Tampilkan postingan dengan label ibu rumah tangga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ibu rumah tangga. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Januari 2022

Tahapan Perkuliahan di Institut Ibu Profesional (2)

bundajundi.blogspot.com – Lanjutan tulisan sebelumnya tentang tahapan perkuliahan di Institut Ibu Profesional. Pada tulisan sebelumnya sudah ada pembahasan kelas Bunda Cekatan. Setelah Bunda Cekatan ada kelas apalagi?


Kelas Bunda Produktif

Kelas ketiga ini lagi-lagi alhamdulillah saya bisa gabung di batch 1 yang dipandu langsung oleh Ibu Septi Peni. Waktu belajar hampir sama dengan Bunda Cekatan, yaitu 6 bulan.

Pada awal kelas kami diminta memilih salah satu passion yang ingin ditekuni dan tidak bisa ganti di tengah jalan seperti saat di kelas Bunda Cekatan yang bisa ganti-ganti passion.

Sesuai passion yang sudah dipilih, kami dikumpulkan dalam sebuah cluster yang dibagi menjadi CoHousing. Setiap CoHousing beranggotakan 10 orang yang tiap orang memiliki rumah berbentuk hexagon. Jadi karena nama kota tempat kelas adalah Hexagon City, semua rumah juga berbentuk hexagon alias segienam.

Pada awal perkuliahan pun kami diminta membuat desain rumah hexagon sesuai dengan passion kami, apa saja ruangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan passion. Para mahasiswa penduduk Hexagon City ini pun memiliki nama sendiri, yaitu Hexagonia.

Hexagon City bisa jadi adalah kota virtual pertama yang ada di Indonesia, atau bahkan dunia. Pada awal perkuliahan pun ada pemilihan walikota serta jajarannya.

Materi perkuliahan di kelas ini nama-nama materinya pun sesuai dengan kata H-E-X-A-G-O-N, meski ada 2 materi awal sebagai pengantar yang tidak ada di jajaran huruf tersebut.

Berbeda dengan kelas-kelas sebelumnya, di kelas ini kerja tim yang utama. Tiap CoHousing membuat satu proyek yang dikerjakan bersama. Pengerjaan jurnal pun lebih banyak dikerjakan secara tim. Mau tidak mau, suka tidak suka sistem seperti ini pasti ada saja yang sekadar ‘ndompleng’ nama tanpa benar-benar kerja.

Bagi saya yang paling menarik dari tiap zona adalah zona O untuk Open Space. Pada zona ini ada virtual conference hexagon city. Setiap mahasiswa boleh memilih perannya sendiri, mau menjadi speaker, atau penerima manfaat.

Saya pun mencoba memberanikan diri menjadi speaker dengan materi ‘Dasar Penyuntingan Tulisan’ meski saya berada di cluster bisnis. Saya nekat berbagi ilmu yang sebenarnya masih sangat sedikit. Namun, di luar ekspektasi ternyata pilihan saya ini membawa dampak lain yang tidak terbayangkan. Alhamdulilah peserta pun cukup banyak (meski nggak sampai ratusan setidaknya nggak krik krik). Peserta pun cukup antusias dalam bertanya. Saat itu saya menggunakan platform Telegram. Sebenarnya banyak pilihan platform yang bisa digunakan, tapi saya memilih platform yang tekstual tidak perlu live.

Beberapa waktu setelah acara tersebut, tiba-tiba ada Hexagonia dari cluster menulis menghubungi saya untuk wawancara. Profil saya pun dimuat di majalah digital mereka Hexabliss yang membahas tentang jajaran kiprah perempuan. Masyaallah, di antara banyaknya speaker, mereka memilih saya. Jika bukan tangan Allah yang menggerakkan, tidak mungkin saya yang dipilih.

Setahun kemudian setelah acara tersebut yaitu di bulan ini, saya tiba-tiba diundang mengisi pelatihan mengenai dasar ejaan Bahasa Indonesia di bagian pemantauan dan pelaporan Departemen Lingkungan Hidup Pupuk Kaltim. Sebenarnya mereka meminta mengisi di platform Zoom, tapi saya memang kesulitan mengondisikan anak bayi saya jika harus live. Jadilah digunakan platform WhatsApp. Terbayang nggak, ibu rumah tangga mengisi pelatihan di perusahaan besar. Yah, meski bukan pelatihan penting, bagaimanapun ini adalah sebuah pencapaian.

Selanjutnya tentu kelas terakhir dari perkuliahan.

Kelas Bunda Salihah

Inilah jenjang terakhir itu, banyak teman memutuskan tidak lanjut ke tahap ini. Eh udah mulai di tahap Bunda Produktif sih, ada yang dari awal tidak ikut, ada yang mundur di tengah jalan. Saking beratnya kelas Bunda Produktif, di awal perkuliahan ada pembayaran komitmen fee yang akan dikembalikan bagi yang lulus hingga akhir perkuliahan.

