Jumat, 10 Mei 2019

Memiliki Anak Kembar

Dulu saat aku pertama kali tahu sedang hamil kembar, timbul pertanyaan dalam hatiku, 'Mengapa aku? Bisakah aku?'

Ada sedikit rasa ragu, mampukah aku mengemban amanah ini? Bahkan saat itu rasa tegang dan masih belum yakin dengan hasil USG menguasaiku. Seketika saat layar menunjukkan gerakan 2 janin di dalam rahimku, keringat dingin menyusup deras di telapak tanganku, ditambah detak jantung yang tiba-tiba bermain kejar-kejaran. Benarkah ini nyata?

Aku yang masih belum punya ilmu tentang anak kembar saat itu langsung berpikir tentang ribetnya dan segala sesuatu yang menyertainya. Mampukah aku? Rasa tak percaya diri muncul ke permukaan diiringi dengan euforia bahwa diri ini diamanahi sesuatu yang jarang, tak semua ibu bisa merasakan hamil kembar. Kembar yang bagi banyak orang begitu istimewa, tapi bagiku amat menegangkan saat membayangkannya.

Ah, dan ternyata semua itu nyata bukan halusinasiku belaka, aku pun menjalani kehamilan dengan ikhlas dan bahagia. Aku menghibur diri bahwa aku wanita istimewa, meski beratnya kehamilan kembar tak jarang membuatku menangis menahan sakit tiap malam.



Alhamdulillah semua itu terlewati, kini anak kembarku sudah berusia 3,5 tahun, masa-masa kritis hamil, melahirkan, serta menyusui keduanya telah usai kulewati. Kini saatnya berjibaku untuk mendidik keduanya menjadi wanita sholihah.

Akan selalu ada hikmah dari segala sesuatu yang telah digariskan-Nya. Hikmah memiliki anak kembar adalah, capeknya sekali jalan, hehe.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-5

Kamis, 09 Mei 2019

Berat Badan Lahir Rendah

Anak kembarku terlahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), 2,5 kg dan 2,3 kg. Perjuangan menyusui secara eksklusif keduanya pun penuh dengan tangis. Aku yang bersikeras hanya memberi ASI saja untuk keduanya harus menemui kenyataan bahwa sebulan pertama mereka hanya naik 500 gram, di bawah kenaikan berat minimal. Aku benar-benar disadarkan oleh Allah bahwa aku selama menyusui anak pertama telah sombong, aku selalu membanggakan anakku yang tumbuh gemuk dan montok dengan hanya meneguk ASI-ku saja.

Menyusui dua bayi sekaligus memang tak semudah menyusui satu bayi saja, tapi dengan mental baja aku tetep bersikeras untuk memberikan ASI eksklusif pada keduanya. Alhamdulillah bulan berikutnya keduanya naik dengan signifikan, bahkan naik di atas KBM.



Meski begitu tetap saja keduanya tidak bisa semontok kakaknya yang berat lahirnya saja sudah besar. Aku pun sempat terbawa perasaan, minder pada ASI-ku sendiri. Namun suami dan juga ibuku selalu menguatkanku. Alhamdulillah aku pun semakin percaya diri selama berat badan keduanya masih dalam kurva normal.

Kini aku mengerti mengapa Allah memberikan berat badan yang kecil pada si kembar. Agar jika mereka meminta gendong bersama aku masih kuat mengangkat keduanya bersamaan. Tak terbayang jika berat badan mereka seperti kakaknya. Alhamdulillah, selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-4

Rabu, 08 Mei 2019

Suami yang Pergi Mendahului

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu pula dengan pasangan suami istri, suatu saat juga pasti akan terpisah. Ada pernikahan yang berumur panjang, ada juga pernikahan yang berumur sebentar.



Seorang istri yang tiba-tiba ditinggal suaminya meninggal dunia tentu merasakan shock, apalagi jika pernikahan baru sebentar. Begitu pula yang pernah dialami ibuku. Di tahun kelima pernikahan ibu dan bapak baru dikarunia anak, aku sendiri. Namun tak lama setelahnya, saat aku masih 11 bulan, bapakku diambil oleh-Nya, Pemilik semua nyawa.

Aku yang masih bayi harus merasakan menjadi seorang anak yatim yang dibesarkan oleh orang tua tunggal. Ah, entahlah bagaimana ketegaran ibuku, menjadi janda di usia yang masih muda, 25 tahun.

Kejadian seperti ibuku ternyata juga banyak terjadi di sekitarku, ada yang masih bayi 9 bulan ditinggal ayahnya, ada pula yang masih anak-anak. Beberapa waktu lalu ada seorang istri dengan 2 anak balita ditinggal suaminya setelah 2,5 tahun pernikahan. Ah, lagi-lagi aku tak pernah terbayang jika itu terjadi padaku, meski dari sekarang suami selalu menyiapkanku agar ketika dia tiada aku tetap bisa mencari nafkah untuk anak-anak. Ah, aku paling benci kalau dia sudah membahas hal itu. Namun umur manusia memang tidak ada yang tahu.

Aku salut dengan wanita-wanita tegar yang tetap bisa bangkit setelah suaminya tiada, bahkan ada yang sudah berencana tidak menikah lagi meski umurnya masih muda. Aku pun tak terbayangkan jika harus menikah lagi dengan lelaki lain yang kupikir tidak akan lebih baik dari suamiku dalam memperlakukanku. Aku juga ingin di surga bersamanya, bukan dengan yang lain. Ah, tapi bukankah Allah yang menggenggam semua rencana?

Semoga aku dan suamiku bisa menua berdua hingga ke surga.

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-3

Selasa, 07 Mei 2019

Bayi yang Meninggal

Kematian memang bukan hanya milik yang sudah tua saja, tapi kematian juga bisa mendatangi para bayi yang baru melihat dunia bahkan janin yang masih bergelung di rahim damai. Tak jarang kematian merenggut balita maupun anak-anak. Sungguh ujian bagi orang-orang pilihan, tak semua orang mampu bersabar atas ujian diambilnya nikmat anak.

Aku sendiri belum pernah mengalami keguguran ataupun anak meninggal saat belum baligh, tapi di sekitarku begitu banyak orang mengalami dan menjalaninya dengan sabar dan tabah. Masyaallah. Akankah aku yang berada di posisi yang sama bisa bersabar melalui ujian?



Ada ibu yang telah lama menanti keturunan ternyata di kehamilan pertamanya justru mengalami keguguran atau bahkan kematian di usia kandungan yang cukup matang. Ada juga ibu yang diuji dengan diambilnya penyejuk mata saat anak sedang bertumbuh semakin menggemaskan.

Hal itu juga yang baru saja terjadi di sekitarku, seorang ibu yang sudah bertahun menanti buah hati ternyata mendapati bayinya telah meninggal di kandungan saat bayi sudah siap dilahirkan. Ujiannya pun ditambah dengan tetangga dekat rumahnya yang juga melahirkan anak ketiga dengan sehat selamat. Ah, tak terbayang bagaimana rasanya jika aku yang mengalaminya, mungkinkah aku bisa bersabar? Atau aku justru akan terserang postpartum depression?

Bu, insyaallah anakmu telah menantimu di surga-Nya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang ditinggal mati tiga anaknya yang belum baligh, maka anak itu akan menjadi hijab (tameng) baginya dari neraka, atau dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari – bab 91)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-2

Senin, 06 Mei 2019

Rejeki Anak

Bismillah, di hari pertama ini saya ingin memetik hikmah tentang rejeki anak. Rejeki yang teramat sensitif tapi banyak orang masih lalai untuk menjaga adab. Banyak orang dengan entengnya menanyakan pada pasangan yang belum diberi rejeki tanpa mempedulikan bagaimana perasaan pasangan tersebut.

“Sudah isi belum?” Pertanyaan yang begitu menghujam di awal-awal pernikahan saya dulu, apalagi saya tidak langsung hamil seperti pasangan 'beruntung' yang lain. Bahkan di usia pernikahan yang baru tiga bulan, ada mulut yang dengan entengnya mengatakan diri saya 'susah hamil'. Oh, teganya.

Namun alhamdulilah tak lama garis dua itu pun muncul di pagi hari yang teramat membahagiakan bagi kami. Ya, saya mulai hamil di saat usia pernikahan menginjak bulan keempat. Bersyukur ternyata saya tidak diminta Allah menunggu seperti ibu saya sendiri yang baru memiliki keturunan di tahun kelima pernikahan.



Hingga kini saya pun teramat bersyukur akan nikmat ini. Betapa banyak pasangan di luar sana yang diuji dengan tidak kunjung memiliki keturunan di usia pernikahan yang menginjak puluhan tahun, lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang mau kau dustakan? Walau diri ini sendiri masih sering sekali kufur dengan nikmat yang satu ini, diri ini belum pandai menjaga titipan ini dengan baik.

Maka saudaraku, tahanlah lisan untuk berkata yang menggoreskan luka. Betapa banyak pasangan yang berikhtiar mendapat keturunan tapi tak kunjung mendapatkannya. Karena apa pun tanpa kehendak-Nya tak akan pernah menjadi nyata.

"Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya." (HR Tirmidzi, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu)

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-1

Senin, 15 Oktober 2018

Susur Sungai Martapura

Sebenarnya ini bukanlah pertama kalinya saya susur sungai Martapura, sekitar tahun 2010 saya sudah pernah susur sungai Martapura namun dengan tujuan Pulau Kembang. Untuk kali ini susur sungainya dari Soto Banjar Bang Ahmad ke pasar terapung Lok Baintan.

