Kamis, 23 Mei 2019

Bumi Cinta : Ujian Wanita

Dari Usamah Bin Zaid, Rasulullah Saw bersabda, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari: 5096 dan  Muslim: 2740)

Fitnah wanita adalah fitnah terbesar bagi kaum adam. Fitnah wanita ini pula yang diangkat dalam novel Kang Abik yang berjudul Bumi Cinta ini.

Membaca novel ini membuat saya mengetahui beberapa hal baru. Salah satu hal tersebut adalah fakta bahwa Rusia merupakan negara free sex dengan tingkat pengakses pornografi nomer 1 di dunia. Atas sebab itu juga Kang Abik menjadikan setting novelnya kali ini di Rusia.



Sebenarnya ini adalah novel lama, tapi saya baru membacanya sekitar 2 bulan yang lalu. Sebuah novel pemberian teman yang sedang bersih-bersih barang, hehe.

Novel ini menurut saya adalah pengejawantahan kisah Nabi Yusuf a.s dalam mempertahankan izzahnya dari godaan wanita. Tokoh utama dalam novel ini yaitu Ayyas dikisahkan sedang melakukan penelitian sejarah Islam di Rusia. Namun ternyata dia melalui ujian yang sangat berat di negara free sex tersebut.

Ujian tersebut dimulai ketika dia tidak mendapatkan tempat tinggal kecuali sebuah kamar apartemen dengan 2 tetangga kamar perempuan Rusia dengan kehidupan yang bebas. Salah satu dari perempuan tersebut adalah agen mossad, dia sangat membenci Ayyas yang seorang muslim, bahkan ingin menjebak Ayyas agar tertangkap sebagai seorang teroris.

Tak cukup itu, perempuan itu juga menggoda Ayyas dengan berpakaian sangat minim dan masuk kamar Ayyas tanpa ijin. Ayyas dengan keteguhan imannya seperti halnya Nabi Yusuf a.s justru berusaha agar perempuan itu pingsan kemudian disingkirkan.

Di akhir kisah ternyata ada kenyataan lain yang membuat perempuan agen mossad itu berubah 180 derajat. Perubahan itu pun mengancam jiwanya.

Banyak hikmah yang bisa saya ambil dari novel ini, bahwa hidayah itu hanya milik Allah. Tak akan ada yang pernah tau akhir hidup seseorang. Bisa jadi orang yang dulunya atheis dan berkubang dosa akhir hidupnya justru dalam nikmat iman dan Islam.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-16

Rabu, 22 Mei 2019

Ngompol di Masjid

Ada yang pernah mengalami nggak anak ngompol di masjid? Hu, pasti panik sekali ya. Belum lagi harus ngepel dan nyuci karpetnya. Kalau ditanya balik apakah saya pernah mengalami? Jawabnya iya, tapi pas anak sedang tidak dengan saya.

Weekend kemarin tiga krucil ikut eyang -seperti biasanya. Entahlah apa penyebabnya si Fara yang sudah lulus toilet training kurang lebih satu tahun tiba-tiba mengompol di masjid saat diajak eyang tarawih. Padahal menurut eyang sebelum berangkat sudah dipipiskan dulu. Namun saya tidak tahu si anak baru mengkonsumsi apa saja, bisa jadi makanan atau minuman yang membuat sering berkemih seperti semangka atau teh.

Mengajak anak balita ke masjid memang membawa resiko tersendiri. Kalau saya pribadi jadi nggak khusyuk, apalagi kalau si anak keliling masjid, jadi kepikiran mereka kemana dan apakah ada kejadian tidak diinginkan terjadi?

Lalu daripada tidak khusyuk, maka saya memutuskan tidak sholat tarawih dulu di masjid mengajak anak. Tahun lalu saya sempat mencoba di awal Ramadhan mengajak mereka tarawih, eh mereka heboh berdua wira-wiri dari shof saya ke shof ayah. Ayahnya sujud mereka 'beraksi' menunggangi. Karena itulah saya memilih tarawih di rumah. Bukankah wanita juga lebih utama sholat di rumahnya daripada di masjid?

Suami sendiri setelah kejadian itu tidak mengijinkan saya tarawih di masjid jika anak-anak tidak sedang di eyangnya. Saya pun yakin semua ada masanya, seperti halnya Jundi juga akhirnya ada masanya dia bisa diajak ke masjid setelah bertahun-tahun saya harus menahan diri di rumah. Oke, semua ada masanya. Yang salah adalah yang tidak sholat.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-15

Minggu, 19 Mei 2019

Berhias untuk Suami

Sebenarnya dulu sudah pernah menulis tentang ini disini. Sekarang ingin menulis lagi gara-gara tadi pagi membaca sebuah postingan seorang suami yang curhat mengeluhkan kondisi istrinya yang tidak mau dandan padahal sudah diminta baik-baik oleh suaminya agar mau dandan dan merawat tubuh. Sayang istrinya tidak paham bahwa itu adalah kewajibannya, tetapi istri justru menyalahkan suami tidak mau menerima dia apa adanya.

Hai para istri, suamimu itu makhluk visual, maka manjakanlah matanya sesuai apa yang diinginkannya. Selama itu tidak melanggar syariat, why not? Berdandan untuk suami itu berpahala lho.

Yang perlu menjadi catatan adalah berdandanlah sesuai apa yang suami sukai. Bisa jadi suami A suka rambut panjang, tapi suami B justru suka rambut pendek. Semua harus dikomunikasikan secara produktif. Kalau saya sih biasanya ijin dulu, misal potong rambut boleh nggak? Baju ini bagus nggak? Suami saya sih type yang semua oke aja, hanya terkadang dikomentari. Komentar itulah yang saya simpan dan menjadi panduan saya dalam menghias diri.