Namun, untuk Bunda Salihah tidak ada komitmen fee tersebut. Kelas ini menurut saya hampir sama dengan kelas sebelumnya yaitu membuat proyek. Yang berbeda proyek di kelas ini diawali dari masalah yang dihadapi masing-masing mahasiswa.

Setiap mahasiswa memilih satu masalah untuk dipecahkan melalui proyek. Selain itu ada juga kampanye mencari tim baik dari sesama mahasiswa atau non mahasiswa yang memiliki masalah yang sama untuk dipecahkan bersama.

Berbeda dengan sebelumnya, saya memilih mengangkat masalah agama untuk saya. Berawal dari kajian yang saya ikuti mengenai Wirid Al-Qur’an, Sang Ustaz mengatakan bahwa kebanyakan orang malah belum khatam tadabur Al-Qur’an. Saya pun merasa menjadi salah satu yang belum khatam tersebut. Selama ini membaca terjemah Al-Qur’an loncat-loncat sesuai kebutuhan.

Alhamdulilah ada empat orang yang mau bergabung bersama tim saya, 1 mahasiswa Bunsal, 3 mahasiswa non Bunsal. Bersama mereka, kami berkomitmen merutinkan tadabur Al-Qur’an minimal sehari 1 halaman lalu menuliskan ayat yang berkesan untuk dibagikan di grup.

Sebagai seorang leader, sejujurnya saya merasakan berat sekali mengawal grup sesuai tahapan instruksi dari materi yang diberikan. Apalagi untuk mahasiswa non Bunsal, saya merasa ada rasa sungkan untuk mengajak mereka mikir hal rumit yang sebenarnya mereka tidak berkepentingan.

Alhamdulilah meski tertatih-tatih, saya dan tim pun bisa melewati setiap tantangan. Hingga saat ini program masih terus berjalan walau rencana milestone kedua untuk membuka member umum belum bisa terlaksana.

Tim kami pun terpilih lolos untuk melaju ke tahap selanjutnya yaitu ekosistem ibu pembaharu. Tahap ini kami akan dibimbing untuk membentuk sebuah komunitas yang berkepanjangan dan akan meninggalkan sebuah legacy kelak ketika diri ini hanya tinggal nama.

Namun, saya pribadi masih ragu untuk lanjut karena milestone kedua belum juga kami eksekusi. Semoga ada jalan untuk segera mengeksekusi.

Dari penjelasanku, kamu tertarik ikut perkuliahan juga? Ikut pendaftaran Foundation dulu, ya. Bisa sering-sering cek media sosial Ibu Profesional agar tidak ketinggalan infonya.

Salam manis dariku,

Agie Botianovi.

Senin, 24 Januari 2022

Empat Tahapan Perkuliahan di Institut Ibu Profesional (1)

bundajundi.blogspot.com - Kalau diingat-ingat, kapan ya pertama kali tahu Institut Ibu Profesional? Sepertinya sih sudah sejak 2015, waktu itu tahu dari teman dan sempat menjadi panitia acara kopdar perdana IP Malang. Hingga setelah itu saya mundur dari grup dan baru tertarik gabung lagi di Matrikulasi batch 4 yang tepatnya dimulai bulan Mei 2017. Eh tidak terasa sudah lima tahun lalu.

Matrikulasi ini kalau dulu –sebelum ada pembagian komponen- adalah pintu gerbang keanggotaan di IIP. Kalau belum lulus matrikulasi ya belum bisa masuk grup member-nya.

Kelas matrikulasi memberi banyak ilmu baru buat saya, tentang dasar-dasar adab menuntut ilmu, dan beberapa ilmu penting lain. Setiap materi juga ada feedback berupa Nice Home Work (NHW). Paling keinget di NHW 3 karena isinya membuat surat cinta buat suami, hahahaha. Meski udah lupa juga dulu nulis apa buat suami. Ada juga ilmu tentang memahami anak, dan lain-lain. Biasanya tiap batch ada penyesuaian sih sistem matrikulasi dan banyak materinya. Karena ada materi yang dulu saya nggak dapat, batch yang baru dapat.

Keinget juga materi tentang FOMO (Fear Of Missing Out), sebuah ketakutan ketinggalan informasi di media sosial sehingga terus menerus scroll karena takut ketinggalan. Semoga kita tidak mengalami hal ini dengan menggunakan mantra ‘menarik tapi tidak tertarik'.

Pada kelas matrikulasi pula saya belajar tentang semua ibu adalah ibu bekerja, yang membedakannya yang satu bekerja di ranah domestik, yang satu bekerja di ranah publik. Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya merasa bahagia dengan ungkapan tersebut. Ya, kami pun di rumah sedang bekerja membangun peradaban. Karena mendidik anak sama dengan mempersiapkan peradaban.

Setelah lulus matrikulasi, kami mendaftar untuk jenjang pertama perkuliahan.



Kelas Bunda Sayang

Kami dari batch 4 setelah lulus matrikulasi langsung diberikan kesempatan untuk mendaftar kelas Bunda Sayang batch 3. Namun, kuota yang diberikan terbatas karena juga mungkin keterbatasan fasilitator. Jadinya waktu itu daftarnya rebutan. Padahal kuota 1.500 tapi rebutan saking banyaknya yang mau daftar, masyaallah. Ada beberapa teman sekelas dari matrikulasi tidak terangkut ke kelas ini.

