Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Juni 2015

[Tentang Kehamilan] Kembar

Kembar. Sebuah kata yang selalu istimewa, bahkan sering jadi pusat perhatian. Barangkali memang selalu terlihat unik ketika dua orang jalan berdua dan keduanya mirip, apalagi kalau kembar identik.
Dulu. Dulu sekali ketika aku masih SD (barangkali) sering melihat takjub orang kembar. Jika tak sengaja bertemu orang kembar, aku seringkali mengamati takjub mereka berdua seolah kembar benar-benar sesuatu yang luar biasa. Ah, jika diingat-ingat barangkali aku saat itu begitu memalukan.
Sejak kecil aku tak pernah terpikir punya anak kembar, sampai saat ini pun. Hingga di suatu siang beberapa pekan lalu jantungku dibuat berdebar melihat layar USG. Janin yang aku kandung kembar.
Tepatnya sekitar 5 pekan lalu saat kandunganku berusia 15 pekan (sekarang sudah 20 pekan). Saat itu aku ANC di bidan rina (semoga nanti bisa melahirkan ditolong beliau, aamiin). Seperti 2 bulan sebelumnya begitu berbaring di ranjang periksa perutku di USG. USG kali ini bidan rina langsung sedikit 'heboh' menjelaskan gambar USG di monitor. Suamiku yang mengurusi si sulung di luar tempat periksa juga langsung dipanggil. Janinnya kembar.
Dua bulan sebelumnya memang belum ketahuan kalau janinku kembar karena aku 'lupa' nggak nahan pipis, padahal beberapa waktu sebelumnya baru saja baca kalau USG hamil muda harus dalam keadaan kantong kemih penuh.
15 juni 2015 (tidak rampung)
Add caption

Kini tak terasa usia kandunganku sudah memasuki minggu ke 36, semakin dekat dengan waktu persalinan. Ada hal-hal yang kurasakan berbeda dengan kehamilanku yang pertama dulu. Entah. Barangkali dulu di kehamilan pertama aku terlalu sibuk dengan skripsiku sehingga hari-hari terakhir kehamilan aku jalani biasa saja tanpa ada rasa beban.
Kecapekan. Saat ini aku merasa sangat sering kecapekan dan terasa berat. Entah karena aku memboyong 2 janin di rahimku, atau aku tidak terlalu sibuk sehingga setiap detik begitu terasa? Setiap hari aku selalu menanti agar mereka segera terlahir ke dunia, mengalami persalinan dari alam rahim ke alam dunia. Tak bosan rasanya tiap hari membaca tentang perkembangan janin pada usia yang aku jalani sekarang. Sayang belum ada buku khusus yang membahas secara menyeluruh tentang kehamilan kembar.
Kehamilan kembar tentu berbeda dengan tunggal, yang jika kau baca di artikel-artikel kehamilan ini lebih beresiko. Tapi dengan sugesti yang positif dan keyakinan penuh pada Allah segala resiko itu berubah menjadi sebuah ladang jihad yang tidak semua wanita berkesempatan. "Bunda beruntung punya ladang pahala yang banyak" begitu suamiku selalu berujar.
Si kembar sudah seharusnya bersyukur memiliki seorang ayah yang siaga dan penyabar. Di usia ini aku banyak melewatkan beberapa pekerjaan rumah, walau aku masih bisa tapi tidak seoptimal biasanya, maka suamilah penggantinya. Kadang aku iri, sejak kehamilan yang memaksaku untuk tidak sering menggendong Jundi membuat Jundi lebih suka dengan ayahnya, bangun tidur yang dicari ayahnya, karena ayah bisa langsung memeluk dan menggendongnya sedang aku tidak. Tapi aku yakin semua ada masanya, dulu saat masih menyusu hanya aku yang dicarinya jika bangun tidur, dan barangkali ini juga sebuah proses penyesuaian diri. Aku tahu Jundi pun menyayangi calon adiknya, sering dia mencium perutku dan membelai-belai adiknya. Oke,ini hanya masalah proses persalinan dr seorang anak tunggal menjadi seorang kakak. Waktu juga yang akan mendidiknya untuk menjadi kakak yang bisa menjadi tauladan adik-adiknya.
Di usia ini posisi janinku yang pertama sudah memasuki panggul,siap untuk segera keluar bersalin menuju alam dunia. Dan janin kedua untuk pemeriksaan terakhir dalam posisi melintang, posisi ini masih bisa berubah ubah. Dan aku yakin aku pasti bisa melahirkan mereka dengan cara normal, aku yakin Allah akan mengabulkan do'aku agar bisa melahirkan keduanya dengan jalan normal. Bismillahi tawakaltu 'alallah.
Malang, 2 Oktober 2015 sambil menunggu mas Jundi pulang dari sekolahnya :)
Dari seorang Ibu yang ingin selalu belajar memperbaiki diri.

