Kamis, 06 Juni 2019

Lebaran di Desa

Lebaran di desa suami meninggalkan kesan tersendiri bagiku. Beberapa adat kebiasaan di sini begitu berbeda dengan apa yang ada di kota tempatku dibesarkan. Salah satu hal paling unik adalah tata cara sholat iednya.

Sholat ied di sini diadakan di musholla masing-masing blok. Jadi hanya beberapa baris saja. Bapak-bapak di dalam musholla tidak sampai penuh, kemudian ibu-ibu di luar musholla hanya hingga sekitar 3-4 shof saja.

Sembari pergi sholat, tiap rumah membawa makanan untuk dimakan bersama dengan saling bertukar, intinya tidak boleh makan milik sendiri. Rata-rata orang desa sini selalu menyembelih 1 ayam untuk dimasak opor lengkap dengan lontong dan ketupatnya. Makanan diletakkan di 1 baki besar berisi 1 mangkuk penuh isi opor dengan beberapa bungkus lontong. Nanti akan dimakan setelah sholat ied dengan melingkar sekitar 3-5 orang tiap nampan, makan bersama.

Sedangkan hal unik yang paling unik menurutku adalah saat khutbah sholat. Jika di kotaku khutbah disampaikan dengan bahasa Indonesia, lengkap dengan Khotib yang biasanya ustadz yang cukup dikenal, maka di sini khutbah disampaikan dengan bahasa Arab! Entahlah jamaah lain paham semua atau tidak dengan apa yang 'dibaca' oleh sang khatib yang juga merangkap sebagai imam.

'Kerpekan' yang dibaca pun kuamati sepertinya sama dari tahun ke tahun. Uniknya lagi, sang khatib membacakan dengan nada penuturan bukan seperti ceramah, tapi seperti sedang tilawah. Saya sempat protes tentang hal ini ke suami, lalu kita dapat apa kalau khutbahnya semacam itu? Kata suami, ya yang mondok kan tau artinya. Okelah, tapi menurut tetap saja isinya seperti tidak merasuk ke dalam hati. Hal ini pun juga terjadi saat sholat Jumat, entahlah. Yang tak paham bahasa Arab akan mendapat 'siraman rohani' dari mana?

Namun bagaimanapun inilah adat kebiasaan yang unik yang tetap harus dilestarikan, mungkin begitulah di desa ini turun temurun dilakukan. Walau barangkali jika ada perbaikan terhadap isi khutbah, maka pasti akan lebih bermakna.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-25

Related Posts:

  • Hati Suhita: Mikul Dhuwur, Mendem JeroMikul dhuwur mendem jero, meninggikan kebaikan keluarga dan menutupi kekurangannya. Hal ini bisa dimaknai juga meninggikan derajat keluarga. Sebuah pepatah yang menjadi pedoman wanita Jawa dalam berkeluarga. Begitu pula … Read More
  • Buka BersamaMungkin saya termasuk orang yang kuper, selama Ramadhan sudah berjalan 2/3 nya saya sama sekali tidak buka bersama di luar, baik dengan komunitas ataupun keluarga. Namun memang itulah pilihan kami selama beberapa tahun belaka… Read More
  • Kau Tetap Lelaki yang Sama Aku menangis dalam diam Dalam jiwa yang mengharu Dalam hati yang terluka Aku sama sekali salah Bahwa diammu bukan berarti kau tak peduli Kau tetap lelaki yang sama Lelaki hangat yang mencintaiku karena-Nya Kupikir kau berub… Read More
  • Pepaya yang DicuriBeberapa hari yang lalu lagi-lagi hati ini sempat diliputi rasa kecewa saat melihat tiga pepaya yang mulai membesar di pohonnya tiba-tiba berkurang satu. Pagi hari masih tiga, sore sudah tinggal dua. Berarti pencuri melakukan… Read More
  • Bumi Cinta : Ujian WanitaDari Usamah Bin Zaid, Rasulullah Saw bersabda, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari: 5096 dan  Muslim: 2740) Fitnah wanita adalah fitnah terbesa… Read More

0 komentar:

Posting Komentar