Tampilkan postingan dengan label 30harimemetikhikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 30harimemetikhikmah. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2019

Melatih Anak Puasa

Tahun ini adalah tahun kedua Mas Jundi yang berusia 7 tahun latihan puasa. Tahun lalu alhamdulillah puasanya Mas Jundi penuh meski sebagian besar masih puasa dhuhur, ada beberapa hari yang puasa maghrib. Tahun ini justru hari pertama Mas Jundi sudah tidak puasa karena baru sembuh dari sakit. Namun hari ke-2 hingga hari ini alhamdulillah puasa terus, tapi masih puasa dhuhur semua.

Yang berbeda pagi tadi tiba-tiba sebelum berangkat sekolah dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Karena kasihan, akhirnya saya beri minum air putih meski dia masih dalam kondisi puasa. Alhamdulillah entah apa seperti dahak yang mengganjal di tenggorokannya itu akhirnya teratasi. Dia pun saya minta untuk melanjutkan puasanya lagi.


Dalam melatih anak berpuasa saya tidak terlalu memaksakan harus sesuai dengan aturan puasa pada orang dewasa. Pada tahap ini saya dan suami masih dalam tahap ingin melatih anak terhadap menahan makan dan minum serta hawa nafsu. Walau dalam hal hawa nafsu masih harus bersabar untuk mengingatkan Jundi agar tidak marah terutama ketika berebut mainan dengan adiknya.

Ah, kami berdua pun masih harus terus belajar dalam mengendalikan amarah. Semoga di madrasah Ramadhan tahun ini bisa menjadikan kami benar-benar berubah menjadi pribadi yang bisa mengendalikan diri dari hawa nafsu.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-8

Minggu, 12 Mei 2019

Sakit saat Puasa

Qadarullah, kemarin lusa sebelum berbuka saya sudah merasa kurang enak badan seperti mau flu. Hidung mulai mbeler dan kepala sedikit pusing, sepertinya ketularan suami yang beberapa hari sebelumnya sudah tumbang duluan.

Puncaknya terasa sekali kemarin, menyiapkan sahur sudah dengan kepala yang terasa sangat berat karena semalaman tidak bisa tidur, hidung mampet. Namun bagaimanapun aku harus tetap menyiapkan sahur seadanya, kumasak sayur bayam dan jagung yang paling simpel dan sudah disiangi sebelumnya, proteinnya juga cukup lele goreng dan tak ada lauk lain lagi. Alhamdulillah suami mewajari kondisiku, dia tetap makan dengan lahap masakanku yang seadanya. Padahal biasanya kalau tidak ada sambal dia pasti mencarinya.

Puasa seharian kujalani dengan cukup berat, kepala pusing seperti tidak akan berakhir, bersin-bersin dengan intensitas tinggi, dan hidung mampet kesulitan bernafas. Aku lebih banyak baringan, meski harus tetap kupaksa bergerak untuk menyiapkan makan si kembar atau memandikannya. Alhamdulillah sorenya si kembar dijemput eyangnya untuk menginap di akhir pekan. Aku pun bisa istirahat lebih leluasa meski masih ada Jundi di rumah, Jundi jauh lebih mandiri.

Alhamdulillah hanya berjarak 2 bulan sudah diberi nikmat sakit lagi, semoga menjadi penggugur dosa. Meski rasanya sakit kali ini membuatku kurang optimal beribadah.


“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-7

Sabtu, 11 Mei 2019

Sedekah yang Dipaksa

Kemarin admin BOTIA tiba-tiba memberikan kabar bahwa ada salah seorang pelanggan yang transfer tidak sesuai dengan nilai nominal invoice, dia kurangi sendiri tanpa dikonfirmasi terlebih dahulu. Yang dia lakukan sebenarnya adalah pembulatan nominal, hanya saja yang disayangkan tanpa konfirmasi terlebih dahulu, jadi belum ada kerelaan dari penjual untuk memberikan harga pembulatan.

Sebelumnya, menurut admin pelanggan satu ini memang suka menawar total yang harus ditransfer, misal 163.000 minta dibulatkan jadi 160.000 saja, padahal total tersebut adalah total setelah diskon. Namun anehnya kemarin dia tidak menawar terlebih dahulu, tapi tiba-tiba transfer dengan nominal yang dia bulatkan sendiri.

Sebenarnya ini bukan hal yang baru, dulu saat semua saya handle sendiri juga pernah ada pembeli model seperti ini, menawar harga sadis. Saya kadang mewajarinya, mungkin terbiasa beli di pasar yang tidak memberikan harga fix. Yang dia luputkan adalah kerelaan terlebih dulu dari penjual sebelum pembayaran.

Yang jadi pertanyaan sebenarnya apakah jual beli ini sah jika belum ada kerelaan dari penjual? Kemarin admin meminta persetujuan saya dahulu apakah tetap memproses penjualan ini atau tidak. Jawab saya tetap diproses, saya mengikhlaskan nominal yang telah dia bulatkan. Semoga transaksi ini memberi keberkahan pada usaha kami.



Barangkali ini teguran, teguran dari Allah agar kami lebih banyak bersedekah. Allah mengirimkan pembeli model seperti ini agar kami 'dipaksa' mengikhlaskannya sebagai sedekah. Oh Allah, terimakasih atas teguran-Mu. Semoga muamalah ini tidak membuat kami lalai akan hak orang lain.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-6

Jumat, 10 Mei 2019

Memiliki Anak Kembar

Dulu saat aku pertama kali tahu sedang hamil kembar, timbul pertanyaan dalam hatiku, 'Mengapa aku? Bisakah aku?'

Ada sedikit rasa ragu, mampukah aku mengemban amanah ini? Bahkan saat itu rasa tegang dan masih belum yakin dengan hasil USG menguasaiku. Seketika saat layar menunjukkan gerakan 2 janin di dalam rahimku, keringat dingin menyusup deras di telapak tanganku, ditambah detak jantung yang tiba-tiba bermain kejar-kejaran. Benarkah ini nyata?

Aku yang masih belum punya ilmu tentang anak kembar saat itu langsung berpikir tentang ribetnya dan segala sesuatu yang menyertainya. Mampukah aku? Rasa tak percaya diri muncul ke permukaan diiringi dengan euforia bahwa diri ini diamanahi sesuatu yang jarang, tak semua ibu bisa merasakan hamil kembar. Kembar yang bagi banyak orang begitu istimewa, tapi bagiku amat menegangkan saat membayangkannya.

Ah, dan ternyata semua itu nyata bukan halusinasiku belaka, aku pun menjalani kehamilan dengan ikhlas dan bahagia. Aku menghibur diri bahwa aku wanita istimewa, meski beratnya kehamilan kembar tak jarang membuatku menangis menahan sakit tiap malam.



Alhamdulillah semua itu terlewati, kini anak kembarku sudah berusia 3,5 tahun, masa-masa kritis hamil, melahirkan, serta menyusui keduanya telah usai kulewati. Kini saatnya berjibaku untuk mendidik keduanya menjadi wanita sholihah.

Akan selalu ada hikmah dari segala sesuatu yang telah digariskan-Nya. Hikmah memiliki anak kembar adalah, capeknya sekali jalan, hehe.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-5

Kamis, 09 Mei 2019

Berat Badan Lahir Rendah

Anak kembarku terlahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), 2,5 kg dan 2,3 kg. Perjuangan menyusui secara eksklusif keduanya pun penuh dengan tangis. Aku yang bersikeras hanya memberi ASI saja untuk keduanya harus menemui kenyataan bahwa sebulan pertama mereka hanya naik 500 gram, di bawah kenaikan berat minimal. Aku benar-benar disadarkan oleh Allah bahwa aku selama menyusui anak pertama telah sombong, aku selalu membanggakan anakku yang tumbuh gemuk dan montok dengan hanya meneguk ASI-ku saja.

Menyusui dua bayi sekaligus memang tak semudah menyusui satu bayi saja, tapi dengan mental baja aku tetep bersikeras untuk memberikan ASI eksklusif pada keduanya. Alhamdulillah bulan berikutnya keduanya naik dengan signifikan, bahkan naik di atas KBM.



Meski begitu tetap saja keduanya tidak bisa semontok kakaknya yang berat lahirnya saja sudah besar. Aku pun sempat terbawa perasaan, minder pada ASI-ku sendiri. Namun suami dan juga ibuku selalu menguatkanku. Alhamdulillah aku pun semakin percaya diri selama berat badan keduanya masih dalam kurva normal.

Kini aku mengerti mengapa Allah memberikan berat badan yang kecil pada si kembar. Agar jika mereka meminta gendong bersama aku masih kuat mengangkat keduanya bersamaan. Tak terbayang jika berat badan mereka seperti kakaknya. Alhamdulillah, selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-4

Rabu, 08 Mei 2019

Suami yang Pergi Mendahului

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu pula dengan pasangan suami istri, suatu saat juga pasti akan terpisah. Ada pernikahan yang berumur panjang, ada juga pernikahan yang berumur sebentar.



Seorang istri yang tiba-tiba ditinggal suaminya meninggal dunia tentu merasakan shock, apalagi jika pernikahan baru sebentar. Begitu pula yang pernah dialami ibuku. Di tahun kelima pernikahan ibu dan bapak baru dikarunia anak, aku sendiri. Namun tak lama setelahnya, saat aku masih 11 bulan, bapakku diambil oleh-Nya, Pemilik semua nyawa.

Aku yang masih bayi harus merasakan menjadi seorang anak yatim yang dibesarkan oleh orang tua tunggal. Ah, entahlah bagaimana ketegaran ibuku, menjadi janda di usia yang masih muda, 25 tahun.