Rabu, 11 Maret 2015

[Tentang Kehamilan] Testpack

Bismillah...
Assalamualaikum....
Kali ini ingin sedikit berbagi tentang kehamilan. Barangkali akan sedikit memberi pencerahan untuk yang sedang merencanakan kehamilan, sedang mengalami kehamilan pertama, atau sedang harap-harap cemas karena sudah mulai terlambat datang bulan. Dan pastinya ilmu buat yang belum nikah biar nanti lebih siap menghadapi kehamilan :).

Testpack. Testpack memang alat pertama untuk mengetahui kehamilan. Cara kerja testpack adalah mendeteksi adanya hormon HCG yang dihasilkan oleh ibu hamil, dan hormon ini ada bersama urin. Testpack pun bermacam-macam, dari yang tingkat sensitivitas tinggi sampai yang rendah (sesuai dengan harga, dari yang cuma 2.500 sampai yang 25.000).

Sensitivitas testpack ini berbeda-beda, sehingga tiap testpack ada petunjuk tersendiri dalam kemasan. Kalau mau hasilnya akurat ya harus manut petunjuknya. Misal untuk testpack murah test harus dilakukan di pagi hari dan urin yang ditest adalah urin pertama hari itu, syaratnya lagi minimal telat haid 3 hari karena kadar hormon sudah mulai tinggi. Beda lagi dengan testpack mahal, test siang-siang juga oke, dan gak perlu nunggu telat 3 hari. Kalau gak salah ingat bahkan beberapa hari setelah berhubungan sudah bisa digunakan (jarang banget pakai yang mahal euy). Tapi kembali lagi menurut saya pribadi entah itu murah atau mahal demi keakuratan lebih baik test pagi hari dan nunggu telat dulu :).

Entahlah, kadang saya pribadi jadi rada senewen dengan testpack mahal, tiap kali beli yang mahal mesti pas negatif, dan pake yang murah pas positif :D. Kalau diinget-inget emang sudah agak lupa sih udah pake testpack berapa kali. Kayaknya baru 4 kali deh, dan sayang seribu sayang yg 2 kali (mahal) negatif dan 2 kali (murah) positif, huahaha.

Jadi teringat juga karena masih polosnya aku pas bulan pertama nikah aku telat datang bulan dan si calon nenek pas itu sudah berharap banget aku hamil. Berangkatlah kami sore hari ke RS terdekat mau test kehamilan (padahal testnya palingan sama aja pake test pack,kenapa gak dites sendiri coba? :')) dan hasilnya negatif saudara-saudara :D dan itu tidak masuk hitungan yang kumaksud di atas yaps :).

Kehamilan pertama dulu aku juga sudah agak lupa hari ke berapa aku baru test dan tau hamil, sepertinya sekitar telat 1 pekan, dan waktu itu saya habis ke dokter karena diare parah. Dan kehamilan kedua ini ajaibnya aku baru telat 2 hari dan terlihat sudah samar-samar garis positif itu. Padahal aku dan suami belum merencanakan kehamilan ini, tapi dari awal memang hanya KB alami, jadi normal kan kalau aku hamil lagi? :D. Kehamilan kali ini aku khawatir karena batuk-batuk terus dan lagi-lagi diare sampai ambeyen kambuh (mulai punya ambeyen pas hamil pertama), entah feeling darimana, baru telat 2 hari udah minta beli testpack ke suami. Dan walau baru telat 2 hari dan pake testpack murah alhamdulillah sudah terlihat samar-samar garis kedua pertanda positif :).

Aku bahagia, Jundi bahagia, Ayah bahagia, semua bahagia. Kami bahagia dan menikmati penantian 9 bulan ini. Umur janinku sekarang sudah 7w3d dihitung dari HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir), masih ada sekitar 32w lagi perjalanan ini. Bismillah semoga kehamilan ini diberi kelancaran seperti kehamilan pertama. Bismillahi tawakaltu 'alallah...

Semoga bermanfaat
Wassalamu'alaykum

Dirampungkan 18 maret 2015
BundaJundi :)

Kamis, 19 Februari 2015

Aku menikah (terlalu) muda (?)

Aku menikah sekitar 3,5 tahun yang lalu, tepatnya 9 Juni 2011. Waktu itu usiaku belum genap 21 tahun. Di antara teman-teman 1 angkatan aku yang paling duluan menikah. Satu kelas di perkuliahan, satu kelas SMA, satu genk SMP (untuk kabar 1 kelas aku tidak tahu siapa yang lebih dulu menikah :D), hanya di antara teman satu kelas SD aku yang kedua menikah (runner up :D). Eits, tapi menikah itu bukan masalah cepet-cepetan ya, menikah bukan lomba lari. Hanya saja di usiaku aku termasuk cepat bertemu dengan pujaan hati :).

Masih teringat sewaktu aku akan menikah beberapa teman dekatku terlampau kaget akan keputusanku menerima pinangan laki-laki. Bahkan hingga ibu sahabat dekatku juga menyatakan kekagetannya. Agie sudah siap? Agie beneran yakin? Agie, kamu beneran kan mau nikah, gak bohongan kan? :D. Barangkali usiaku di mata mereka masih terlampau muda :).

