Selasa, 09 Januari 2018

Melatih Kecerdasan (5)



Dalam mengasah kecerdasan anak saya selalu memasukkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama untuk kecerdasan spiritual saya menekankan pada adab-adab dalam keseharian mulai dari hal yang paling kecil.

Untuk proyek hari ini saya ingin membahas tentang adab makan. Fara (26m) masih sering 'melanggar' adab makan yang sesuai dengan islam seperti makan sambil berdiri dan makan dengan tangan kiri. Saya mewajari jika anak usia sekian masih sering tertukar kiri dan kanan, maka tugas saya sebagai ibunya adalah tidak bosan mengingatkannya setiap jam makan. Begitu pula ketika dia lupa makan berdiri, biasanya saya akan menahan makanannya sampai dia benar-benar mau duduk atau jongkok baru saya berikan lagi.

'Ayo anak shalihah makan sambil duduk ya, pakai tangan yang kanan, biar disayang Allah makannya harus pakai aturan dari Allah' begitu saya sering tuturkan. Tak lupa, sebelum makan juga selalu saya biasakan menuntun Fara membaca bismillah, meski yang keluar dari mulutnya hanya berbunyi 'miyah' tapi semakin bertambah usianya saya yakin dia akan semakin fasih mengucap dengan baik.

Di proyek ini, anak akan mengasah logika dasar dengan mengingat konsep kiri dan kanan (masuk di kecerdasan intelektual), serta tentunya kecerdasan spiritual karena ada konsep aturan islam di dalamnya, bahwa segala tindak manusia sudah diatur oleh Allah Sang Pencipta.

#tantangan_hari_ke5
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Senin, 08 Januari 2018

Melatih Kecerdasan (4)


Kegiatan semalam bersama 3 krucil terasa seru lantaran Jundi menemukan sebuah buku worksheet (yang sudah lama dibelikan) namun belum pernah dikerjakan. Buku tersebut isinya tempel menempel stiker yang sudah tersedia, namun di dalamnya ada pelajaran menghitung serta mencocokan bentuk. 



Jundi dan saya asyik mengerjakan, ajaibnya Fara dan Fasya juga khusyuk melihat kami berdua. Seakan tak ada keinginan untuk 'ikut main', mereka diam saja tapi nampak antusias dari binar mata mereka. Hingga kemudian saya pun berinisiatif, "Adek mau nempel juga?"

"Jundi, adek boleh ya ikut nempel?"

"Jangan! Nanti gak pas nempelnya, jadi jelek!"

"Kalau gitu yang kecil-kecil aja ya, nanti adek kan juga dibantu sama bunda nempelnya,"

Alhamdulillah sepakat! Sambil membaca perintah tiap halaman, saya membantu melepas stiker dan mengarahkan ketiga anak bergantian menempel. Semua antusias hingga hampir semua stiker tertempel. Tak lupa setiap sebelum melepas dan menempel sesekali saya ajarkan 'bismillah' kepada mereka agar terbiasa melakukan apapun diawali dengan berdo'a. 

Selain kecerdasan intelektual, permainan ini juga mengasah kecerdasan emosi dan kecerdasan menghadapi tantangan (karena dimainkan bertiga) jadi semua harus bisa mengendalikan diri agar mau bergantian menempel. Dan tentunya harus bisa memasukkan nilai kecerdasan spiritual melalui pembiasaan do'a. 

Untuk Fara, seperti biasa, dia lebih banyak mengalah daripada 2 anak yang lain. Semoga akan menjadi salah satu bekal dia dalam kecerdasan menghadapi tantangan dan kecerdasan emosinya kelak.


#tantangan_hari_ke4
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Minggu, 07 Januari 2018

Melatih Kecerdasan (3)

Kali ini kami bermain bersama hujan. Di depan rumah ada bagian paving yang cekung dan ada sejumlah pasir yang menumpuk tipis di sana. Di saat kebanyakan orang tua melarang anaknya berhujan-hujanan, saya justru menyuruh ketiga anak saya main pasir yang bercampur air (baca : ledhok) di bawah tetesan hujan yang ritmis.

Fara, Fasya, dan Jundi begitu menikmati permainan sederhana yang begitu mengasyikkan ini, sampai ketika saya minta mereka menyudahi, mereka minta penangguhan waktu. Begitu juga Fara, sosok anak saya yang paling kalem dan cenderung penurut di antara 3 bersaudara.

