku terasa kering beberapa kali mengejan.

"Bismillah ya Allah, bismillah." Aku meracau sambil menangis.

Lagi-lagi kupaksa mengejan, entah keberapa kalinya hingga tepat pukul 06.18 lahirlah penyejuk mata keempatku, laki-laki kedua.

Dia langsung ditaruh di dadaku untuk IMD.

"Pantes Mbak Agie persalinan lama, jadi barusan yang keluar dahinya dulu, dongak. Apalagi dia pake safe belt plasenta."

Masyaallah, berawal dari perut gantung bekas hamil kembar ternyata menyisakan persalinan yang sangat lama dan menyakitkan.

Tubuhku pun bergetar hebat.

"Diinfus ya biar gak gemetar."

Beberapa kali dicari pembuluh untuk infus tidak ketemu, akhirnya aku diminta menenangkan diriku agar tidak bergetar dan tidak perlu diinfus.

Istighfar dan basmalah yang terus kuucap, lambat laun tubuhku pun dapat kukendalikan.

"Mau sarapan apa Mbak Agie?" Bidan menawari.

Ah rasanya sudah tidak nafsu makan apapun, lemas. Aku menggeleng, "Terserah Mbak, belum nafsu makan apapun."

Allah, ampuni dosaku.

Diselesaikan 27 Maret 2020
Adnan Dhuha Abdillah lahir tepat di 40 minggu usia kehamilan, 16 Februari 2020

Senin, 17 Juni 2019

16 Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh untuk Ibu Hamil

Kebetulan tadi pagi menemukan sebuah survey dalam bahasa Inggris tentang makanan yang boleh dan tidak boleh untuk dikonsumsi ibu hamil. Beberapa jawaban saya ternyata salah, tidak sesuai dengan faktanya, hihi. Dari situ saya pun jadi ingin menulis apa yang saya dapat tadi, beberapa hal yang sebelumnya saya tidak tahu.



1. Daging mentah
No. Daging mentah mengandung bakteri yang bisa membahayakan ibu dan janin, jadi kalau makan daging harus yang matang sempurna.

2. Ikan mentah
No. Selain mengandung bakteri parasit jika tidak dimasak matang sempurna, ikan juga bisa mengandung logam berat yang berbahaya untuk kandungan.

3. Seafood mentah
No. Seafood pun harus dimasak dengan matang sempurna.

4. Produk kedelai
Dibatasi. Produk kedelai sebenarnya aman untuk ibu hamil, tapi harus tetap dihindari untuk kedelai yang gennya sudah termodifikasi.

5. Telur mentah atau setengah matang
No. Telur mentah atau setengah matang bisa membawa bakteri salmonella, jadi harus dimasak hingga benar-benar matang.

6. Buah jeruk
Yes. Buah jeruk bagus untuk kehamilan karena mengandung vitamin C dan asam folat yang sangat baik untuk perkembangan janin.

7. Jamur-jamuran
Dengan hati-hati. Jamur kancing, jamur tiram adalah pilihan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi ibu hamil (sebenarnya ada jenis jamur lain tapi saya jarang menemukannya di Indonesia ๐Ÿ˜… : honey mushroom dan butter-foot boletes). Sebaiknya juga dimasak matang sempurna.

8. Madu
Yes. Makanan yang alami dan sehat untuk ibu hamil. Sangat aman untuk beberapa kondisi, kecuali memang memiliki alergi madu.

9. Bawang putih
Yes. Konsumsi bawang putih dalam jumlah kecil sangat aman dan memiliki banyak manfaat.

10. Jahe
Dengan hati-hati. Jahe bisa mengurangi gejala keracunan, tapi sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedikit. Apalagi jika sudah mendekati HPL, sebaiknya sama sekali tidak mengkonsumsi jahe karena kandungannya yang bisa menurunkan darah bisa mengakibatkan hematoma di pasca persalinan.

11. Gula pengganti
Tergantung jenis gula pengganti. Menurut U.S. Food and Drug Administration aspartam, sukralosa, dan stevia aman untuk ibu hamil. Namun bagaimanapun penggunaan pemanis buatan kurang baik untuk kesehatan.

12. Kacang
Yes. Kacang baik untuk kesehatan janin, meski jika memiliki alergi tetap harus dihindari.

13. Keju
Tergantung jenis keju. Keju yang lembut yang terbuat dari susu mentah sebaiknya dihindari karena bisa mengandung bakteri yang kurang baik. Sedang keju keras atau yang terbuat dari susu pasteurisasi aman.

14. Kecambah mentah
No. Sebaiknya mengkonsumsi kecambah yang matang sempurna, karena kecambah mentah bisa jadi kurang bersih dalam mencuci.

