Sabtu, 18 Mei 2019

Token yang Terblokir

Bagi pengguna internet banking tentu sangat menggantungkan transaksi pada benda kecil satu ini: token. Token digunakan untuk otentikasi bank pada setiap transaksi perbankan. Tanpa token, internet banking hanya bisa digunakan untuk cek saldo dan mutasi tanpa bisa melakukan transaksi.

Ada juga bank yang tidak menggunakan benda bernama token tapi menggunakan media SMS untuk mengirimkan kode otentifikasi. Menurut saya cara ini cukup menguras pulsa, belum lagi jika transaksi gagal.

Namun jika memiliki anak kecil dengan rasa penasaran yang tinggi, maka token harus diamankan agar tidak sampai terblokir. Seperti yang terjadi pada salah satu token saya kemarin.

Tak biasanya anak kembar saya bisa membuka laci tempat token disimpan, jadi saya santai saja ketika melihat dari kejauhan mereka berdua bermain di dekat laci tersebut. Saya pun saat itu sedang sibuk dengan token salah satu bank untuk transfer ke beberapa tujuan.

Saat saya mengembalikan salah satu token ke tempatnya ternyata token yang lain terletak keluar dari dompetnya. Curiga saya cek keduanya, yang satu sudah ter-lock dan satu lagi fail-1, masih aman.



Pengen marah dan pengen nangis, saya sudah teledor mengawasi mereka. Bukan salah mereka bermain dengan rasa ingin tahunya yang tinggi. Selama ini mereka memang begitu penasaran dengan token setiap saya menggunakannya.

Setelah kejadian itu saya menasihati mereka agar tidak bermain dengan benda itu lagi. Semoga saja mereka sudah tidak penasaran lagi, atau mungkin lain kali perlu diajak mencet saat saya menggunakannya agar tidak lagi penasaran.

Hikmahnya, kami diminta sedekah lagi ke bank buat ganti token yang baru 😅.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-12

Kamis, 16 Mei 2019

Orang Tua yang Dibanggakan

Dalam benak anak, barangkali orang tuanyalah yang dia banggakan. Tanpa kita sadari, anak akan selalu mengamati apa saja yang orang tua lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Maka jangan pernah salahkan mereka ketika mereka menirukan kebiasaan jelek orang tua.

Sekitar dua hari yang lalu benak saya tersentak dengan adanya sebuah pesan di grup wa sekolah dari seorang ibu. Ibu tersebut bercerita, anaknya berkata bahwa ayah Jundi hafizh. Lalu ibu tersebut menambahkan semoga Jundi bisa lebih baik dari ayahnya.

Saya tergelak, dapat darimanakah pernyataan tersebut? Apakah Jundi memang menceritakan dengan bangga bahwa ayahnya seorang hafizh qur'an? Padahal nyatanya ayahnya baru menghafal mungkin total 1-2 juz saja dari Al-Qur'an. Namun mengapa pernyataan itu keluar dari teman sekelas Jundi? Apakah Jundi bercerita dengan dilebih-lebihkan? Karena dia ingin membanggakan orang tuanya.

Lalu saya konfirmasi hal tersebut kepada Jundi, benarkah dia bercerita pada temannya bahwa ayah hafizh? Tidak! Begitu jawabnya. Lalu mengapa muncul pernyataan di atas?

Saya pun mengambil kesimpulan sendiri, barangkali saat menghafal bersama surat tertentu Jundi bercerita pada temannya bahwa ayahnya menghafal surat ini. Lalu temannya saya menangkap bahwa ayah Jundi seorang penghafal Alquran. Ah, semoga benar menjadi doa yang diijabah.



Lalu, sudahkah kita sebagai orang tua menjadi kebanggaan anak?

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-11

Rabu, 15 Mei 2019

Adab Menuntut Ilmu

Pelajaran mengenai adab sebelum ilmu begitu melekat di ingatan saya, meski saat ini banyak sekali orang abai akan adab dibanding ilmu. Banyak orang pintar tapi tidak memiliki sopan santun terhadap guru. Pelajaran adab seperti hilang dari banyak diri karena budaya yang memudar.

Adab menuntut ilmu tidak hanya bagaimana penuntut ilmu menghormati guru, tapi juga hal-hal lain yang berhubungan dengannya seperti bagaimana memperlakukan kitab atau buku yang memuat ilmu.

Beberapa hari yang lalu, saya pun merasakan ujian mengenai hal ini, dan hampir saja saya menodai adab yang saya yakini sebagai adab yang terpuji.

Saat membuat gambar tulisan di sebuah aplikasi, saya tak sadar sudah menggunakan template berbayar, tapi saya baru menyadarinya saat mau save hasil editing. Hampir saja saya lalai dengan tetap save gambar tersebut dengan cara lain yang penting tetap mendapat gambar tersebut. Detik kemudian saya tersadar, untuk apa saya melakukan hal tersebut? Lalu saya urungkan dan mencari design lain yang gratis.