Kelas Bunda Sayang sendiri berisi 12 materi dasar mendidik anak yang jaman saya dulu disampaikan dalam satu tahun. Tiap bulan 1 materi selama 12 bulan. Seperti halnya matrikulasi, kelas ini juga ada tugas sebagai syarat kelulusan. Tugasnya ada tantangan 10 hari. Jadi selama 10 hari mahasiswa diminta menuliskan jurnalnya dalam mempraktikkan ilmu yang sudah didapat. Jika ingin extramiles bisa mengerjakan 15 hari berturut-turut tanpa jeda. Pun ada 3 macam bagde: outstanding performance, excellent, dan bagde dasar jika mengerjakannya rapel atau tidak berturut-turut.

Materi kelas ini yang paling saya ingat ada di materi pertama adalah komunikasi produktif. Yes, ternyata memang inilah kunci dari segala kunci. Butuh kesabaran yang panjang untuk terus berlatih dan berlatih.

Ada juga materi tentang matematika, gaya belajar, hingga materi tentang multimedia. Zaman yang serba multimedia ini mau tidak mau sebagai orang tua harus melek teknologi agar kita bisa terus memantau apa yang dikerjakan anak. Apalagi multimedia membuat anak mudah mengakses apapun tanpa batas, termasuk hal-hal yang tidak baik.

Kelas Bunda Sayang ini juga ada program pelajar teladan (eh bener gak ya istilahnya?) yang mana tiap materi akan diambil 1 orang dengan bagde outstanding performance untuk berkunjung ke kelas lain. Seru sekali program ini. Sayangnya saya belum pernah berkesempatan terpilih, mungkin karena jarang-jarang juga bisa outstanding performance, wkwkwk.

Kalau yang batch yang terbaru kurang begitu paham bagaimana sistemnya, sepertinya banyak perubahan juga, termasuk perubahan waktu belajar. Sekilas mendengar sekarang perkuliahan bunda sayang dimampatkan jadi lebih cepat tidak sampai 1 tahun. Ada beberapa materi yang dijadikan satu, kabarnya seperti itu.

Setelah lulus Bunda Sayang ada kelas apalagi? Yes, kelas Bunda Cekatan. Langsung? Enggak dong, nunggu lumayan lama, jadinya dalam kurun waktu tidak ada perkuliahan kegiatan ada di rumbel a.k.a rumah belajar. Eh tapi ini sebelum pemecahan menjadi komponen-komponen. Kalau sekarang ingin masuk rumbel harus ikut orientasi Komunitas dulu, saya belum masuk karena fokus di komponen Institut.

Kelas Bunda Cekatan

Yup, ini kelas kedua di tahapan perkuliahan Institut Ibu Profesional. Kelas ini memuat ribuan mahasiswa lulusan Bunda Sayang dari batch 1 hingga batch 6 (semoga nggak salah). Istimewanya alhamdulilah ikut batch 1 ini jadi bisa dipandu langsung oleh Ibu Septi Peni Wulandini.

Berbeda dengan konsep kelas Bunda Sayang, kelas ini tidak mengajarkan 12 ilmu dasar Bunda Cekatan sebagaimana bukunya yang sudah terbit terlebih dahulu. Kelas ini dibuat gamifikasi dengan pembagian tahapan menjadi empat tahap: kelas telur-telur, kelas ulat-ulat, kelas kepompong, dan kelas kupu-kupu.

Yang saya ingat dari kelas-kelas ini mahasiswa diminta memetakan hal-hal apa saja yang termasuk ranah suka dan bisa. Lalu kita pun diminta memilih ingin konsentrasi di bidang apa agar menjadi cekatan. Jadi makna cekatan di sini tidak hanya cekatan dalam kerumahtanggaan, tapi cekatan di bidang yang sudah kita pilih.

Kelas kepompong mengajarkan saya bagaimana untuk berpuasa dari hal-hal yang mengganggu terlaksana target dari bidang yang saya tekuni. Selama sebulan penuh di kelas kepompong diminta mengasah skill yang ingin ditekuni. Kelas ini mengajarkan agar mencukupkan diri untuk tidak memakan semua ilmu seperti halnya saat di kelas ulat-ulat dimana pada tahapan tersebut kita diminta memakan sebanyak-banyaknya ilmu yang ditebarkan oleh sesama mahasiswa yang ahli di bidang masing-masing.

Yang seru juga di Bunda Cekatan ini ada program mentoriship, setiap mahasiswa diharap menjadi mentor dan mentee pada bidang yang dikuasai dan yang ingin dikuasai. Saya dulu memilih menjadi mentor di bidang bisnis, sedang sebagai mentee saya memilih menjadi mentee untuk menerbitkan buku di penerbit mayor.

Lalu, setelah jadi kupu-kupu mau lanjut ke mana lagi? Lanjut ke part 2, ya. Stay tune.