Tampilkan postingan dengan label Bunda Belajar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bunda Belajar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Desember 2023

Aku Angin Engkaulah Samudra: Kisah Pilu di Tanah Rencong

 Identitas Buku

Judul Buku: Aku Angin Engkaulah Samudra 

Pengarang: Tasaro GK

Penerbit: Qanita

Tahun Terbit: 2014

Tebal Halaman: 556 halaman





Alhamdulillah, lagi-lagi aku akhirnya bisa menyelesaikan satu buku lagi yang sudah lama menjadi penghuni rak buku rumah. Masyaallah, lega rasanya. Sebenarnya suami yang membeli buku ini, tapi ketika kemarin kutanya, ternyata dia sendiri belum menuntaskannya. Buku ini dia beli saat kami masih memiliki satu anak, sekitar 2014, sudah tujuh tahun berlalu. Parah banget, ya, baru selesai sekarang, wkwk. Alhamdulillah berkat program Ruang Baca Ibu, satu masalah penumpukan buku menemukan solusinya.


Saat 2014 itu sebenarnya aku sudah mulai membaca buku ini, tapi entah mengapa tidak kulanjutkan. Akhirnya sekarang aku baca dari awal yang alhamdulilah bisa sampai tuntas.


Buku ini sebelumnya sudah pernah diterbitkan dengan judul Di Serambi Makkah. Selain itu, di sampul dalam buku dituliskan bahwa novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Kisah dimulai dengan persahabatan tokoh Samudro dan Maruto. Dalam novel ini Maruto berperan sebagai aku yang mengisahkan cerita ini. Maruto yang bermakna angin, dan Samudro yang bermakna samudra.


Kisah persahabatan Maruto dan Samu berlangsung saat mereka masih SD di sebuah desa di Gunung Kidul, Jogja. Lalu mereka pun terpisah karena Maru harus ikut orang tuanya pindah ke kota. Kisah pun beralih ke masa SMP, SMA, kuliah, hingga saat Maru telah bekerja sebagai seorang wartawan.


Sejujurnya penokohan Maru ini mirip sekali dengan penulis, yang masa kecilnya juga di Gunung Kidul, serta menjadi wartawan di Bogor saat pertama bekerja. Namun, bisa jadi ini kisah orang lain yang ditokohkan sedikit berbeda dari kenyataannya karena setahu saya based on true story tidak 100% sama dengan kisah aslinya, ada penyesuaian-penyesuaian saat ditulis menjadi novel.


Inti kisah pun dimulai saat tiba-tiba Samu, teman masa kecil Maru menghubungi. Samu yang saat kecil bercita-cita menjadi tentara ternyata benar-benar menjadi tentara yang ditugaskan di Aceh, sebuah daerah yang masih berkonflik karena ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Di sinilah konflik bermula, tentang cerita Samu saat menjadi tentara di Aceh dan cerita Maru yang ingin menulis tentang konflik GAM tersebut.


Konflik antara GAM dengan pemerintah Indonesia memang sudah berlangsung sejak lama. Konflik yang begitu menegangkan untuk disimak kisahnya. Hingga rakyatlah yang menjadi korban, terjepit di antara dua kubu. Kisah ini pun ditutup dengan adanya tragedi tsunami di Aceh 2004.


Dari sekian banyak buku Tasaro yang sudah kubaca, novel ini agak unik karena banyak terdapat kesalahan sudut pandang. Misal di awal paragraf bicara tentang aktivitas aku, tapi tiba-tiba kalimat selanjutnya menggunakan kata ganti 'nya'. Hal ini pun saya baca juga dikritik di Goodreads dan pengulas katanya tidak melanjutkan membaca dan langsung memberi bintang satu.


Hal ini sebenarnya cukup mengganggu, meski sebagai pembaca aku cukup paham apa yang dimaksudkan. Aku menduga penulis melakukan perubahan sudut pandang dari orang ketiga menjadi orang pertama. Editor pun tidak cukup teliti untuk menelusuri penggantian ini.


Di luar hal itu, novel ini menjadi tambahan pengetahuan bagiku tentang konflik GAM di Aceh. Aku pun penasaran apakah sekarang masih berkonflik, ternyata menurut mesin pencarian konflik sudah selesai dengan perjanjian damai di Helsinki pada 2014, saat pemerintahan Pak SBY.