Seringkali saya pribadi tanpa sadar lalai telah menabrak adab-adab dalam menuntut ilmu, termasuk menghargai hak cipta orang lain. Salah satu cara menghargai diri sendiri adalah dengan menghargai karya orang lain. Membeli barang bajakan adalah jalan yang menghilangkan keberkahan. Meski kenyataannya saking menjamurnya bajakan sampai tidak bisa dibedakan mana yang asli dan mana yang bajakan.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-10

Selasa, 14 Mei 2019

Kerang Pedas

Ah, yang serba pedas memang selalu lebih menggugah selera makan, terutama bagi penggemar pedas, termasuk aku. Namun jangan sampai karena menuruti selera jadi kebablasan, seperti yang kulakukan kemarin lusa.



Ada kerang yang siap olah di kulkas membuatku berimajinasi mengolahnya menjadi sambal kerang yang pedas menggugah selera makan. Aku pun meracik bumbu dengan menambahkan sekitar 10 biji cabe yang cukup gemuk ke dalamnya. Pikirku yang memasak dalam kondisi masih berpuasa pasti enak kerang pedas seperti ini. Ada sisa sambal lalapan pun ikut aku masukkan ke dalam masakan.

Tibalah saat berbuka kucoba mengincipi 1 biji kerang, langsung terasa pedasnya. Mantap ini, batinku. Sepiring nasi pun kuhabiskan lahap ditemani kerang pedas bikinanku.

Giliran suami makan, "Bunda, pedes banget ini kerangnya."

"Iya kah? Maaf ya, Bunda pikir biar terasa pedesnya."

"Lain kali kalau untuk buka jangan bikin yang terlalu pedas seperti ini, perutnya kaget."

Lalu keesokannya ucapan suami terbukti, kami berdua sama-sama diare gara-gara kerang pedas buatanku. Hiks, aku menyesal.

Dari kejadian ini aku mengambil hikmah bahwa menahan keinginan untuk pedas berlebihan ternyata juga termasuk di dalam ujian menahan hawa nafsu. Karena ingin pedas berlebihan juga termasuk di dalam hawa nafsu yang seringkali manusia penggemar pedas sepertiku tak bisa mengendalikan diri.

Karena pedas berlebihan juga tidak baik untuk kesehatan.

 #30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-9

Senin, 13 Mei 2019

Melatih Anak Puasa

Tahun ini adalah tahun kedua Mas Jundi yang berusia 7 tahun latihan puasa. Tahun lalu alhamdulillah puasanya Mas Jundi penuh meski sebagian besar masih puasa dhuhur, ada beberapa hari yang puasa maghrib. Tahun ini justru hari pertama Mas Jundi sudah tidak puasa karena baru sembuh dari sakit. Namun hari ke-2 hingga hari ini alhamdulillah puasa terus, tapi masih puasa dhuhur semua.

Yang berbeda pagi tadi tiba-tiba sebelum berangkat sekolah dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Karena kasihan, akhirnya saya beri minum air putih meski dia masih dalam kondisi puasa. Alhamdulillah entah apa seperti dahak yang mengganjal di tenggorokannya itu akhirnya teratasi. Dia pun saya minta untuk melanjutkan puasanya lagi.


Dalam melatih anak berpuasa saya tidak terlalu memaksakan harus sesuai dengan aturan puasa pada orang dewasa. Pada tahap ini saya dan suami masih dalam tahap ingin melatih anak terhadap menahan makan dan minum serta hawa nafsu. Walau dalam hal hawa nafsu masih harus bersabar untuk mengingatkan Jundi agar tidak marah terutama ketika berebut mainan dengan adiknya.

Ah, kami berdua pun masih harus terus belajar dalam mengendalikan amarah. Semoga di madrasah Ramadhan tahun ini bisa menjadikan kami benar-benar berubah menjadi pribadi yang bisa mengendalikan diri dari hawa nafsu.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-8

Minggu, 12 Mei 2019

Sakit saat Puasa

Qadarullah, kemarin lusa sebelum berbuka saya sudah merasa kurang enak badan seperti mau flu. Hidung mulai mbeler dan kepala sedikit pusing, sepertinya ketularan suami yang beberapa hari sebelumnya sudah tumbang duluan.

Puncaknya terasa sekali kemarin, menyiapkan sahur sudah dengan kepala yang terasa sangat berat karena semalaman tidak bisa tidur, hidung mampet. Namun bagaimanapun aku harus tetap menyiapkan sahur seadanya, kumasak sayur bayam dan jagung yang paling simpel dan sudah disiangi sebelumnya, proteinnya juga cukup lele goreng dan tak ada lauk lain lagi. Alhamdulillah suami mewajari kondisiku, dia tetap makan dengan lahap masakanku yang seadanya. Padahal biasanya kalau tidak ada sambal dia pasti mencarinya.

Puasa seharian kujalani dengan cukup berat, kepala pusing seperti tidak akan berakhir, bersin-bersin dengan intensitas tinggi, dan hidung mampet kesulitan bernafas. Aku lebih banyak baringan, meski harus tetap kupaksa bergerak untuk menyiapkan makan si kembar atau memandikannya. Alhamdulillah sorenya si kembar dijemput eyangnya untuk menginap di akhir pekan. Aku pun bisa istirahat lebih leluasa meski masih ada Jundi di rumah, Jundi jauh lebih mandiri.

Alhamdulillah hanya berjarak 2 bulan sudah diberi nikmat sakit lagi, semoga menjadi penggugur dosa. Meski rasanya sakit kali ini membuatku kurang optimal beribadah.


“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-7