Bismillah, kali ini saya mau mengerjakan NHW3. Tugas kali ini ada 4 point : suami,anak, diri sendiri, dan lingkungan.
Point pertama tentang suami, membuat surat cinta untuknya, mengenang bagaimana indahnya saat pertama jatuh cinta dulu, menuliskan banyak-banyak kelebihan suami, dan alasan-alasan kuat 'mengapa' ia memang orang yang tepat menjadi pendamping hidup sekaligus ayah dari anak-anak. Yah, dan saya sudah menulisnya disini.
Tanggapannya? Dia berkata balik, 'perlu surat balasan kah?'. Dalam hati jelas saya bilang 'mau', tapi yang terketik 'terserah 😆' jaga jaim 😅.
Sebelumnya saya memang sudah bilang kepada suami saya bahwa saya diberi tugas membuat surat cinta untuknya, dan dia cuma mesem sambil bilang 'ya bikin aja'. Yah, terkadang hal-hal kecil pemantik agar hubungan tetap romantis seperti ini memang sangat perlu, apalagi jika pernikahan sudah berjalan agak lama, perlu hal-hal kecil untuk merefresh 'rasa cinta' pada pasangan hidup.
Suami saya memang bukan tipe yang romantis dengan suka memberi kejutan bunga atau yang lain, tapi dia adalah lelaki yang perhatian 💞. Kelihatannya saja cuek tapi tiba-tiba hadir dengan kejutan yang bikin hati meleleh, dan yang bikin selalu meleleh adalah tulisan-tulisan dia di blog dia. Yah, dia jarang sekali menulis, tapi sekalinya nulis langsung mengena, luv luv my hubby.
Poin keduanya adalah tentang anak. Potensi diri masing-masing anak memang berbeda-beda, bahkan anak yang kembar identik pun seperti anak saya. Namun saya akan mulai menuliskan potensi diri dari anak pertama yang laki-laki, Jundi.
Jundi, anak pertama kami yang berusia 5 tahun. Dari lahir perkembangan fisik maupun motoriknya bagus, meskipun sempat telat berbicara (2 tahun baru jelas dan tidak termasuk speech delay), namun sejak bisa bicara dia tergolong anak yang 'cerewet', suka menanyakan apapun yang dipantik rasa keingintahuan dia yang tinggi. Geraknya lincah dan cenderung kinestetik. Dan alhamdulillah di usianya sekarang sudah bisa menghafal juz 30, bismillah semoga dimudahkan menuntaskan 30juz.
Tentang si kembar yang kembarnya identik (1 plasenta), meski dikatakan identik karena berasal dari 1 sel telur, namun keduanya memiliki karakter yang berbeda. Fara si kakak yang lahir pertama adalah sosok perempuan yang 'kalem' dan cenderung lebih suka mengalah. Dari lahir berat Fara lebih besar, pun hingga sekarang fisiknya cenderung lebih besar Fara, walau terakhir ditimbang berat keduanya sama 😅. Namun dari segi perkembangan motorik kasar, Fara seringkali tertinggal adiknya selisih beberapa hari, seperti pertama tengkurap, pertama merangkak dan jalan. Namun, di usia yang sekarang menginjak 19bulan Fara mulai bisa menirukan beberapa kata yang dia dengar, sedang adiknya belum 😊.
Tentang Fasya, si cantik yang gesit dengan tubuh mininya. Iya, alhamdulillah si kembar tubuhnya cenderung mini, tidak seperti masnya yang cenderung montok, Allah menciptakan sedemikian agar saya tetap kuat menggendong dua bayi sekaligus 😇. Apalagi saya non ART dengan tubuh mini 😅. Fasya, sejauh ini lebih cepat menirukan gerak semisal gerakan sholat, dan dia tingkahnya lebih banyak daripada kakaknya. Akhir-akhir ini meski belum bisa menirukan kata sebanyak Fara, Fasya suka tiba-tiba meracau kata dengan nada seperti lagu. Yeah, barangkali dia cenderung otak kanan.
Tentang diri saya sendiri, saya pribadi yang cenderung pendiam dan tidak terlalu pintar berbasa-basi. Barangkali itulah tujuan Allah memberi saya suami yang pintar 'ngomong'. Sejujurnya saya suka iri dengan teman yang lain yang masih mudah untuk moving mengikuti acara dan kajian ilmu kesana kemari. Saya dengan 2 bayi harus sadar diri tidak bisa 'seperti' mereka. Barangkali disinilah Allah memberi saya ladang mencari pahala, bukankah merawat anak juga ibadah? Saya yakin Allah punya rencana yang besar dibalik diamanahkannya sepasang bayi ini pada saya. Walau harus saya akui mengurus bayi kembar seorang diri dobel repotnya. Allah tahu saya mampu, dan inilah misi yang harus saya kerjakan, mengantar ketiga anak saya menghadapi akhir zaman dengan tetap menggenggam iman erat, walau menggenggamnya sama dengan menggenggam bara api.
Empat bulan saya baru menempati lingkungan yang baru, rumah yang sudah kami bangun sejak 2-3 tahun yang lalu memang tidak langsung kami tempati dengan beberapa pertimbangan. Rumah kami berada di lingkungan pondok pesantren, ada 2 ponpes yang ada dekat rumah kami. Sedang warga sekitar mayoritas muslim dengan karakter yang beragam.
Sejak sebelum menemukan lokasi rumah ini, kami merutinkan do'a Nabi Nuh a.s al-mu'minun 29 agar diberikan tempat yang berkah. Dan inilah jawaban dari do'a kami, kami ditempatkan pada perumahan dengan berbagai karakter, Allah menyuruh kami agar bisa berbaur di masyarakat yang majemuk.
Alhamdulillah di bulan Ramadhan suami sebagai warga baru turut ditunjuk sebagai imam sholat tarawih. Bismillah semoga kami bisa menjadi salah satu rumah yang bisa menebar manfaat dan mendakwah lingkungan sekitar, tak hanya dakwah secara lisan namun dengan perbuatan.
Bunda Jundi
Agie Botianovi
Malam 8 Ramadhan 1438 H