Kejadian seperti ibuku ternyata juga banyak terjadi di sekitarku, ada yang masih bayi 9 bulan ditinggal ayahnya, ada pula yang masih anak-anak. Beberapa waktu lalu ada seorang istri dengan 2 anak balita ditinggal suaminya setelah 2,5 tahun pernikahan. Ah, lagi-lagi aku tak pernah terbayang jika itu terjadi padaku, meski dari sekarang suami selalu menyiapkanku agar ketika dia tiada aku tetap bisa mencari nafkah untuk anak-anak. Ah, aku paling benci kalau dia sudah membahas hal itu. Namun umur manusia memang tidak ada yang tahu.

Aku salut dengan wanita-wanita tegar yang tetap bisa bangkit setelah suaminya tiada, bahkan ada yang sudah berencana tidak menikah lagi meski umurnya masih muda. Aku pun tak terbayangkan jika harus menikah lagi dengan lelaki lain yang kupikir tidak akan lebih baik dari suamiku dalam memperlakukanku. Aku juga ingin di surga bersamanya, bukan dengan yang lain. Ah, tapi bukankah Allah yang menggenggam semua rencana?

Semoga aku dan suamiku bisa menua berdua hingga ke surga.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-3

Selasa, 07 Mei 2019

Bayi yang Meninggal

Kematian memang bukan hanya milik yang sudah tua saja, tapi kematian juga bisa mendatangi para bayi yang baru melihat dunia bahkan janin yang masih bergelung di rahim damai. Tak jarang kematian merenggut balita maupun anak-anak. Sungguh ujian bagi orang-orang pilihan, tak semua orang mampu bersabar atas ujian diambilnya nikmat anak.

Aku sendiri belum pernah mengalami keguguran ataupun anak meninggal saat belum baligh, tapi di sekitarku begitu banyak orang mengalami dan menjalaninya dengan sabar dan tabah. Masyaallah. Akankah aku yang berada di posisi yang sama bisa bersabar melalui ujian?



Ada ibu yang telah lama menanti keturunan ternyata di kehamilan pertamanya justru mengalami keguguran atau bahkan kematian di usia kandungan yang cukup matang. Ada juga ibu yang diuji dengan diambilnya penyejuk mata saat anak sedang bertumbuh semakin menggemaskan.

Hal itu juga yang baru saja terjadi di sekitarku, seorang ibu yang sudah bertahun menanti buah hati ternyata mendapati bayinya telah meninggal di kandungan saat bayi sudah siap dilahirkan. Ujiannya pun ditambah dengan tetangga dekat rumahnya yang juga melahirkan anak ketiga dengan sehat selamat. Ah, tak terbayang bagaimana rasanya jika aku yang mengalaminya, mungkinkah aku bisa bersabar? Atau aku justru akan terserang postpartum depression?

Bu, insyaallah anakmu telah menantimu di surga-Nya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang ditinggal mati tiga anaknya yang belum baligh, maka anak itu akan menjadi hijab (tameng) baginya dari neraka, atau dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari – bab 91)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-2

Senin, 06 Mei 2019

Rejeki Anak

Bismillah, di hari pertama ini saya ingin memetik hikmah tentang rejeki anak. Rejeki yang teramat sensitif tapi banyak orang masih lalai untuk menjaga adab. Banyak orang dengan entengnya menanyakan pada pasangan yang belum diberi rejeki tanpa mempedulikan bagaimana perasaan pasangan tersebut.

“Sudah isi belum?” Pertanyaan yang begitu menghujam di awal-awal pernikahan saya dulu, apalagi saya tidak langsung hamil seperti pasangan 'beruntung' yang lain. Bahkan di usia pernikahan yang baru tiga bulan, ada mulut yang dengan entengnya mengatakan diri saya 'susah hamil'. Oh, teganya.

Namun alhamdulilah tak lama garis dua itu pun muncul di pagi hari yang teramat membahagiakan bagi kami. Ya, saya mulai hamil di saat usia pernikahan menginjak bulan keempat. Bersyukur ternyata saya tidak diminta Allah menunggu seperti ibu saya sendiri yang baru memiliki keturunan di tahun kelima pernikahan.



Hingga kini saya pun teramat bersyukur akan nikmat ini. Betapa banyak pasangan di luar sana yang diuji dengan tidak kunjung memiliki keturunan di usia pernikahan yang menginjak puluhan tahun, lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang mau kau dustakan? Walau diri ini sendiri masih sering sekali kufur dengan nikmat yang satu ini, diri ini belum pandai menjaga titipan ini dengan baik.

Maka saudaraku, tahanlah lisan untuk berkata yang menggoreskan luka. Betapa banyak pasangan yang berikhtiar mendapat keturunan tapi tak kunjung mendapatkannya. Karena apa pun tanpa kehendak-Nya tak akan pernah menjadi nyata.

"Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya." (HR Tirmidzi, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-1