Jadi para istri, selama ini sudah dandan sesuai yang suami maui belum?



Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik isteri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.”
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dari ‘Abdullah bin Salam. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 3299).

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-14

Sabtu, 18 Mei 2019

Ketika Suami Sakit

Ah, rasanya melihat belahan jiwa tergolek lemah meringkuk dalam selimut itu mengiris hati, nggak tega. Benarkah tubuh yang kokoh itu kini tak memiliki dayanya lagi untuk menjadi tamengku?

Manusia sesungguhnya tak pernah memiliki tubuhnya sendiri. Semua hanya titipan dari Sang Pencipta. Jika Pemiliknya ingin membuat tubuh itu sakit, maka apa daya diri selain ikhlas menerima agar menjadi sarana penggugur dosa?

Seharian tadi dengan tubuh demam dan meringkuk lemah, suami tetap bersikeras puasa. Sudah kutawarkan untuk membatalkan puasa jika tidak kuat, tapi tetap tidak dia lakukan hingga azan magrib terdengar.

Ah, kekasihku, belahan jiwaku, sigaring nyowoku. Semoga Allah menggugurkan dosa-dosamu melalui sakit ini yang tetap kau jalani dengan ikhlas.

Sesekali kau memintaku untuk memijat atau mengoleskan sesuatu. Lalu kau menolak ketika aku memijat terlalu lama, kasian bunda capek. Dengan sisa energi kau kerjakan shalat dengan tubuh sempoyongan, lalu shalat berikutnya kau kerjakan dengan duduk. Padahal tadi subuh kau masih kuat berjamaah ke masjid, lalu hingga kini kau masih tergeletak lemah.

Ah, cinta. Kita tak pernah memiliki tubuh kita sendiri, tapi kita bisa berusaha menjaganya. Mungkin ini teguran, agar kita bisa menjaga tubuh titipan ini dengan lebih baik lagi.



Barangkali kita bisa mulai sedikit-sedikit merubah pola makan kita? Ah, sepertinya akulah yang mesti belajar memasak lebih sehat tapi tetap enak.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-13

Token yang Terblokir

Bagi pengguna internet banking tentu sangat menggantungkan transaksi pada benda kecil satu ini: token. Token digunakan untuk otentikasi bank pada setiap transaksi perbankan. Tanpa token, internet banking hanya bisa digunakan untuk cek saldo dan mutasi tanpa bisa melakukan transaksi.

Ada juga bank yang tidak menggunakan benda bernama token tapi menggunakan media SMS untuk mengirimkan kode otentifikasi. Menurut saya cara ini cukup menguras pulsa, belum lagi jika transaksi gagal.

Namun jika memiliki anak kecil dengan rasa penasaran yang tinggi, maka token harus diamankan agar tidak sampai terblokir. Seperti yang terjadi pada salah satu token saya kemarin.

Tak biasanya anak kembar saya bisa membuka laci tempat token disimpan, jadi saya santai saja ketika melihat dari kejauhan mereka berdua bermain di dekat laci tersebut. Saya pun saat itu sedang sibuk dengan token salah satu bank untuk transfer ke beberapa tujuan.

Saat saya mengembalikan salah satu token ke tempatnya ternyata token yang lain terletak keluar dari dompetnya. Curiga saya cek keduanya, yang satu sudah ter-lock dan satu lagi fail-1, masih aman.



Pengen marah dan pengen nangis, saya sudah teledor mengawasi mereka. Bukan salah mereka bermain dengan rasa ingin tahunya yang tinggi. Selama ini mereka memang begitu penasaran dengan token setiap saya menggunakannya.

Setelah kejadian itu saya menasihati mereka agar tidak bermain dengan benda itu lagi. Semoga saja mereka sudah tidak penasaran lagi, atau mungkin lain kali perlu diajak mencet saat saya menggunakannya agar tidak lagi penasaran.

Hikmahnya, kami diminta sedekah lagi ke bank buat ganti token yang baru 😅.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-12

Kamis, 16 Mei 2019

Orang Tua yang Dibanggakan

Dalam benak anak, barangkali orang tuanyalah yang dia banggakan. Tanpa kita sadari, anak akan selalu mengamati apa saja yang orang tua lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Maka jangan pernah salahkan mereka ketika mereka menirukan kebiasaan jelek orang tua.

Sekitar dua hari yang lalu benak saya tersentak dengan adanya sebuah pesan di grup wa sekolah dari seorang ibu. Ibu tersebut bercerita, anaknya berkata bahwa ayah Jundi hafizh. Lalu ibu tersebut menambahkan semoga Jundi bisa lebih baik dari ayahnya.

Saya tergelak, dapat darimanakah pernyataan tersebut? Apakah Jundi memang menceritakan dengan bangga bahwa ayahnya seorang hafizh qur'an? Padahal nyatanya ayahnya baru menghafal mungkin total 1-2 juz saja dari Al-Qur'an. Namun mengapa pernyataan itu keluar dari teman sekelas Jundi? Apakah Jundi bercerita dengan dilebih-lebihkan? Karena dia ingin membanggakan orang tuanya.

Lalu saya konfirmasi hal tersebut kepada Jundi, benarkah dia bercerita pada temannya bahwa ayah hafizh? Tidak! Begitu jawabnya. Lalu mengapa muncul pernyataan di atas?

Saya pun mengambil kesimpulan sendiri, barangkali saat menghafal bersama surat tertentu Jundi bercerita pada temannya bahwa ayahnya menghafal surat ini. Lalu temannya saya menangkap bahwa ayah Jundi seorang penghafal Alquran. Ah, semoga benar menjadi doa yang diijabah.



Lalu, sudahkah kita sebagai orang tua menjadi kebanggaan anak?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-11