Pasar terapung Lok Baintan adalah pasar terapung asli yang ada sejak jaman dahulu. Saat ini mulai banyak bermunculan juga pasar terapung buatan meniru pasar terapung yang asli. Bahkan tidak hanya di Banjar, namun di kota lain juga saya dengar mulai bermunculan.

Perjalanan dimulai sejak pagi sekitar pukul 6 wita dari rumah saudara saya di Sultan Adam agar saat sampai pasarnya masih ada, katanya kalau kesiangan pasarnya bakal sudah bubar. Sampai Soto Banjar Bang Ahmad saya tidak memperhatikan sudah jam berapa, yang jelas kami langsung menyewa perahu motor untuk diantar ke Lok Baintan (eh maaf yang nyewa saudara saya ๐Ÿ˜…).

Di perjalanan saya hanya bisa sedikit sekali mengabadikan gambar dengan HP, karena malam sebelumnya suami yang saya mintai tolong untuk mencharge HP saya ternyata memasangnya kurang tepat sehingga sama sekali tidak mengisi, jadi baterai saya saat itu sudah di ambang batas akan habis. Jadilah saya lebih banyak merekam dengan mata saya dan lebih menikmati pemandangan alam serta budaya yang begitu menarik untuk disimpan.

Di sepanjang perjalanan banyak rumah penduduk berjajar di tepi sungai, rumah mereka adalah rumah panggung yang langsung dibangun di atas sungai. Berbagai aktivitas terlihat dari perahu yang saya naiki, mulai dari mandi di tepi rumah langsung mengambil dari air sungai, anak-anak bermain, hingga ibu-ibu yang sedang mencuci baju. Mereka menggunakan ember yang diberi tali panjang sehingga bisa digunakan mengambil air sungai dari rumahnya yang lebih tinggi. Kupikir pasti setiap orang sungai pintar berenang.

Hal lain yang menarik, karena sungai merupakan jalur transportasi, maka di tepian sungai banyak rambu-rambu lalu lintas seperti halnya di jalan raya (ah lagi-lagi gak ada fotonya, gak seru, hiks). Selain itu menurut saudara saya dulu masih ada transportasi umum jalur sungai, namun sekarang sudah tidak ada lagi, karena kebanyakan rumah juga sudah memiliki perahu sendiri.

Hal unik lainnya ada juga toko kelontong di rumah yang menghadap sungai, jadi kalau mau beli ya pakai perahu lalu berhenti di depan tokonya untuk bertransaksi.

Dan tak terasa sampailah di pasar terapung Lok Baintan, tahukah apa yang terjadi? Perahu motor yang kami naiki langsung diserbu oleh perahu-perahu para pedagang pasar. Mereka mengerubungi kami hingga saya sendiri bingung mesti menanggapi penjual yang mana. Semua saling bersahutan menawarkan dagangannya, dan saya pun jauh-jauh ke sana malah beli jeruk dari salah seorang penjual ๐Ÿ˜…. Bukan khas sana ya.

Tak lama kemudian ada ponakan yang naik ke perahu salah seorang penjual untuk merasakan sensasi naik perahu, tak ketinggalan saya pun ditawari salah seorang penjual. Dan yak, sekali saya keluar dari perahu motor menuju perahu kayu rasanya jantung saya berdetak lebih kencang (mana gak bisa berenang). Perahu sedikit oleng saat saya mulai mencari posisi untuk duduk.

"Tenang Mbak harus tenang," begitu kata penjual. Sepertinya dia juga khawatir misal harus ikut tercebur gara-gara ulah saya.

'Oke tenang, tenang,' kata saya dalam hati sambil menarik nafas panjang lalu duduk menikmati sensasinya.



Total 4 orang termasuk saya yang ikut naik ke perahu penjual, ikut jualan gitu, haha. Kami diajak keliling namun masih di sekitar perahu motor, tidak terlalu jauh. Setelah berfoto dan cukup jenak akhirnya waktunya kami harus balik ke perahu motor. Eh ternyata konsekuensinya kami harus beli salah satu dari barang yang dijual pedagang, dan saya akhirnya beli jeruk lagi, wkwkwk. Jadilah ke malang bawa satu tas jeruk penuh ๐Ÿ˜….

Waktu saya cerita ke salah satu teman yang tinggal di Banjar juga, ternyata gak semua temennya kalau pas diajak ke sana berani naik perahu kayu lho, berarti aku termasuk nekat kali ya, wkwkwk.

Semoga diberi kesempatan mentadaburi bumi Allah yang lain lagi, aamiin.

Agie Botianovi
15 Oktober 2018