Menikah di usia 20 tahun dan alhamdulillah di usia 3 bulan pernikahan kami mendapat kabar gembira dari sebuah test pack yang menunjukkan 2 garis yang artinya aku positif hamil. Semua pernikahan pasti menunggu saat-saat yang paling menggembirakan itu bukan? Kehamilan kujalani sambil menempuh perkuliahan yang belum tunai. Aku menikah saat aku masih menempuh pendidikan di akhir semester 6. Dan aku mulai hamil di semester 7. Tentu semua tahu, semester-semester ini semua mahasiswa mulai di'pusing'kan dengan skripsi yang memang menjadi syarat kelulusan dari bangku kuliah.

Aku kuliah di jurusan kimia UIN Malang dengan beban SKS 160 untuk mendapatkan kelulusan. Tentu ini perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingan dengan di UB yang hanya 144 SKS (karena teman satu genk SMP semua kuliah di UB). Oke, ini membuat perasaanku sedikit sedih, di saat teman-temanku sudah ujian skripsi dan kompre aku masih ada perkuliahan 16 SKS :D. Tapi alhamdulillah aku ada dukungan penuh dari suami yang selalu siaga untuk kehamilan dan untuk segera menyelesaikan kuliahku.

Walaupun aku sudah menikah aku bertekad harus tetap bisa lulus tepat waktu sesuai janjiku sebelum menikah. Dan akhirnya aku pun lulus 4 tahun 2 bulan (lebih sedikit dari target ^^). Tapi itu tidak masalah, karena masih bisa wisuda bareng-bareng teman-teman 1 angkatan :).

Kehidupan setelah lulus dan sudah memiliki anak banyak kujalani di rumah saja kecuali jika ada agenda di luar. Aku memilih membantu usaha suami di rumah dan menganggurkan ijazah sarjanaku (yeah, hidup itu pilihan bukan? :)). Di awal-awal menjadi ibu aku banyak ikut komunitas milis ataupun fb yang berhubungan dengan ASI dan kesehatan bayi. Menjadi ibu rumah tangga full membuatku harus banyak belajar agar tidak kalah dengan  ibu-ibu bekerja yang barangkali lebih mudah untuk mencari informasi.

Namun, terkadang saat teman-temanku mengajakku keluar atau kegiatan lain tentu aku sudah tidak lagi sebebas dulu. Aku menyadari, kehidupanku dengan mereka yang masih single berbeda. Walau mungkin seusiaku masih banyak yang bersenang-senang, jalan-jalan menghabiskan uang gaji di masa lajang. Terkadang aku ingin seperti mereka, tapi di sisi lain aku bersyukur dengan kehidupanku sekarang.

Aku harus selalu bersyukur, di usia yang masih 24 tahun ini aku sudah memiliki pendamping hidup yang baik menurut Allah untukku. Aku sudah memiliki seorang Jundi yang sudah Allah titipkan melalui rahimku. Semua dari hidupku sekarang aku sangat mensyukurinya. Biarlah jika dikata aku menikah (terlalu) muda, inilah pilihan hidupku.

Bismillah untuk selalu melakukan yang terbaik :)

Malang, 19 februari 2015
14.45

Sabtu, 27 Desember 2014

Lirik Lagu : Cinta by Vina Panduwinata

Ah, tiba-tiba saja pengen lirik lagu ini. Keinget beberapa bulan yang lalu ke nikahan temen ada Hedi Yunus jadi bintang tamu bawain lagu ini. Waktu itu suami sempet cerita, dulu pas jaman dia SMA dia ngefans banget sama Hedi Yunus, hihihi. Barangkali ini lagu memang cocok buat orang habis akd nikah ya. Love you my Hubby.

Cinta by Vina Panduwinata

Bergetar hatiku 
Saat kuberkenalan dengannya 
Kudengar dia
Menyebutkan nama dirinya
 

Sejak kubertemu
Ku telah jatuh hati padanya 
Di dalam hati 
Telah menjelma cinta
Dan bawalah daku selalu
 

Dalam mimpimu 
Di langkahmu serta hidupmu 
Genggamlah daku kini juga nanti
Harapan di hatiku 
Bawalah diriku slamanya

Sabtu, 20 Desember 2014

MAAFKAN BUNDA

Untuk buah hatiku, Dzakwan Jundi Firdaus.
Maafkan Bunda belum bisa menjadi Bunda yang baik. Begitu banyak hal sayang dari semua teori-teori tentang mendidik anak yang Bunda pelajari namun Bunda sendiri belum bisa mempraktekkannya padamu. Begitu banyak hal yang luput dari angan-angan Bunda untuk menginginkan yang terbaik untukmu. Barangkali Bunda juga manusia biasa yang tanpa sadar mendidikmu seperti cara-cara orang tua Bunda dulu mendidik Bunda. Walau sering Bunda sadari apa yang Bunda lakukan itu salah nak, tapi Bunda belum bisa mengurungkan emosi sesaat untuk melakukan A atau B.
Sungguh nak, ternyata mendidikmu tidak semudah yang seperti ada di buku Propethic Parenting atau buku lain yang Bunda jadikan rujukan. Sungguh, Bunda sesungguhnya ingin memberikan yang terbaik untukmu. Bunda ingin kamu menjadi anak shalih sejauh jalan yang kelak engkau lalui sendiri. Bunda ingin kelak engkau menjadi penghafal al-Qur’an. Iya sayang 30 juz al-Qur’an. Yah, walau Bunda sendiri belum bisa menjadi contoh yang baik untukmu nak, Bunda baru menghafal 1,5 dari 30. Tapi Bunda harap engkau bisa nak, iya, engkau pasti bisa.