Senin, 14 Februari 2022

Pertama Kalinya Dapat ACC Bawa Bayi Keluar Kota Backpacker-an

bundajundi.blogspot.com – Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa seorang aku akan mendapatkan ACC dari suami membawa bayi keluar kota sendirian. Setelah hampir sebelas tahun menikah, rasanya inilah pertama kalinya suami rida aku keluar kota sendiri tanpa dia.

Aku berangkat untuk mengikuti Musywil FLP Jatim sebagai seorang pengurus yang bersiap demisioner dari amanah. Alhamdulilah aku berangkat dengan Mbak Zie yang suami juga sudah kenal baik bahkan sebelum kami menikah. Mungkin itu juga alasan yang membuat suami bisa mengizinkanku berangkat.

Awalnya aku berencana berangkat bersama rombongan dari Malang yang menyewa mobil. Namun, karena Mbak Zie tidak bisa ikut rombongan tersebut karena masih mengajar, aku menemaninya berangkat via kendaraan umum.

Kalau dibilang nekad, ya, nekad banget. Sampai di tempat acara pun banyak teman pengurus menyatakan salut pada kenekadanku. Aku sendiri merasakan sesuatu pengalaman baru yang cukup memicu adrenalin.

Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan naik bus keluar kota. Alhamdulilah bayi pun kondusif tidak perlu drama rewel, hanya sekali menangis justru saat sudah sampai di kota tujuan dan naik mobil penjemput.

Dijemput calon Jatim 1

Ya, kusebut begitu karena yang menjemput rombongan kami saat itu adalah calon kuat kandidat ketua FLP Jatim, Ustadz Muchlisin.

Saat dalam perjalanan beliau berkata kepadaku bahwa sebenarnya istrinya pun ingin ikut menjemput tapi tidak jadi. Istri beliau sudah lama menjadi salah satu distributor BOTIA, merk hijab milikku.

Benar saja, setelah agenda acara berlangsung, beliau benar-benar terpilih menjadi ketua FLP Jatim periode 2022-2024. Wah, beruntung sekali merasakan dijemput oleh orang nomor satu di FLP Jatim.

Bayi introvertku bahagia

Alhamdulilah, sebagai anak bontot, bayiku ini bisa kubilang bayi introvert. Jika dengan orang baru dia akan bersikap agak ketakutan dan terus memelukku lebih erat. Namun, karena keintrovertannya itu dia mudah dikondisikan agar tidak terlalu rewel di perjalanan. Dia pun begitu anteng duduk di pangkuanku.

Awalnya dia tidak mau diajak orang lain, tapi alhamdulillah lama-lama dia pun mau diajak Mbak Zie yang juga sekamar denganku (aslinya enggak, tapi minta ganti, hehe). Dalam perjalanan pulang pun dia mau dipangku Mbak Zie, malah aku dicuekin, haha.

Bayiku terlihat bahagia saat di kamar hotel, diajak jalan-jalan ke alun-alun dekat acara, dan juga saat pergi ke pantai. Ya, ini pertama kalinya dia diajak ke pantai.

Bayiku bermain pasir pantai

Sebagai anak pandemi yang lahir tepat sebulan sebelum Indonesia dinyatakan pandemi, dia memang bisa dibilang jarang diajak jalan-jalan. Paling sering hanya ke rumah Eyang atau Mbah, haha.

Apalagi semenjak beberapa bulan lalu mobil kami harus dijual. Semakin jarang dia merasakan jalan-jalan. Bismillah, ya, Nak, semoga sebentar lagi ada rezeki beli mobil lagi.

Liburan bagiku, mengurus rumah tangga bagi suami

Sebenarnya aku sudah hampir tidak jadi berangkat ke Gresik karena jadwal ujian tes masuk SD untuk anak kembarku. Namun, alhamdulillah jadwalnya diundur hari Senin. Waktu diundur aku sudah bahagia sekali, eh, tiba-tiba ada undangan lain dari sekolah mereka untuk temu wali. Aku yang sudah bahagia hampir patah hati lagi.

Secangkir cokelat hangat bikinan ayah dan tiga anak

Alhamdulilah suami mau menggantikan dan anak-anak pun bisa diberi pengertian. Salut dengan suami yang bisa momong tiga anak sekaligus sendirian tanpa ada aku di rumah. Berbagai laporan aku terima, mulai membuat minuman cokelat bersama, hingga menonton film bersama.

