Sabtu, 06 Januari 2018

Melatih Kecerdasan (2)

Proyek yang saya pilih di hari kedua mengasah kecerdasan bersama Fara adalah membaca buku Shirah Nabi. Hal ini hampir tiap hari kami lakukan bersama dengan Ayah, Jundi, dan Fasya. Walau tidak setiap hari buku yang kami pilih untuk dibaca bersama adalah Shirah Nabi. Semua menyesuaikan keinginan anak-anak, yang penting mereka cinta dulu pada aktivitas membaca, meski sering juga saat membaca 1 halaman belum usai sudah minta pindah ke halaman lain, belum lagi cerita yang loncat-loncat, dan ketika tiap anak minta dibacakan buku sendiri-sendiri.

Aktivitas ini mengasah kecerdasan intelektual linguistik sekaligus kecerdasan spiritual. Karena orang-orang dengan kecerdasan linguistik suka membaca apapun dan pintar mengungkapkan pikirannya melalui kata-kata. Indikator dari aktivitas ini adalah mengasah rasa ingin tahu anak, semakin biasa dibacakan buku maka anak semakin sering ingin dibacakan buku (tinggal ibunya yang mesti telaten dan memberi contoh 😁).

Sedangkan kecerdasan spiritualnya berindikasi pada pengenalan Rasulullah saw sebagai utusan Allah yang mana kisah beliau adalah teladan terbaik untuk dicontoh.

#tantangan_hari_ke2
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Jumat, 05 Januari 2018

Melatih kecerdasan (1)

Di game level 3 ini tantangannya adalah membuat sebuah proyek yang tujuannya adalah melatih kecerdasan saya dan salah satu anggota keluarga. Kali ini saya memilih Fara sebagai obyek karena di level sebelumnya sudah menggunakan Jundi.

Secara teori kecerdasan sendiri dibagi menjadi 4 macam jenis kecerdasan, ada kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan menghadapi tantangan. Semua penting, namun bagi keluarga kami yang utama adalah melatih kecerdasan spiritual.

Kalau tugasnya membuat proyek, bagi saya tiap hari saya sudah berproyek melatih kecerdasan anak-anak saya, bedanya di tugas kali ini saya harus lebih bisa memanfaatkan kecerdasan saya untuk menarasikan apa yang saya ajarkan dan tujuan apa yang bisa dicapai dari proses tersebut.

Hari pertama ini saya ingin bercerita tentang Fara dengan kegiatan di rumah yang melatih kecerdasan spiritualnya. Setiap anak dilahirkan dengan bekal fitrah keimanan. Pada tahun 1977, seorang ahli syaraf, V.S. Ramachandran bersama dengan timnya dari California University, menemukan keberadaan God Spot dalam jaringan otak manusia dan ini adalah pusat spiritual (spiritual center) yang terletak di antara jaringan syaraf dan otak.

Saat ini, tiap maghrib adalah waktu yang selalu saya manfaatkan untuk mengajak anak-anak semua sholat bersama, terkadang Jundi ikut ayahnya jamaah di masjid, dan saya dengan si kembar sholat bersama di rumah. Walau usianya baru 26 bulan, tapi alhamdulillah dia sudah bisa menirukan gerakan sholat (belum sempurna). Terutama untuk gerakan sujud, bagi saya sujud adalah gerakan penghambaan yang paling menghamba. Dengan bekal 1 mukena yang gak ganti-ganti (belum saya belikan lagi, masing-masing baru punya 1), ketika saya sholat Fara dan Fasya juga ikut mengenakan mukena. Meski kadang bermain dengan kembarannya atau bahkan menaiki kepala saya ketika sujud, namun Fara sudah mulai mengerti bagaimana cara berdo'a kepada penciptanya. Dia sudah bisa jelas melafalkan 'Allahu akbar' ketika sholat dan ketika ada kejadian lain. Alhamdulillah.

#tantangan_hari_ke1
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Senin, 11 Desember 2017

Writing therapy with teh Imon

Alhamdulillah kemarin diberi kesempatan berjumpa dengan teh Imon atau Maimon Herawati yang saya ngefans terhadap tulisan beliau gara-gara baca novel Rahasia Dua Hati yang bikin saya baper. Dari dhuhur sampai isya' alhamdulillah dapat ilmu yang masyaallah daging semua, ya ilmu kepenulisan, ya ilmu akhirat.

Beliau sendiri adalah aktivis pejuang kemerdekaan Palestina, masyaallah, saya dibuat gemetar saat beliau bercerita tentang Palestina. Kemana-mana beliau membawa slayer Palestina, menunjukkan betapa beliau sangat cinta terhadap Palestina, al-Aqsho, kiblat pertama orang Muslim.

Dari dhuhur sampai ashar, beliau mengisi acara untuk umum dengan tema writing therapy berkolaborasi dengan mbak Wulan yang praktisi SEFT. Menjadikan menulis sebagai terapi terhadap diri sendiri, salah satunya dengan menuliskan masalah dalam hidup. Kalaupun kita sedih menuliskan itu, tapi akan ada orang yang membacanya dan tidak mengalami kejadian yang sama dengan yang kita alami. Menuliskannya bisa dalam bentuk cerpen ataupun novel, yang kita sendiri bisa menentukan akhir cerita.

