Saran yang pertama keluar dari
mulutku pasti ini à
BANYAK MAKAN KECAMBAH. Kata banyak orang sayur ini banyak mengandung vitamin E
yang bagus untuk menambah kesuburan ^^. Suami istri sama-sama makan ya, jadi
kalo merencanakan kehamilan
Senin, 27 Mei 2013
Rabu, 15 Mei 2013
MANAJEMEN KEUANGANKU NOL!!!
Minggu, 28 April 2013
Dari Pembalut Herbal Beralih ke Menspad
Menspad, mungkin bagi sebagian
besar orang kata ini sedikit asing. Tapi dengan kata pembalut atau softex tentu semua tidak asing lagi,
terutama bagi wanita, yang tiap bulan menggunakan benda itu. Rutin. Bicara soal
pembalut, semua pasti udah sering dengar tentang bahaya pembalut, dioxin,
klorin, dan lain sebagainya. Saya sendiri sebagai orang kimia sebenarnya tidak
ingin mengulas bahaya pembalut dari sisi tersebut, tapi bahaya pembalut jika
menumpuk terus menjadi sampah. Bayangkan saja, 1 wanita saja tiap bulannya jika
memakai pembalut sekali pakai maka paling tidak menghasilkan sampah 1 bungkus
pembalut, itu hanya 1 bulan, kalau sampai menopause berapa banyak sampah yang
dihasilkan? Apalagi sampah pembalut termasuk sampah yang susah terdegradasi.
Masa-masa kuliah, dengan alasan
kesehatan aku memakai pembalut herbal yang harganya cukup melangit, 1 bungkus
isi 10 lembar harga 32000,
Senin, 22 April 2013
MATI ITU JUGA PUNYA YANG MUDA
Mati itu juga punya yang muda.
Agaknya tulisan ini tidak terlalu menarik untuk dibaca. Semua juga sudah tahu
kalau mati itu juga punya yang muda. Tulisan ini cuma untuk mengingatkan diri
sendiri bahwa umur manusia tidak ada yang mengetahui. Entah nanti malam, entah
besok pagi, kita tidak tahu kapankah giliran kita akan merasakan mati.
Sekitar tiga hari yang lalu ada
sms masuk ke hp ku, kabar bahwa seseorang telah meninggal dunia. Nampak dari
kalimat ‘innalillahi wa inna ilaihi roji’un’ di awal kalimatnya. Tentunya
sering sekali mendapat sms kabar duka seperti itu, biasanya ayah dari si fulan
atau ibu dari si fulan. Namun sms itu berbeda, tidak ada embel-embel kata ayah
atau ibu, tapi langsung pada namanya, Frengki Malistio. Seorang kakak tingkatku
di kimia. Meninggal karena kecelakaan saat perjalanan dari Malang ke Sumenep
–rumahnya-.
Membaca sms itu membuat aku jadi
teringat, bahwa mati bukan giliran yang tua-tua saja. Mati juga milik yang
muda-muda. Tanpa disadari seringkali jika orang mati di usia tua maka kita akan
bersikap biasa saja. Wajar kan sudah tua mati. Tapi jika kita mendengar orang
mati di usia masih belia, tentu kita langsung akan bertanya pada pembawa
berita, mengapa.
Kejadian itu juga aku alami saat
aku masih duduk di semester3 perkuliahan, sekitar tahun 2009. Saat itu
pagi-pagi ada sms masuk ke hpku. Lagi-lagi sms berita duka. Saat membaca
sekilas aku biasa saja, mengira bahwa di depan nama teman SMAku itu ada
embel-embel ayah dari atau ibu dari. Maka sebelum usai membaca langsung kututup
sms itu. Kuliahku akan segera dimulai. Namun ternyata aku baru menyadari saat
ada lagi teman dekatku mengirim sms ke aku menanyakan tentang hal tersebut. Aku
kaget bukan main, kubaca lagi pelan-pelan sms itu. Benar. Tidak ada embel-embel
ayah dari atau ibu dari di depan nama Bob –teman SMAku itu-. Lagi-lagi juga
karena kecelakaan.
Namun paling mengejutkan adalah
saat beberapa bulan lalu hpku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Wanda unair.
Temanku saat jadi pengurus bapewil iv ikahimki ini tidak biasanya menelponku di
malam hari. ‘Mbak, samen wes ngerti?
Mbak Ike mbak, mbak ike’. ‘Emang kenopo
Ike?’ tanyaku lugu saat itu. ‘Mbak Ike tadi sore kecelakaan, meninggal’. ‘Hah?’
nggak nyangka, bener-bener aku nggak nyangka. Dan setelah ngobrol agak lama
(nggak sampai 5 menit) telpon itu diputus. Ternyata sudah ada sms ke hpku, dari
nomer lain. Tentu memberi kabar yang sama. Sontak langsung kuforwardkan sms itu
ke beberapa teman pengurus ikahimki lain yang sekiranya belum tahu tentang kabar
tersebut. Semua kaget. Umur manusia memang hanya Allah yang tahu.
Mengenang Ike, aku punya beberapa
kenangan dia. Aku ingat, perkenalanku pertama dengan dia adalah saat aku
menjadi kandidat korwil iv ikahimki. Waktu itu dia mengajukan pertanyaan untuk
beberapa calon. Termasuk aku. Perkenalan yang cukup singkat, tapi membuat kita
cukup akrab saat berada di munas ikahimki di Banjarbaru. Karena kedaerahan
–juga karena anggota munas ceweknya cuma 6 gelintir dari sekitar 60 peserta-
kami berdua jadi cukup akrab. Namun yang paling aku ingat adalah saat terakhir
bertemu dia. Saat dia menjenguk Jundi yang baru terlahir dari rahimku. Aku
sangat ingat, dia menggendong Jundi dan berkata, ’Aku kok gak dipipisi se
gie…padahal aku pengen ndang
ketularan’. Mitos jawa, dipipisi berarti akan cepat tertular punya anak juga.
‘Yo moga pas 22 November kami nikah ke, hehe. Kan aku nikahnya pas tanggal
lahirmu, jadi kamu nikahnya pas tanggal lahirku’. Tapi ternyata belum sampai
tanggal itu Ike sudah tiada. Dia sudah berpulang sebelum bersatu dengan
jodohnya dalam pernikahan.
Mungkin hanya kebetulan, ketiga
orang yang kukenal meninggal di usia muda karena kecelakaan. Mungkin di luaran
sana banyak juga yang akibat sakit parah atau mungkin tanpa sebab –karena
memang sudah waktunya-. Buat yang masih diberi kesempatan hidup, fastabiqul
khoirot yuk…
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, … (Q.S. An-nisaa : 78)
Malang, 21 April 2013
Bundajundi.blogspot.com
Sabtu, 13 April 2013
Dan aku memilih clodi untuk kesehatan Jundi
Seperti bayi yang baru lahir pada
umumnya, bayi Jundi juga memakai popok kain tradisional. Bagi sebagian besar
orang tentu popok jenis ini sangat ribet. Pertama, tiap kali si kecil pipis
harus mengganti. Yang kedua cucian banyak, karena bayi yang baru lahir
intensitas buang air kecilnya sangat sering. Tak hanya buang air kecilnya,
buang air besarnya pun bisa jadi sangat sering (khusus untuk bayi ASIX karena
sifat ASI sebagai pencahar). Keribetan yang kedua ini tentu membuat capek si
Ayah, terutama jika harus mencuci banyak popok dengan pup yang lengket di
atasnya. Dari awal kelahiran Jundi hingga sekarang (Jundi usia 9m23d) urusan
cuci mencuci popok menjadi urusan ayah.
Rabu, 10 April 2013
Jundi nggak takut gelap bunda…
Dua hari yang lalu di rumahku mati listrik di malam hari,
cukup lama, hingga membuat Jundi yang akan pergi tidur terbangun lagi. Gelap. Karena
si ayah pergi ‘hajatan’ di tempat tetangga, maka jadilah aku dan Jundi berdua
di kamar, ditemani 1 buah lilin yang menyala. Pintu kamar memang kubiarkan
terbuka, agar cahaya lilin dari dalam kamar bisa menerangi luar kamar. Seperti biasanya
Jundi bermain kesana kemari sendiri di dalam kamar, buka lemari, mengobrak
abrik isinya, atau mainan alas lantai. Tapi mungkin karena bosan si jagoanku
celingak-celinguk cari mainan baru. Dia pun pergi keluar kamar yang gelap
gulita. Aku biarkan saja, hanya memanggilnya beberapa kali, “Sayang, ngapain
disana?”. Tapi yang dipanggil nggak juga kembali, cukup lama, dan aku juga
cukup capek untuk menjemputnya, jadi kubiarkan saja :D.
Langganan:
Postingan (Atom)