15. Salad
No. Kecuali membuat sendiri dan memastikan semua dibuat dari bahan-bahan yang dimasak matang

16. Es krim
Yes. Karena es krim dibuat dari susu dan telur yang sudah dimasak, maka aman dikonsumsi ibu hamil.

Demikian 16 poin makanan dari survey yang saya ikuti di aplikasi Flo. Maafkan terjemahannya bebas banget dan agak-agak ngawur ๐Ÿ˜‚. Namun insyaallah intinya sama dengan yang disampaikan di Flo, hihi. Semoga bermanfaat bagi yang sedang hamil.

Agie Botianovi

Minggu, 09 Juni 2019

So Late Adzan

Salah satu hal 'unik' lagi yang ada di desa suami adalah adzan ashar yang 'sengaja' ditelatkan. Katanya sih agar para petani yang sedang di sawah tidak buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, ini kata suami. Namun entahlah, menurutku hal ini kok terdengar kurang relevan. Padahal ketika terdengar adzan ashar juga tidak semua petani langsung buru-buru bersih diri agar bisa berjamaah di musholla. Nyatanya mereka juga tetap mengakhirkan sholat ashar menjelang waktu magrib, ini sih yang sering saya temui.

Jika di aplikasi hp adzan ashar seharusnya berbunyi pukul 15.00, maka di desa sini baru ada adzan pukul 16.00-16.30, sekitar waktu itu. Ah, membuat penduduk di sini pun lebih gemar lagi mengulur-ulur waktu sholat yang seharusnya disegerakan.

Jika ini memang adat kebiasaan penduduk di sini, maka menurut saya kebiasaan ini patut diubah menjadi lebih baik. Apalagi hal ini bisa menjadi fatal untuk yang suka mengakhirkan sholat dhuhurnya. Sebenarnya sudah masuk waktu ashar, tapi tetap mengerjakan sholat dhuhur karena belum terdengar adzan ashar. Tak peduli matahari sudah condong ke barat, yang penting belum adzan ashar maka belum masuk waktu ashar.

Ah, saya sendiri kalau di sini sholat sesuai adzan aplikasi saja, meski mungkin ada juga yang mengira saya sholatnya salah waktu. Entahlah, yang penting Allah Maha Tahu.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-28

Sabtu, 08 Juni 2019

Selesai dengan Diri

Menjadi seorang ibu itu harus selesai dengan dirinya sendiri. Maka tak heran ketika ada seorang ibu muda yang masih labil seperti saya dulu, saya belum selesai dengan diri.

Namun, menjadi ibu di usia muda belum tentu selalu belum selesai dengan dirinya. Banyak juga ibu-ibu muda yang sudah selesai dengan dirinya. Lalu sebenarnya apa yang dimaksud sudah selesai dengan dirinya?

Begitu banyak permasalahan dalam hidup, banyak kesenangan yang begitu ingin diraih. Mereka yang belum selesai dengan dirinya masih berfokus dalam menyelesaikan masalah sendiri dan memuaskan kesenangan diri, tanpa bisa menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain.

Saya sendiri merasa miris ketika melihat ada seorang ibu yang terkesan abai dengan anaknya, dia seperti belum selesai dengan dirinya. Dia masih berfokus pada kesenangan yang ingin dia puaskan. Yah, mungkin bisa juga saya bilang orang yang belum selesai dengan dirinya artinya belum dewasa.

Seorang anak yang terjebak pada tubuh dewasa. Jiwanya masih anak-anak yang ingin bersenang-senang dan bersenang-senang, jiwa tersebut belum selesai dengan kesenangan yang entah barangkali dulu saat masih kecil diberangus oleh banyaknya larangan orang tua.

Ah, semua kembali lagi ke pola asuh orang tua, banyak pribadi yang masa kecilnya kurang bahagia, maka ketika tubuhnya telah mendewasa, jiwanya belum siap untuk menjadi dewasa, dia masih ingin mencari kebahagiaan masa kecil yang tertunda.

Saya pun tercenung ketika melihat seorang anak balita bermain sendiri tanpa pernah ibunya menemani bermain, ibunya masih sibuk dengan dirinya sendiri, menyelesaikan masalah-masalah 'kebahagiaan' yang belum usai dalam dirinya. Lalu bisa jadi 'lingkaran setan' itu akan terjadi lagi, si anak di masa depan akan merasa belum selesai dengan dirinya, karena tidak ada ibu yang benar-benar 'hadir' dalam kehidupan masa kecilnya.

Ah ibu, selesaikan dulu dirimu, karena ada jiwa-jiwa yang membutuhkan kehadiran fisik dan batinmu yang telah 'selesai'.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-27

Jumat, 07 Juni 2019

Perceraian

Perceraian, sebuah kata yang sering kali membuat saya shock mendengarnya, apalagi jika melihat kemesraan yang selalu ditunjuk-tunjukkan tiba-tiba menghilang tanpa jejak, begitu saja.

Kita memang tak pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya dalam kehidupan rumah tangga seseorang. Bisa jadi apa yang ditampakkan justru sebuah topeng pembenaran atas ketidakberesan kehidupan rumah tangganya. Siapa yang tahu? Hanya untuk menghibur diri bahwa rumah tangga saya baik-baik saja bisa jadi seseorang justru selalu berusaha menampakkan kemesraan terutama di sosmed, sebuah dunia yang penuh kepalsuan.

Kita bisa dengan bebas membentuk sendiri persepsi orang terhadap diri kita, entah itu untuk sebuah kebenaran atau tidak. Yang jelas sosmed itu maya, yang ditampakkan adalah sisi baiknya saja. Jika tidak pernah bertemu lagi di dunia nyata, maka jangan pernah berharap kau akan tau wajah dia sesungguhnya.

Kembali lagi ke perceraian. Saya sering tidak menyangka bahwa perceraian akan menimpa teman atau saudara di usia pernikahan yang masih sangat muda. Siapa yang pernah menyangka bahwa di dunia yang jauh dari dunia 'artis' ternyata juga ada pernikahan yang berlangsung hanya dalam hitungan bulan, atau mungkin hanya bertahan 1-2 tahun saja.

Ah, saya tak pernah menyangka, tapi inilah dunia. Ketidakcocokan itu bisa jadi memang baru terasa setelah beberapa waktu, terlepas dari bagaimanakah proses perkenalannya dulu. Namun perceraian itu nyata adanya, jika pertengkaran sudah tak ada kata damai, atau perdamaian sudah tidak bisa mufakat, mungkin memang lebih baiknya adalah berpisah. Daripada ada jiwa yang semakin terdholimi, atau jiwa yang semakin tersiksa.

Karena perceraian adalah sesuatu yang boleh, meski hal itu dibenci Allah. Dan mungkin setan akan berteriak kegirangan saat ada talak tertunaikan. Ah perceraian, sesuatu yang candanya pun bisa menjadi nyata. Maka wahai para suami, berhati-hatilah menata emosi, jangan sampai emosi sesaat menjadikan kata yang dibenci itu keluar dari mulutmu.

Dan untuk para istri termasuk saya, janganlah suka menyulut pertengkaran dengan suami. Sering kali mengalah itu bukan menjadi kalah, tapi mengalah itu adalah kemenangan melawan hawa nafsu.

Bisa jadi, botol dan tutupnya sudah tidak seukuran lagi, tak bisa lagi bersama saling melengkapi.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-26

Kamis, 06 Juni 2019

Lebaran di Desa

Lebaran di desa suami meninggalkan kesan tersendiri bagiku. Beberapa adat kebiasaan di sini begitu berbeda dengan apa yang ada di kota tempatku dibesarkan. Salah satu hal paling unik adalah tata cara sholat iednya.

Sholat ied di sini diadakan di musholla masing-masing blok. Jadi hanya beberapa baris saja. Bapak-bapak di dalam musholla tidak sampai penuh, kemudian ibu-ibu di luar musholla hanya hingga sekitar 3-4 shof saja.

Sembari pergi sholat, tiap rumah membawa makanan untuk dimakan bersama dengan saling bertukar, intinya tidak boleh makan milik sendiri. Rata-rata orang desa sini selalu menyembelih 1 ayam untuk dimasak opor lengkap dengan lontong dan ketupatnya. Makanan diletakkan di 1 baki besar berisi 1 mangkuk penuh isi opor dengan beberapa bungkus lontong. Nanti akan dimakan setelah sholat ied dengan melingkar sekitar 3-5 orang tiap nampan, makan bersama.

Sedangkan hal unik yang paling unik menurutku adalah saat khutbah sholat. Jika di kotaku khutbah disampaikan dengan bahasa Indonesia, lengkap dengan Khotib yang biasanya ustadz yang cukup dikenal, maka di sini khutbah disampaikan dengan bahasa Arab! Entahlah jamaah lain paham semua atau tidak dengan apa yang 'dibaca' oleh sang khatib yang juga merangkap sebagai imam.

'Kerpekan' yang dibaca pun kuamati sepertinya sama dari tahun ke tahun. Uniknya lagi, sang khatib membacakan dengan nada penuturan bukan seperti ceramah, tapi seperti sedang tilawah. Saya sempat protes tentang hal ini ke suami, lalu kita dapat apa kalau khutbahnya semacam itu? Kata suami, ya yang mondok kan tau artinya. Okelah, tapi menurut tetap saja isinya seperti tidak merasuk ke dalam hati. Hal ini pun juga terjadi saat sholat Jumat, entahlah. Yang tak paham bahasa Arab akan mendapat 'siraman rohani' dari mana?

Namun bagaimanapun inilah adat kebiasaan yang unik yang tetap harus dilestarikan, mungkin begitulah di desa ini turun temurun dilakukan. Walau barangkali jika ada perbaikan terhadap isi khutbah, maka pasti akan lebih bermakna.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-25