Rabu, 10 April 2013

Jundi nggak takut gelap bunda…



Dua hari yang lalu di rumahku mati listrik di malam hari, cukup lama, hingga membuat Jundi yang akan pergi tidur terbangun lagi. Gelap. Karena si ayah pergi ‘hajatan’ di tempat tetangga, maka jadilah aku dan Jundi berdua di kamar, ditemani 1 buah lilin yang menyala. Pintu kamar memang kubiarkan terbuka, agar cahaya lilin dari dalam kamar bisa menerangi luar kamar. Seperti biasanya Jundi bermain kesana kemari sendiri di dalam kamar, buka lemari, mengobrak abrik isinya, atau mainan alas lantai. Tapi mungkin karena bosan si jagoanku celingak-celinguk cari mainan baru. Dia pun pergi keluar kamar yang gelap gulita. Aku biarkan saja, hanya memanggilnya beberapa kali, “Sayang, ngapain disana?”. Tapi yang dipanggil nggak juga kembali, cukup lama, dan aku juga cukup capek untuk menjemputnya, jadi kubiarkan saja :D.

Kamis, 08 November 2012

Tentang menidurkan bayi part 2




Seperti yang pernah kuceritakan di tulisanku sebelumnya, suamiku memiliki cara-cara unik dalam menidurkan bayi. The power of kepepet, keluhan tidak memiliki tetek seperti aku terkadang diutarakan suami. Pasalnya di masa-masa awal kelahiran bayi, sering kali Jundi baru bisa tidur setelah mabuk ASI. Kalau yang satu ini tentu tidak bisa digantikan oleh suami. Namun justru karena ketidakbisaan itu dengan segala cara dia mampu menidurkan Jundi.



Cara-cara yang dia gunakan memang cukup unik, dan tiap kali aku pulang dari kampus -saat aku masih sibuk dengan skripsiku dulu- dia selalu berbagi, membuatku kadang terharu dan tertawa dibuatnya. Bekal ASIP yang diberikan dengan spoonfeeder ataupun dot jika terpaksa saat aku harus segera menyelesaikan studiku memang tidak cukup untuk menenangkan Jundi kala itu. Beberapa cara unik ayah Jundi antara lain menaruh Jundi dalam strollernya, menghipnotis dengan mainan bergemerincing, dan yang paling unik adalah dengan cara pura-pura tidur di hadapan Jundi yang masih ingin mengajak bermain.


Rabu, 31 Oktober 2012

Menyusui juga perlu update ilmu!



Memberikan apa yang terbaik untuk anak tentu semua ada ilmunya, tidak terkecuali ilmu tentang menyusui atau memberikan ASI. Kemarin aku sempat membaca data bahwa di daerah industry prosentase bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif angkanya sangat rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar Ibu di daerah tersebut bekerja sebagai buruh pabrik, sehingga tidak ada waktu untuk menyusui secara ekslusif.

Suatu kali aku pernah bertemu dengan saudara dari suami yang juga memiliki anak yang 2 bulan lebih tua dari anakku. Entahlah, sekarang ketika melihat anak bayi hal pertama yang aku tanyakan pada Ibunya adalah mengenai ASI, apakah diberi ASI atau sufor? Jawaban yang aku dapat, ASI tapi dibantu dengan sufor. Dan tahukah apa alasan yang aku dapat? Si Ibu harus bekerja di siang hari, dan sudah menjadi peraturan di tempat kerjanya bahwa pegawai tidak boleh pulang walau sedang istirahat. Setelah kuinterview (cieh…bahasanya berat) ternyata saat di kantor si Ibu harus

Kamis, 25 Oktober 2012

Episode mempersaudarakan Jundi



Awalnya aku tak pernah terpikir untuk mepersaudarakan bayiku, terbesit pun tidak. Sama sekali bayangan aku menyusui bayi orang lain tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kisah ini berawal dari misiku ingin menyusui Jundi secara ekslusif. Setiap hari sehabis shubuh peralatan memompa telah siap untuk memerah ASIku agar cukup ketika Jundi kutinggalkan. Awalnya memang berat, namun lama-lama ternyata dengan rutin memompa tiap shubuh membuat produksi ASIku semakin melimpah, Alhamdulillah.

Di komunitas yang aku ikuti di twitter –AyahASI-, memang pernah membahas bahwa pada jam 2-5 pagi hormon oksitoksin yang memicu produksi ASI sedang tinggi-tingginya, sehingga jika kita memompa pada jam-jam tersebut maka ASIP yang didapat akan melimpah. Ditambah lagi dengan kebiasaan menyusui Jundi dengan posisi tidur membuat PD sebelah yang tidak disusu menjadi mengeras karena terlalu penuh. PD yang penuh inilah tiap selesai sholat shubuh kuperah untuk Jundi. Tentunya setelah ritual membacakan ma’tsurat dan tilwah di dekat Jundi tertidur pulas.

Senin, 22 Oktober 2012

Tentang ASI ekslusif



Mengenai ASI ekslusif, saat ini rupanya Ibu-ibu banyak yang kurang peduli. ASI ekslusif bermakna bahwa asupan yang diberikan kepada bayi hanyalah ASI, tidak ada yang lain, tidak sufor dan tidak pula yang lain. Menurut anjuran WHO, ASI ekslusif diberikan pada bayi hingga usia 6 bulan. Setelah itu bayi baru bisa diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Data di AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) yang membuatku memelototkan mata adalah bahwa di Indonesia Ibu yang memberikan ASInya secara ekslusif kepada bayinya hanya sekitar 15,6%. Sedangkan di propinsiku sendiri, Jawa Timur, hanya sekitar 10,5% bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif. Kesadaran akan pentingnya ASI di Indonesia memang menyedihkan, padahal ASI itu “hak” anak yang harus diberikan ibu. Bayi yang baru lahir memang belum bisa menuntut haknya sendiri, sehingga banyak orang tua justru mengabaikan kewajibannya untuk memberikan ASI kepada anaknya secara ekslusif.

Minggu, 21 Oktober 2012

Di saat aku sakit




Sebenarnya aku tak pernah pula membayangkan sebelumnya jika aku sakit dan masih harus menyusui anakku sevara ekslusif. Keadaanku yang flu berat 2 pekan ini mengingatkanku pada perjuanganku saat masih mengandung dulu. Waktu itu usia kehamilanku menginjak 8 bulan, hamil tua. Flu berat menyerangku, tiap malam aku kesusahan tidur karena batuk-batuk yang tak kunjung usai. Pada usia tersebut gerakan bayi memang semakin terasa, tendangan-tendangan kecil Jundi, gerakan tangannya yang rasanya seperti menggelitik perutku bagian bawah. Pada usia itu pula, janin mulai sering mengalami kontraksi kecil, jika saya bertanya pada bidan dan dokter obgyn, itu adalah kontraksi bohongan. Pada kehamilan ini setiap bulan saya memang periksa di dua tempat, awal bulan jadwalnya ke dokter obgyn agar bisa melihat kondisi janin dengan USG, dan di tengah bulan jadwalnya periksa ke bidan yang selalu siap memeperdengarkan suara detak jantung Jundi dengan jelas, that’s amazing.