Aku tetaplah seorang ibu

Sebagai seorang perempuan, aku tetaplah seorang ibu dan istri. Bagaimanapun kiprahku dalam mengaktualisasi diri, tugas utamaku tetap menjadi seorang ibu dari empat anakku. Tugas utama inilah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudahkah aku menjalankan fungsiku dengan baik?

Meski aku diberi kesempatan menjadi ‘diriku’, aku tetaplah seorang ibu yang memiliki tanggung jawab empat orang anak. Jadi, kalau jalan-jalan juga harus membelikan oleh-oleh untuk mereka.

Bersama teman-teman pengurus FLP Jatim demisioner

Saat jalan-jalan di Pantai Dalegan, akhirnya aku pun membelikan keempat anakku baju dengan tulisan Pantai Dalegan sebagai kenang-kenangan. Meski tiga anakku belum pernah ke sana, setidaknya sudah punya bajunya dulu. Hehehe.

Bu, apapun kiprahmu dalam mengaktualisasi diri, tugas utamamu adalah seorang ibu. Dalam setiap keputusan mengambil amanah baru aku pun selalu meminta pertimbangan suami. Lalu suami pun akan mengembalikan kepadaku apakah aku merasa bisa membagi waktu atau tidak. Ah, suamiku, terima kasih banyak atas semua cintamu.

Very late post, kejadiannya sudah sebulan lalu, nulisnya baru sekarang.

Malang, 14 Februari, dini hari.


Senin, 24 Januari 2022

Empat Tahapan Perkuliahan di Institut Ibu Profesional (1)

bundajundi.blogspot.com - Kalau diingat-ingat, kapan ya pertama kali tahu Institut Ibu Profesional? Sepertinya sih sudah sejak 2015, waktu itu tahu dari teman dan sempat menjadi panitia acara kopdar perdana IP Malang. Hingga setelah itu saya mundur dari grup dan baru tertarik gabung lagi di Matrikulasi batch 4 yang tepatnya dimulai bulan Mei 2017. Eh tidak terasa sudah lima tahun lalu.

Matrikulasi ini kalau dulu –sebelum ada pembagian komponen- adalah pintu gerbang keanggotaan di IIP. Kalau belum lulus matrikulasi ya belum bisa masuk grup member-nya.

Kelas matrikulasi memberi banyak ilmu baru buat saya, tentang dasar-dasar adab menuntut ilmu, dan beberapa ilmu penting lain. Setiap materi juga ada feedback berupa Nice Home Work (NHW). Paling keinget di NHW 3 karena isinya membuat surat cinta buat suami, hahahaha. Meski udah lupa juga dulu nulis apa buat suami. Ada juga ilmu tentang memahami anak, dan lain-lain. Biasanya tiap batch ada penyesuaian sih sistem matrikulasi dan banyak materinya. Karena ada materi yang dulu saya nggak dapat, batch yang baru dapat.

Keinget juga materi tentang FOMO (Fear Of Missing Out), sebuah ketakutan ketinggalan informasi di media sosial sehingga terus menerus scroll karena takut ketinggalan. Semoga kita tidak mengalami hal ini dengan menggunakan mantra ‘menarik tapi tidak tertarik'.

Pada kelas matrikulasi pula saya belajar tentang semua ibu adalah ibu bekerja, yang membedakannya yang satu bekerja di ranah domestik, yang satu bekerja di ranah publik. Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya merasa bahagia dengan ungkapan tersebut. Ya, kami pun di rumah sedang bekerja membangun peradaban. Karena mendidik anak sama dengan mempersiapkan peradaban.

Setelah lulus matrikulasi, kami mendaftar untuk jenjang pertama perkuliahan.



Kelas Bunda Sayang

Kami dari batch 4 setelah lulus matrikulasi langsung diberikan kesempatan untuk mendaftar kelas Bunda Sayang batch 3. Namun, kuota yang diberikan terbatas karena juga mungkin keterbatasan fasilitator. Jadinya waktu itu daftarnya rebutan. Padahal kuota 1.500 tapi rebutan saking banyaknya yang mau daftar, masyaallah. Ada beberapa teman sekelas dari matrikulasi tidak terangkut ke kelas ini.

Kelas Bunda Sayang sendiri berisi 12 materi dasar mendidik anak yang jaman saya dulu disampaikan dalam satu tahun. Tiap bulan 1 materi selama 12 bulan. Seperti halnya matrikulasi, kelas ini juga ada tugas sebagai syarat kelulusan. Tugasnya ada tantangan 10 hari. Jadi selama 10 hari mahasiswa diminta menuliskan jurnalnya dalam mempraktikkan ilmu yang sudah didapat. Jika ingin extramiles bisa mengerjakan 15 hari berturut-turut tanpa jeda. Pun ada 3 macam bagde: outstanding performance, excellent, dan bagde dasar jika mengerjakannya rapel atau tidak berturut-turut.