Senin, 15 Desember 2014

KEMANDIRIAN JUNDI



Jundi, putra pertamaku ini kini sudah berumur 2 tahun 6 bulan, 2,5 tahun. Bersamanya aku banyak belajar hal baru. Tentang arti sebuah perhatian, kepercayaan, dan banyak hal lain dalam hidup ini. Orang dewasa harus banyak belajar dari kehidupan seorang balita, keluguan, kepolosan, kejujuran, dan segalanya. Merekalah sesungguhnya fitrah dari kehidupan yang belum terkontaminasi. 

Hari ini aku memperhatikan satu hal dari diri seorang Jundi, kemandirian. Barangkali semua orang tua akan senang dan bangga jika memiliki anak yang mandiri. Tapi aku juga sadar, ada satu sisi dalam sudut hatiku yang sedikit tersentil ketika melihat kemandiriannya. Aku seakan merasa dia akan segera terlepas dariku dan tak lagi membutuhkanku. Bukankah salah satu kebahagiaan adalah merasa dibutuhkan orang lain? Ah, tapi ini beda kawan, dari ketergantungan sepenuhnya saat masih janin, lalu asi ekslusif, mp asi, dan kini setelah kusapih semakin banyak hal kemandirian yang terbentuk dalam dirinya.

Sore tadi aku tersentil saat dia memintaku pulang ke rumah saat dia berada di rumah Eyangnya. “Undi inggal” begitu katanya, maksudnya Jundi ditinggal saja. Ah, padahal waktu itu dia sedang makan. Walau dia makan sendiri tapi setiap makan sendiri aku selalu menemaninya, mengambili bulir-bulir nasi yang terlewat dari mulutnya. Tapi kali ini tidak, dia tak mau kutemani, dia memilih makan di sebelah O (panggilan Jundi untuk Omnya) yang juga sedang makan. Terkadang ada rasa khawatir dia akan merepotkan ketika aku meninggalkan dia di rumah Eyangnya sendiri. Maka sebelum aku meninggalkannya pulang aku mengambil janji lagi dari mulutnya, “Jundi kalo mau pipis bilang O ya, janji?” “Anji” ucap dia sambil mengacungkan 1 jarinya ke atas.

Ah, anakku semakin hari semakin keluar banyak sisi kemandirian dalam dirinya. Pertama kali saat dulu sekitar usia 1 tahun dia sudah suka meminta makan sendiri, walau aku memang tidak menerapkan BLW untuk Jundi. Keinginannya untuk bisa seperti orang dewasa sangat kuat. Maka ketika tiap kali makan aku sudah menyediakan perlak untuknya, agar makanan yang tercecer tidak terlalu membuat lengket lantai dan susah dibersihkan. Tapi bagaimanapun harus aku akui untuk menumbuhkan sisi kemandirian yang satu ini butuh banyak sekali stok sabar, mulai makanan tercecer dimana mana sampai makanan di piring dibuat mainan layaknya pasir dengan sendoknya.

Barangkali sebelum itu sudah banyak sisi-sisi lain dalam kemandiriannya, seperti akhirnya bisa berjalan sendiri atau yang lainnya.

Seketika aku pun teringat pada masa kecilku dulu. Aku dulu mulai usia TK tinggal dengan Eyangku, Ibuku menikah lagi. Walau masih dalam 1 kota tapi aku tinggal dengan Eyang. Ibu bertemu denganku barangkali minimal 1 pekan 1 kali, saat Ibu ada waktu luang dari pekerjaan untuk bisa mengunjungiku. Suatu kali Ibu ada waktu saat aku masih sekolah, waktu itu aku masih kelas 1 SD (seingatku). Karena ingin bertemu maka Ibu mengunjungi sekolahku, namun sayang aku justru tidak mau menemui Ibu lama-lama. Pikirku kala itu, ‘Ah ngapain Ibu ke sekolah, aku kan sudah besar, aku sudah bisa melakukan semua sendiri’. Untuk seorang aku, barangkali kemandirian harus datang jauh lebih cepat daripada semua teman sebayaku. Aku tinggal dengan seorang Eyang tua, maka aku harus bisa mengerjakan semua sendiri. Masih usia SD aku sudah bisa memasak nasi sendiri (waktu itu belum ada rice cooker) dan memasak lauk sendiri. Bahkan untuk mencuci, setrika dan yang lainnya sering kukerjakan sendiri.

Bagaimanapun lewat keadaan seorang bisa menjadi ‘terpaksa’ mandiri. Namun keterpaksaan lambat laun akan menjadi biasa. Dan lagi-lagi aku percaya, di dunia ini tidak ada yang sia-sia, semua pasti ada hikmahnya.

Untuk Jundi, Bunda menyayangimu dan menginginkan semua yang terbaik untukmu. Peluk dan cium hangat untukmu sayang.

Malang, 15 Desember 2014
9.14

Kamis, 20 November 2014

Tentang 'Ayah'


Ayah, barangkali kata itu sempat menjadi kata yang asing bagiku. Sejak aku bisa berbicara, atau barangkali jauh sebelum aku bisa bicara, tidak ada seorang laki-laki yang patut kupanggil ayah. Tentang sosoknya pun aku tidak tahu. Aku hanya mengenalnya melalui foto dan cerita orang.
Ayahku meninggal saat aku masih merangkak. Lever. Hampir tidak ada kenangan yang aku ingat bersamanya. Hanya samar-samar kuingat diriku yang merangkak di atas peti matinya. Entah, masih tergambar jelas saat itu aku merangkak menaiki peti matinya, dan rumahku begitu ramai dikerumuni orang. Semua orang tersedu, bukan menangisi kematian ayahku, tapi mengasihaniku. Barangkali mereka iba melihat bayi yang masih 11 bulan, ditinggal mati ayahnya. Ah, selain itu tak ada lagi memory yang masih terekam di otakku tentangnya.
Mungkin Allah mengijinkanku mengingatnya karena hari itu menjadi hari penting, untukku yang resmi menjadi anak yatim, dan untuk ibuku yang resmi menjadi janda muda yang cantik. Ayahku meninggal saat usia Ibuku masih 25 tahun. Masih ranum-ranumnya. Tak heran, banyak lelaki yang jatuh hati.

Sabtu, 27 September 2014

TERIMA KASIH TELAH MENJADI SUAMIKU

Dan aku menangis, tersedu di hadapan 4 pasang mata.

"Maka laki-laki yang benar-benar paham tentu akan berhati-hati memilih wanita sebagai istrinya" begitulah kira-kira Murrobiku berujar. Seketika aku ingin berujar, tapi tiba-tiba udara hilang dari tenggokanku, terasa tercekik. Dan air mataku meleleh tak tertahankan, menangis tersedu-sedu.

Aku teringat betapa suamiku pun sering berujar mengenai hal itu, bahwa aku kini adalah tanggung jawabnya, kesalahan apa yang aku lakukan adalah tanggung jawabnya. Ah, dia sungguh lelaki penyabar yang pernah aku temui. Ketika aku sering kali berbuat kesalahan dia selalu mengingatkan. Dan belum pernah selama 3 tahun lebih pernikahanku dengannya satu pukulan pun pernah melayang di tubuhku. Lalu apakah pantas jika aku menambah bebannya dengan membuat banyak kesalahan?

Dan karena kunci surgaku berada pada ridhonya, lalu apakah pantas aku berbuat sesuatu yang membuat raut mukanya kusam? Air mata itu terus menetes dan menetes, tak tertahankan. Ah, betapa maunya lelakiku ini dulu menikahiku dengan menanggung banyak dosaku.

Aku masih saja menangis, lalu sedikit tertawa melihat anehnya tingkahku. Bahkan temanku sudah ada yang ikut menangis melihat tingkah lakuku. Ah, sungguh aneh tingkahku.

Lalu kini pun aku teringat ketika akan berlangsungnya pernikahanku dulu, ada beberapa wanita yang bilang betapa beruntungnya aku. Ya, barangkali aku memang sangat beruntung menjadi istrinya, walau barangkali dia tak seberuntung aku mendapatkan istri sepertiku.

Pun Ibuku sering berujar kepadaku, "Suamimu sangat mencintaimu, apapun akan dilakukan untukmu". Lalu dikesempatan lain "Suamimu itu sangat sabar, betapa beruntungnya kamu". "Suamimu itu mengerti kondisi anak, anak ngantuk, dia juga langsung tanggap menidurkan".

Lalu apakah sering kau temui seorang suami pagi-pagi membuat kopi sendiri sambil mencuci piring kotor yang menggunung di dapur? Lalu membuatkan sarapan roti bakar pengganjal lapar untuk istrinya, hampir tiap hari. Dan aku dimintanya membuat kopi bisa dihitung dengan jari. Ah, sungguh lelaki penyabar yang mandiri.

Lalu apakah pernah kau temui seorang suami yang mau mengurusi urusan buang air anaknya? Barangkali kau akan berkata suamiku juga iya, tapi aku bilang ini istimewa, karena yang kutemui di sekitarku urusan buang air anak adalah urusan Ibu, bukan ayah.

Ah, betapa banyak dia meringankan pekerjaanku, seolah dialah bapak rumah tangganya, bukan aku. Dia juga bukan lelaki penuntut yang minta masak ini masak itu. Apa yang aku masakan selalu dia habiskan, tanpa banyak bicara. Walau aku juga menyadari bahwa masakan yang aku bisa itu-itu saja, tapi dia tak pernah meminta.

Oh, betapa betapa.

Bukankah sebaik-baik seorang suami adalah yang paling baik perilakunya kepada istri?

Aku mencintaimu karena Allah suamiku. Walau kau bukan lelaki romantis tapi bagiku akhlakmu menjadi hal paling romantis dalam hidupku.

Agie, istri dari Dayat

22 September 2014
9.59

Senin, 23 Desember 2013

Lelakiku

Bagiku menjadi istri dari lelaki seperti dia adalah anugerah yang dipersiapkan Allah untukku. Allah menjawab do'aku dengan begitu indah.
perkenalan kami memang tak lama, hanya sekitar 2 bulan saja. namun itu membuatku yakin menerima pinangannya. masih teringat, aku mulai kenal dia sejak bulan Ramadhan tahun 2010. kala itu ada acara FLP, bedah karya sekaligus buka bersama. tapi perkenalan kala itu hanya sekedar kenal. bisa jadi pertemuan berikutnya kita masih akan saling menanyakan, "nama kamu siapa?"
mungkin sebelum perkenalan kala itu kami juga sudah pernah bertemu dalam acara FLP yang lain. lagi-lagi hanya sekedar kenal. aku sendiri tak lagi ingat dengan jelas kapan tiba-tiba kami berdua mulai akrab. bisa jadi dalam pertemuan-pertemuan yang banyak, atau dalam diskusi-diskusi singkat di jejaring sosial. itu mungkin berlangsung sekitar bulan januari 2011.
semua ada begitu saja, tanpa kusangka tanggal 28 februari 2011 ada akhwat yang malam-malam menelponku. telpon itu awalnya berputar-putar, candaan dari sana kemari, lalu serius, kata akhwat itu dia ingin mengkhitbahku.
Semuapun berlangsung begitu saja, beberapa hari setelah hari itu dia datang ke rumahku, melamarku ke orang tuaku. Orang tuaku hari itu memutuskan bahwa dia harus menunggu hingga aku lulus kuliah. Dia pun dengan tegas berkata bahwa dia akan mencari wanita lain jika memang tidak diijinkan menikah sebelum bulan Ramadhan 2011. Itu sama sekali tidak menjadi soal, toh kami memang belum ada rasa apa pun.
Sejak saat itu aku semakin merajinkan istikharah, apabila dia memang jodohku maka mudahkanlah, hanya itu saja. Dan karena memang jodoh, dan Allah Maha Pembolak balik hati. Orang tuaku di awal maret itu pula langsung memutuskan pernikahan kami bulan juni, hanya sekitar 3 bulan dari saat dia pertama kali ke rumahku untuk melamarku.
Semua pun berjalan begitu saja, orang tuanya datang ke rumahku, dan orang tuaku datang ke rumahnya. Semua berlangsung di bulan maret, 3 bulan sebelum pernikahanku. Tiga bulan yang terasa amat lama bagiku kala itu. Menjaga hati selama 3 bulan itu butuh usaha ekstra. Apalagi kami harus banyak berinteraksi untuk mempersiapkan pernikahan. Benar-benar berat...
Pernikahanku berlangsung tanggal 9 juni 2011, tepat beberapa hari sebelum aku harus mengikuti ujian akhir semester. Berangkat kuliah dengan diantar pacar pun pertama kali kurasakan 2 hari setelah pernikahanku, ujian praktikum seingatku. Ah, saat itu benar-benar terasa berbeda. Dengannya semua serba pertama.
Setelah menikah, aku baru menyadari, bahwa dia memang jawaban keinginanku selama ini. Dari dulu aku ingin punya suami berlesung pipit :D. Benar-benar manis di saat tertawa. Hehehe.
Namun sungguh, lelakiku ini istimewa. Dia rela melepaskan karirnya demi aku, padahal pernikahanku baru 5 bulan berjalan. Dia yakin rejeki tidak akan tertukar. Kami pun berdua merintis usaha, benar-benar dari bawah dengan terseok-seok. Namun alhamdulillah setelah hampir 2 tahun kami bangun, bisnis ini justru menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat dari gaji suami dulu.
Saat aku hamil di saat masih kuliah dia juga bisa jadi lelaki yang siaga. Kalau kata Ibuku aku benar-benar beruntung mendapatkan suami seperti dia. Kala perutku semakin membesar dan semakin kesulitan untuk memakai kaos kaki, maka dia setiap kali aku akan keluar rumah dengan sabar memakaikannya. Bukannya aku kepedean membanggakan suamiku, tapi aku pikir tidak semua lelaki mau. Tapi dia mau karena dia juga ingin tetap menjaga auratku. :)
Saat aku baru melahirkan, aku masih harus menyelesaikan skripsi. Dan dia dengan rela di rumah sambil bekerja menunggu si kecil, mengerjakan semua sendiri. Karena ibuku tidak setiap hari bisa membantu menjaga Jundi. Walau terkadang dibantu ibuku tapi lebih sering dia mengatasi semua sendiri. Dan tetap saja kukatakan dia istimewa. Mungkin hanya dia dan segelintir ayah yang mau mengganti popok yang terkena BAB bayi. (beberapa curhatan ibu-ibu termasuk ibu saya sendiri suami mereka untuk urusan satu itu tidak mau turun tangan).
Mungkin semua terlihat begitu berlebihan, atau bisa jadi semua laki-laki memang seperti itu. tapi bukankah untuk menjaga cinta kita harus selalu melihat sisi baik dari pasangan?
malang,22 desember 2013
first time nulis pake hp baru yang dibelikan ayah ganteng beberapa hari yang lalu. Makasih ya :)