"Sek idha, sek," begitu ucapnya (Fara belum bisa dengan jelas mengucap kata Bunda).

Hingga hujan tak juga reda, dengan dibantu sang ayah membujuk mereka menyudahi aktivitas, akhirnya Fara yang pertama kali 'mau' masuk rumah untuk bersih diri.

Dari kegiatan ini, goal untuk Fara (partner yang saya pilih di level ini) adalah di kecerdasan intelektual melalui belajar dari alam, kecerdasan spiritual karena tiap hujan saya pun selalu mengajarkan do'a hujan dan menjelaskan bahwa hujan adalah rahmat dari Allah (bukan penyebab penyakit yang kebanyakan disoundingkan orang tua pada anak), dan kecerdasan menghadapi tantangan yang indikatornya untuk anak usia 0-6 tahun adalah mampu mengontrol dirinya bahwa tidak semua yang dia inginkan harus dipenuhi, termasuk tidak ingin berhenti main hujan.

#tantangan_hari_ke3
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Sabtu, 06 Januari 2018

Melatih Kecerdasan (2)

Proyek yang saya pilih di hari kedua mengasah kecerdasan bersama Fara adalah membaca buku Shirah Nabi. Hal ini hampir tiap hari kami lakukan bersama dengan Ayah, Jundi, dan Fasya. Walau tidak setiap hari buku yang kami pilih untuk dibaca bersama adalah Shirah Nabi. Semua menyesuaikan keinginan anak-anak, yang penting mereka cinta dulu pada aktivitas membaca, meski sering juga saat membaca 1 halaman belum usai sudah minta pindah ke halaman lain, belum lagi cerita yang loncat-loncat, dan ketika tiap anak minta dibacakan buku sendiri-sendiri.

Aktivitas ini mengasah kecerdasan intelektual linguistik sekaligus kecerdasan spiritual. Karena orang-orang dengan kecerdasan linguistik suka membaca apapun dan pintar mengungkapkan pikirannya melalui kata-kata. Indikator dari aktivitas ini adalah mengasah rasa ingin tahu anak, semakin biasa dibacakan buku maka anak semakin sering ingin dibacakan buku (tinggal ibunya yang mesti telaten dan memberi contoh 😁).

Sedangkan kecerdasan spiritualnya berindikasi pada pengenalan Rasulullah saw sebagai utusan Allah yang mana kisah beliau adalah teladan terbaik untuk dicontoh.

#tantangan_hari_ke2
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Jumat, 05 Januari 2018

Melatih kecerdasan (1)

Di game level 3 ini tantangannya adalah membuat sebuah proyek yang tujuannya adalah melatih kecerdasan saya dan salah satu anggota keluarga. Kali ini saya memilih Fara sebagai obyek karena di level sebelumnya sudah menggunakan Jundi.

Secara teori kecerdasan sendiri dibagi menjadi 4 macam jenis kecerdasan, ada kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan menghadapi tantangan. Semua penting, namun bagi keluarga kami yang utama adalah melatih kecerdasan spiritual.

Kalau tugasnya membuat proyek, bagi saya tiap hari saya sudah berproyek melatih kecerdasan anak-anak saya, bedanya di tugas kali ini saya harus lebih bisa memanfaatkan kecerdasan saya untuk menarasikan apa yang saya ajarkan dan tujuan apa yang bisa dicapai dari proses tersebut.

Hari pertama ini saya ingin bercerita tentang Fara dengan kegiatan di rumah yang melatih kecerdasan spiritualnya. Setiap anak dilahirkan dengan bekal fitrah keimanan. Pada tahun 1977, seorang ahli syaraf, V.S. Ramachandran bersama dengan timnya dari California University, menemukan keberadaan God Spot dalam jaringan otak manusia dan ini adalah pusat spiritual (spiritual center) yang terletak di antara jaringan syaraf dan otak.

Saat ini, tiap maghrib adalah waktu yang selalu saya manfaatkan untuk mengajak anak-anak semua sholat bersama, terkadang Jundi ikut ayahnya jamaah di masjid, dan saya dengan si kembar sholat bersama di rumah. Walau usianya baru 26 bulan, tapi alhamdulillah dia sudah bisa menirukan gerakan sholat (belum sempurna). Terutama untuk gerakan sujud, bagi saya sujud adalah gerakan penghambaan yang paling menghamba. Dengan bekal 1 mukena yang gak ganti-ganti (belum saya belikan lagi, masing-masing baru punya 1), ketika saya sholat Fara dan Fasya juga ikut mengenakan mukena. Meski kadang bermain dengan kembarannya atau bahkan menaiki kepala saya ketika sujud, namun Fara sudah mulai mengerti bagaimana cara berdo'a kepada penciptanya. Dia sudah bisa jelas melafalkan 'Allahu akbar' ketika sholat dan ketika ada kejadian lain. Alhamdulillah.