Materi kelas ini yang paling saya ingat ada di materi pertama adalah komunikasi produktif. Yes, ternyata memang inilah kunci dari segala kunci. Butuh kesabaran yang panjang untuk terus berlatih dan berlatih.

Ada juga materi tentang matematika, gaya belajar, hingga materi tentang multimedia. Zaman yang serba multimedia ini mau tidak mau sebagai orang tua harus melek teknologi agar kita bisa terus memantau apa yang dikerjakan anak. Apalagi multimedia membuat anak mudah mengakses apapun tanpa batas, termasuk hal-hal yang tidak baik.

Kelas Bunda Sayang ini juga ada program pelajar teladan (eh bener gak ya istilahnya?) yang mana tiap materi akan diambil 1 orang dengan bagde outstanding performance untuk berkunjung ke kelas lain. Seru sekali program ini. Sayangnya saya belum pernah berkesempatan terpilih, mungkin karena jarang-jarang juga bisa outstanding performance, wkwkwk.

Kalau yang batch yang terbaru kurang begitu paham bagaimana sistemnya, sepertinya banyak perubahan juga, termasuk perubahan waktu belajar. Sekilas mendengar sekarang perkuliahan bunda sayang dimampatkan jadi lebih cepat tidak sampai 1 tahun. Ada beberapa materi yang dijadikan satu, kabarnya seperti itu.

Setelah lulus Bunda Sayang ada kelas apalagi? Yes, kelas Bunda Cekatan. Langsung? Enggak dong, nunggu lumayan lama, jadinya dalam kurun waktu tidak ada perkuliahan kegiatan ada di rumbel a.k.a rumah belajar. Eh tapi ini sebelum pemecahan menjadi komponen-komponen. Kalau sekarang ingin masuk rumbel harus ikut orientasi Komunitas dulu, saya belum masuk karena fokus di komponen Institut.

Kelas Bunda Cekatan

Yup, ini kelas kedua di tahapan perkuliahan Institut Ibu Profesional. Kelas ini memuat ribuan mahasiswa lulusan Bunda Sayang dari batch 1 hingga batch 6 (semoga nggak salah). Istimewanya alhamdulilah ikut batch 1 ini jadi bisa dipandu langsung oleh Ibu Septi Peni Wulandini.

Berbeda dengan konsep kelas Bunda Sayang, kelas ini tidak mengajarkan 12 ilmu dasar Bunda Cekatan sebagaimana bukunya yang sudah terbit terlebih dahulu. Kelas ini dibuat gamifikasi dengan pembagian tahapan menjadi empat tahap: kelas telur-telur, kelas ulat-ulat, kelas kepompong, dan kelas kupu-kupu.

Yang saya ingat dari kelas-kelas ini mahasiswa diminta memetakan hal-hal apa saja yang termasuk ranah suka dan bisa. Lalu kita pun diminta memilih ingin konsentrasi di bidang apa agar menjadi cekatan. Jadi makna cekatan di sini tidak hanya cekatan dalam kerumahtanggaan, tapi cekatan di bidang yang sudah kita pilih.

Kelas kepompong mengajarkan saya bagaimana untuk berpuasa dari hal-hal yang mengganggu terlaksana target dari bidang yang saya tekuni. Selama sebulan penuh di kelas kepompong diminta mengasah skill yang ingin ditekuni. Kelas ini mengajarkan agar mencukupkan diri untuk tidak memakan semua ilmu seperti halnya saat di kelas ulat-ulat dimana pada tahapan tersebut kita diminta memakan sebanyak-banyaknya ilmu yang ditebarkan oleh sesama mahasiswa yang ahli di bidang masing-masing.

Yang seru juga di Bunda Cekatan ini ada program mentoriship, setiap mahasiswa diharap menjadi mentor dan mentee pada bidang yang dikuasai dan yang ingin dikuasai. Saya dulu memilih menjadi mentor di bidang bisnis, sedang sebagai mentee saya memilih menjadi mentee untuk menerbitkan buku di penerbit mayor.

Lalu, setelah jadi kupu-kupu mau lanjut ke mana lagi? Lanjut ke part 2, ya. Stay tune.