Senin, 27 Mei 2013

Tips cepet hamil ala Agie :P




Lihat judulnya aja kayaknya tulisanku kali ini isinya bakal ngaco, secara aku juga bukan orang medis atau yang berhubungan dengan hal tersebut. Tapi berani-beraninya aku? Haha. Tulisan ini berawal dari banyaknya teman yang minta saran buat cepet hamil ke aku. Karena seumuranku memang jarang yang sudah menikah jadilah aku tempat tanya-tanya buat teman-teman yang sudah menika karena aku memang sudah punya anak, hehe. Tulisan ini cuma ringkasan dari beberapa saran orang-orang terdekatku saat 3 bulan masa penantianku dulu (3 bulan setelah nikah baru hamil).

Saran yang pertama keluar dari mulutku pasti ini à BANYAK MAKAN KECAMBAH. Kata banyak orang sayur ini banyak mengandung vitamin E yang bagus untuk menambah kesuburan ^^. Suami istri sama-sama makan ya, jadi kalo merencanakan kehamilan

Rabu, 10 April 2013

Jundi nggak takut gelap bunda…



Dua hari yang lalu di rumahku mati listrik di malam hari, cukup lama, hingga membuat Jundi yang akan pergi tidur terbangun lagi. Gelap. Karena si ayah pergi ‘hajatan’ di tempat tetangga, maka jadilah aku dan Jundi berdua di kamar, ditemani 1 buah lilin yang menyala. Pintu kamar memang kubiarkan terbuka, agar cahaya lilin dari dalam kamar bisa menerangi luar kamar. Seperti biasanya Jundi bermain kesana kemari sendiri di dalam kamar, buka lemari, mengobrak abrik isinya, atau mainan alas lantai. Tapi mungkin karena bosan si jagoanku celingak-celinguk cari mainan baru. Dia pun pergi keluar kamar yang gelap gulita. Aku biarkan saja, hanya memanggilnya beberapa kali, “Sayang, ngapain disana?”. Tapi yang dipanggil nggak juga kembali, cukup lama, dan aku juga cukup capek untuk menjemputnya, jadi kubiarkan saja :D.

Kamis, 08 November 2012

Tentang menidurkan bayi part 2




Seperti yang pernah kuceritakan di tulisanku sebelumnya, suamiku memiliki cara-cara unik dalam menidurkan bayi. The power of kepepet, keluhan tidak memiliki tetek seperti aku terkadang diutarakan suami. Pasalnya di masa-masa awal kelahiran bayi, sering kali Jundi baru bisa tidur setelah mabuk ASI. Kalau yang satu ini tentu tidak bisa digantikan oleh suami. Namun justru karena ketidakbisaan itu dengan segala cara dia mampu menidurkan Jundi.



Cara-cara yang dia gunakan memang cukup unik, dan tiap kali aku pulang dari kampus -saat aku masih sibuk dengan skripsiku dulu- dia selalu berbagi, membuatku kadang terharu dan tertawa dibuatnya. Bekal ASIP yang diberikan dengan spoonfeeder ataupun dot jika terpaksa saat aku harus segera menyelesaikan studiku memang tidak cukup untuk menenangkan Jundi kala itu. Beberapa cara unik ayah Jundi antara lain menaruh Jundi dalam strollernya, menghipnotis dengan mainan bergemerincing, dan yang paling unik adalah dengan cara pura-pura tidur di hadapan Jundi yang masih ingin mengajak bermain.


Kamis, 25 Oktober 2012

Episode mempersaudarakan Jundi



Awalnya aku tak pernah terpikir untuk mepersaudarakan bayiku, terbesit pun tidak. Sama sekali bayangan aku menyusui bayi orang lain tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kisah ini berawal dari misiku ingin menyusui Jundi secara ekslusif. Setiap hari sehabis shubuh peralatan memompa telah siap untuk memerah ASIku agar cukup ketika Jundi kutinggalkan. Awalnya memang berat, namun lama-lama ternyata dengan rutin memompa tiap shubuh membuat produksi ASIku semakin melimpah, Alhamdulillah.

Di komunitas yang aku ikuti di twitter –AyahASI-, memang pernah membahas bahwa pada jam 2-5 pagi hormon oksitoksin yang memicu produksi ASI sedang tinggi-tingginya, sehingga jika kita memompa pada jam-jam tersebut maka ASIP yang didapat akan melimpah. Ditambah lagi dengan kebiasaan menyusui Jundi dengan posisi tidur membuat PD sebelah yang tidak disusu menjadi mengeras karena terlalu penuh. PD yang penuh inilah tiap selesai sholat shubuh kuperah untuk Jundi. Tentunya setelah ritual membacakan ma’tsurat dan tilwah di dekat Jundi tertidur pulas.

Minggu, 21 Oktober 2012

Di saat aku sakit




Sebenarnya aku tak pernah pula membayangkan sebelumnya jika aku sakit dan masih harus menyusui anakku sevara ekslusif. Keadaanku yang flu berat 2 pekan ini mengingatkanku pada perjuanganku saat masih mengandung dulu. Waktu itu usia kehamilanku menginjak 8 bulan, hamil tua. Flu berat menyerangku, tiap malam aku kesusahan tidur karena batuk-batuk yang tak kunjung usai. Pada usia tersebut gerakan bayi memang semakin terasa, tendangan-tendangan kecil Jundi, gerakan tangannya yang rasanya seperti menggelitik perutku bagian bawah. Pada usia itu pula, janin mulai sering mengalami kontraksi kecil, jika saya bertanya pada bidan dan dokter obgyn, itu adalah kontraksi bohongan. Pada kehamilan ini setiap bulan saya memang periksa di dua tempat, awal bulan jadwalnya ke dokter obgyn agar bisa melihat kondisi janin dengan USG, dan di tengah bulan jadwalnya periksa ke bidan yang selalu siap memeperdengarkan suara detak jantung Jundi dengan jelas, that’s amazing.

Sabtu, 20 Oktober 2012

[Membayar hutang #PR dari Pak Dian] Mas Jundi jalan-jalan ke secret zoo


Tanggal 15 Januari 2012, saat itu telah disepakati teman-teman FLP Malang akan jalan-jalan ke Batu Secret Zoo –hadiah dari Pak Dian-. Saat itu aku masih hamil muda, masih sekitar 4 bulanan, belum terlalu nampak jundi yang mulai berkembang di rahimku. Karena kehamilan pertama di usia kehamilan yang masih rawan, si calon Eyang terlalu khawatir, jadilah Ibuku dan kedua adikku ikut menjadi penyusup.
Pagi-pagi semua sudah sepakat untuk bertemu di terminal landungsari, semua tampak bersemangat dengan wajah yang cerah-cerah. Dan tentunya karena FLP juga Forum Lingkar Photo, beberapa teman telah siap dengan kamera mereka masing-masing. Aku dan suami memilih menempuh perjalanan menggunakan motor, sedang teman-teman menggunakan angkot yang telah disewa. Perjalanan yang cukup singkat pun terlewati begitu saja, dan sampailah kami di tempat yang telah dibayang-bayangkan sejak pagi, Batu Secret Zoo.

Rabu, 17 Oktober 2012

Tentang menidurkan bayi

Tentang menidurkan bayi, rasanya aku dulu menjadi sangat ahli. Si bayi kugendong lalu kumasukkan putingku ke mulutnya, bayi mengulum dengan sempurna, dan tak lama kemudian matanya tertidur lelap, putingku dilepas sendiri dari mulutnya, selesai. Adegan yang hampir tiap waktu terjadi itu dulu sempat menjadi guyonan suamiku, di dalam ASI ada obat tidurnya.

Namun semakin bertambah bulan ternyata adegan itu tak lagi menjadi adegan yang lazim terlihat di rumah kami. Bayiku kini tak jarang justru menolak untuk disusui saat dia merengek karena ngantuk. Kadang aku sendiri merasa iri dengan suami yang kini lebih pintar menidurkan bayi. Banyak cara yang bisa dia lakukan, mulai dari menggendong, menidurkan di kereta yang didorong, menggerakkan mainan berbunyi di hadapannya sampai dia tertidur, dan mungkin masih banyak lagi.

Tak jarang di setiap kesempatan aku berusaha menidurkan seperti cara dia menidurkan, suamiku seperti mengajariku trik-trik agar si bayi cepat tidur. Hal itu semakin membuatku miris, ternyata yang aku bisa hanya menetekinya, hanya itu andalanku menidurkan bayiku.

Entahlah sejak kapan ini terjadi, mungkin saat bayiku berumur sekitar 2 bulan, saat aku mulai sering meninggalkan bayiku pergi ke kampus untuk segera merampungkan kuliahku. Saat-saat seperti itu aku terkadang meninggalkan bayiku dengan Eyangnya –jika Eyangnya sedang tidak bekerja- ataupun dengan Ayahnya. Untuk Eyangnya yang sudah memiliki 3 anak termasuk aku, mungkin masalah mengatasi bayi adalah hal yang cukup dikuasai, dan ini tentu saja tidak berlaku untuk suamiku yang masih menjadi ayah baru.

Aku salut dengan apa yang suamiku lakukan, bagiku dia adalah satu contoh ayah idaman. Hanya bermodal ASIP (Air Susu Ibu Perah) yang telah aku siapkan dia mampu menggunakan berbagai cara untuk menidurkan bayiku, tentu itu bukan cara yang mudah. Menjadi ayah harusnya memang turut andil dalam menangani anak, agar nantinya terjadi keseimbangan antara kedekatan anak dengan Bundanya, dan anak dengan Ayahnya.



17 Oktober 2012

10.10 wib

Ditulis sambil mengamati suami menidurkan bayi dengan gantungan ikan di depan pintu kamar :)