#tantangan_hari_ke1
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Senin, 11 Desember 2017

Writing therapy with teh Imon

Alhamdulillah kemarin diberi kesempatan berjumpa dengan teh Imon atau Maimon Herawati yang saya ngefans terhadap tulisan beliau gara-gara baca novel Rahasia Dua Hati yang bikin saya baper. Dari dhuhur sampai isya' alhamdulillah dapat ilmu yang masyaallah daging semua, ya ilmu kepenulisan, ya ilmu akhirat.

Beliau sendiri adalah aktivis pejuang kemerdekaan Palestina, masyaallah, saya dibuat gemetar saat beliau bercerita tentang Palestina. Kemana-mana beliau membawa slayer Palestina, menunjukkan betapa beliau sangat cinta terhadap Palestina, al-Aqsho, kiblat pertama orang Muslim.

Dari dhuhur sampai ashar, beliau mengisi acara untuk umum dengan tema writing therapy berkolaborasi dengan mbak Wulan yang praktisi SEFT. Menjadikan menulis sebagai terapi terhadap diri sendiri, salah satunya dengan menuliskan masalah dalam hidup. Kalaupun kita sedih menuliskan itu, tapi akan ada orang yang membacanya dan tidak mengalami kejadian yang sama dengan yang kita alami. Menuliskannya bisa dalam bentuk cerpen ataupun novel, yang kita sendiri bisa menentukan akhir cerita.

Selesai acara umum, saya berkesempatan makan bareng secara pribadi di ayam goreng nelongso (salah satu sponsor acara) yang dekat dengan togamas. Kemarin makan berlima saja dengan teh Imon, sosoknya begitu rendah hati tapi sangat kritis terhadap segala sesuatu. Beberapa teman sudah menitipkan buku tulisannya untuk beliau kritisi.

Lanjut muscab pemilihan ketua alhamdulillah akhirnya terpilih Gunung sebagai ketua FLP Malang periode 2017-2019. Setelah selesai, teh Imon meminta kami kumpul sebentar untuk bedah karya yang sebelumnya sudah minta dibedah.

Begitu banyak kesalahan yang tertangkap oleh teh Imon, bahkan untuk tulisan-tulisan best seller beliau sangat jeli menangkap kesalahan. Kalau dari tulisan teman-teman yang paling banyak adalah kesalahan 'tell', bukan 'show'. Jadi tulisan yang baik itu sebaiknya 'show' bukan 'tell', terutama untuk fiksi. Bagaimana kita bisa menggambarkan suasana dengan baik tanpa menyebutkan apa suasana tersebut, jadi pembaca bisa benar-benar merasakan apa yang dimaksud penulis.

Terkait setting tempat dan kejadian, beliau sangat detail dan teliti, bahkan untuk tulisan beliau yang berjudul Pingkan, dengan setting Australia (beliau belum pernah kesana), tapi beliau riset dengan detail sampai nama-nama jalan disana, letak bangunan dll benar adanya. Jadi orang-orang yang kesana akan dibuat membayangkan cerita Pingkan benar-benar real. Bahkan untuk Pingkan yang kuliah jurusan Fisika, beliau benar-benar riset makul nya apa saja, bahkan nama-nama dosen di universitas dan jurusan tersebut, masyaAllah. Apalagi sekarang sudah ada google earth yang bisa melihat kondisi suatu tempat dengan detail, jadi beliau pun mempelajarinya demi setting yang benar-benar nyata.

Dan terakhir, pesan beliau adalah, yang terpenting bukan seberapa banyak royaltimu dari menulis, tapi seberapa bermanfaat tulisanmu bagi yang membaca, sudah berapa orang yang tercerahkan menuju kebaikan dengan tulisanmu. Setiap apa yang kita tulis harus memiliki pesan yang positif, karena kelak semua akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Ah, saya benar-benar tersentil dengan ini.

Terima kasih atas segala ilmunya teh Imon, jazakillah khoir. 

Agie Botianovi
11 Desember 2017