Selesai acara umum, saya berkesempatan makan bareng secara pribadi di ayam goreng nelongso (salah satu sponsor acara) yang dekat dengan togamas. Kemarin makan berlima saja dengan teh Imon, sosoknya begitu rendah hati tapi sangat kritis terhadap segala sesuatu. Beberapa teman sudah menitipkan buku tulisannya untuk beliau kritisi.

Lanjut muscab pemilihan ketua alhamdulillah akhirnya terpilih Gunung sebagai ketua FLP Malang periode 2017-2019. Setelah selesai, teh Imon meminta kami kumpul sebentar untuk bedah karya yang sebelumnya sudah minta dibedah.

Begitu banyak kesalahan yang tertangkap oleh teh Imon, bahkan untuk tulisan-tulisan best seller beliau sangat jeli menangkap kesalahan. Kalau dari tulisan teman-teman yang paling banyak adalah kesalahan 'tell', bukan 'show'. Jadi tulisan yang baik itu sebaiknya 'show' bukan 'tell', terutama untuk fiksi. Bagaimana kita bisa menggambarkan suasana dengan baik tanpa menyebutkan apa suasana tersebut, jadi pembaca bisa benar-benar merasakan apa yang dimaksud penulis.

Terkait setting tempat dan kejadian, beliau sangat detail dan teliti, bahkan untuk tulisan beliau yang berjudul Pingkan, dengan setting Australia (beliau belum pernah kesana), tapi beliau riset dengan detail sampai nama-nama jalan disana, letak bangunan dll benar adanya. Jadi orang-orang yang kesana akan dibuat membayangkan cerita Pingkan benar-benar real. Bahkan untuk Pingkan yang kuliah jurusan Fisika, beliau benar-benar riset makul nya apa saja, bahkan nama-nama dosen di universitas dan jurusan tersebut, masyaAllah. Apalagi sekarang sudah ada google earth yang bisa melihat kondisi suatu tempat dengan detail, jadi beliau pun mempelajarinya demi setting yang benar-benar nyata.

Dan terakhir, pesan beliau adalah, yang terpenting bukan seberapa banyak royaltimu dari menulis, tapi seberapa bermanfaat tulisanmu bagi yang membaca, sudah berapa orang yang tercerahkan menuju kebaikan dengan tulisanmu. Setiap apa yang kita tulis harus memiliki pesan yang positif, karena kelak semua akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Ah, saya benar-benar tersentil dengan ini.

Terima kasih atas segala ilmunya teh Imon, jazakillah khoir. 

Agie Botianovi
11 Desember 2017

Minggu, 10 Desember 2017

Melatih Kemandirian (10)

Masih bab beberes yang luas sekali wilayahnya. Salah satunya adalah membereskan baju-baju yang akan dibawa untuk perjalanan. Kali ini saya melibatkan Jundi dengan meminta dia menyiapkan sendiri baju yang akan dia bawa. Dia dengan sigap memilih bajunya yang dia ingin pakai sambil saya bantu mengambil agar tidak berantakan.

Namun ternyata kemandirian ini membuat saya lalai, saya lalai menyiapkan celana yang dibawa untuk Jundi. Dan itu baru saya sadari saat sudah di tempat tujuan. Astagfirullah maafkan bunda nak, lain kali memang harus ada ceklis. Apalagi bunda tipe sanguin yang cenderung berantakan. No no no, jangan sampai terulang lagi.

#Harike10
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Melatih Kemandirian (9)

Masih dalam tema beberes, kali ini agak nyerempet ke seni beberesnya mbak Marie Kondo (biar keliatan akrab gitu panggil mbak :p). Saya pribadi belum belajar dengan baik bagaimana seni beberes konmari, yang saya tau cuma bagian buang-buang benda yang sudah gak berguna aja (biar rumah gak kayak tempat rongsokan kali ya :D). Walau yang sekilas pernah saya baca metode konmari ini lebih ke 'spark of joy' dari tiap benda (nah ini belum belajar ilmunya).

Berhubung mau nyortir baju-baju untuk disumbangkan ke korban bencana, jadilah sekalian saya melibatkan Jundi pilah pilih mana baju dia yang sudah tidak muat (baru di tahap ini, belum sampai spark of joy :D). Beberapa kali saya tanya ke dia, "Baju ini dikasihkan ya, coba, sudah gak muat kan?"
"Iya bunda, sudah kekecilan ini."
"Jaket ini juga ya?" saya memperlihatkan jaket yang sudah agak kekecilan.
"Nggak, ini lo masih cukup" (tau deh nak jaket kesayangan).
"oke, lalu mana lagi?" saya ajak dia kembali melihat isi almarinya.

Dan bertemulah beberapa baju yang tereliminasi dari lemari, percayalah Jundi, sesuatu itu dikeluarkan isinya untuk diisi dengan yang baru lagi :p.

Lalu saya pun melanjutkan menyortir baju adiknya untuk disumbangkan, sedang baju Jundi sendiri mau saya bawa ke Pasuruan karena ada sepupu Jundi yang usianya di bawah Jundi, jadi bisa terpakai lagi :) .

#Harike9
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Melatih Kemandirian (8)

Nyatanya kemandirian itu ternyata tak hanya dilatih tapi juga dicontohkan. Seperti Jundi yang sedang saya observasi untuk kemandiriannya dalam berberes.

Saat tidak sengaja dia menumpahkan air dari gelas yang dia ambil sendiri dari dispenser, tiba-tiba tanpa saya minta dia berinisiatif mencari kain pel untuk membersihkan. Dan saya terharu melihatnya, masyaAllah, good job boy!

#Harike8
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian