Minggu, 02 November 2014

RESEP POFFERTJES

Poffertjes, namanya memang terdengar keren, bahasa Belanda. Poffer artinya pancake, tje artinya mini/kecil. Jadi poffertjes adalah pancake yang berukuran mini. Dari browsing-browsing sih taunya kue ini kue tradisional khas Belanda.
Awalnya gak pernah tau dengan poffertjes,baik bentuk, cara membuat, dan yang lain. Tapi, gegara tiba-tiba melihat ada cetakan unyu-unyu mungil punya Ibu (yang dulu buat nyetak telur mini) langsung deh capcus browsing nih resep dan langsung eksekusi.
Contoh gambar cetakan poffertjes, 

Bahan-bahan :
200 gr tepung terigu
1 sdt ragi instan
25 gr gula pasir
1/4 sdt garam
2 butir telur
300 ml susu
30 gr margarin

Cara membuat :
1. Campur terigu, ragi, gula,garam di wadah. Di tempat lain kocok susu dan telur hingga tercampur merata.
2. Campur semua bahan tersebut dan diaduk hingga merata. Diamkan sekitar 20 menit agar mengembang.
3. Masukkan margarin yang telah dilelehkan ke dalam adonan.
4. Cetak menggunakan cetakan di atas api kecil.
Tingkat kesulitan yang perlu diperhatikan dalam membuat poffertjes ini adalah cara mencetak. Dari yang sudah saya baca ada 2 cara mencetak poffertjes.
a. Cara pertama, tuang adonan di semua lubang hingga penuh, kemudian ketika sudah berkulit tapi adonan masih cair adonan dibalik sehingga membentuk bola. Lalu tinggal menunggu matang.
b. Cara kedua, tuang adonan di setengah jumlah lubang cetakan, hingga hampir matang baru tuang lagi di lubang-lubang yang masih kosong. Kemudian, bagian yang sudah matang ditaruh di atas bagian yang masih belum matang,sehingga membentuk bola.
Kalau saya kemarin memakai cara yang pertama,tapi hasilnya memang lebih tipis ketimbang cara kedua (kemarin juga coba nyetak dengan cara kedua tapi cuma sekali cetak). Tergantung selera saja :).
Poffertjes ini bisa dibuat dengan memakai isian atau tidak tapi memang rasanya yang tidak terlalu manis sehingga membutuhkan toping sebagai teman. Kebanyakan pake gula halus pas menyajikannya, tapi semua kembali ke selera :).
Semoga yang mau mencoba sukses ya :)

Bunda Jundi, 2 November 2014
Baru sempet menuliskan padahal eksekusi sudah beberapa hari yang lalu :D

Jumat, 17 Oktober 2014

Resep kue lumpur labu kuning a.k.a waluh

Sebenarnya resep hasil googling sih,tapi juga dapat masukkan dari ibu dan tetangga jadinya ada langkah yang diganti atau bahan yang diganti. Yang jelas gampang banget kok. Langsung aja ya lumpur waluh versiku.

Bahan :
- 500 gr terigu
- 1 kg waluh yang sudah dikukus dan dihaluskan
- 500 gr gula pasir
- 1 sdt garam
- 1 lt santan (berdasarkan tetangga yang suka bikin kue,untuk lumpur pake santan instan lebih baik. Kalau mau yang buat sendiri 1 butir kelapa jadi 1 liter ya)
- 200 gr mentega dicairkan
- 5 kuning telur
- 4 putih telur

Cara memasak :
- kocok telur dan gula sampai mengembang
- masukkan garam, aduk rata. Bisa juga ditambah vanili (saya gak pake tapi tetep enak)
- masukkan waluh,aduk rata,lalu trigu sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai rata
- masukkan santan sampai kira2 pas kekentalannya
- masukkan mentega cair, aduk rata, cetak

1 resep bisa jadi 40-50 buah

Selamat mencoba ;)

Alhamdulillah tadi buat setengah resep jadi 23 biji,sekarang tinggal 4 biji aja : D

Sabtu, 27 September 2014

TERIMA KASIH TELAH MENJADI SUAMIKU

Dan aku menangis, tersedu di hadapan 4 pasang mata.

"Maka laki-laki yang benar-benar paham tentu akan berhati-hati memilih wanita sebagai istrinya" begitulah kira-kira Murrobiku berujar. Seketika aku ingin berujar, tapi tiba-tiba udara hilang dari tenggokanku, terasa tercekik. Dan air mataku meleleh tak tertahankan, menangis tersedu-sedu.

Aku teringat betapa suamiku pun sering berujar mengenai hal itu, bahwa aku kini adalah tanggung jawabnya, kesalahan apa yang aku lakukan adalah tanggung jawabnya. Ah, dia sungguh lelaki penyabar yang pernah aku temui. Ketika aku sering kali berbuat kesalahan dia selalu mengingatkan. Dan belum pernah selama 3 tahun lebih pernikahanku dengannya satu pukulan pun pernah melayang di tubuhku. Lalu apakah pantas jika aku menambah bebannya dengan membuat banyak kesalahan?

Dan karena kunci surgaku berada pada ridhonya, lalu apakah pantas aku berbuat sesuatu yang membuat raut mukanya kusam? Air mata itu terus menetes dan menetes, tak tertahankan. Ah, betapa maunya lelakiku ini dulu menikahiku dengan menanggung banyak dosaku.

Aku masih saja menangis, lalu sedikit tertawa melihat anehnya tingkahku. Bahkan temanku sudah ada yang ikut menangis melihat tingkah lakuku. Ah, sungguh aneh tingkahku.

Lalu kini pun aku teringat ketika akan berlangsungnya pernikahanku dulu, ada beberapa wanita yang bilang betapa beruntungnya aku. Ya, barangkali aku memang sangat beruntung menjadi istrinya, walau barangkali dia tak seberuntung aku mendapatkan istri sepertiku.

Pun Ibuku sering berujar kepadaku, "Suamimu sangat mencintaimu, apapun akan dilakukan untukmu". Lalu dikesempatan lain "Suamimu itu sangat sabar, betapa beruntungnya kamu". "Suamimu itu mengerti kondisi anak, anak ngantuk, dia juga langsung tanggap menidurkan".

Lalu apakah sering kau temui seorang suami pagi-pagi membuat kopi sendiri sambil mencuci piring kotor yang menggunung di dapur? Lalu membuatkan sarapan roti bakar pengganjal lapar untuk istrinya, hampir tiap hari. Dan aku dimintanya membuat kopi bisa dihitung dengan jari. Ah, sungguh lelaki penyabar yang mandiri.

Lalu apakah pernah kau temui seorang suami yang mau mengurusi urusan buang air anaknya? Barangkali kau akan berkata suamiku juga iya, tapi aku bilang ini istimewa, karena yang kutemui di sekitarku urusan buang air anak adalah urusan Ibu, bukan ayah.

Ah, betapa banyak dia meringankan pekerjaanku, seolah dialah bapak rumah tangganya, bukan aku. Dia juga bukan lelaki penuntut yang minta masak ini masak itu. Apa yang aku masakan selalu dia habiskan, tanpa banyak bicara. Walau aku juga menyadari bahwa masakan yang aku bisa itu-itu saja, tapi dia tak pernah meminta.

Oh, betapa betapa.

Bukankah sebaik-baik seorang suami adalah yang paling baik perilakunya kepada istri?

Aku mencintaimu karena Allah suamiku. Walau kau bukan lelaki romantis tapi bagiku akhlakmu menjadi hal paling romantis dalam hidupku.

Agie, istri dari Dayat

22 September 2014
9.59

Resep makaroni schotel kukus ala agie :D

Saya sebetulnya gak terlalu bisa masak. Yang sering dimasak cuma beberapa makanan saja yang memang simpel dan sudah dikuasai. Tapi terkadang pengen juga menghasilkan masakan-masakan yang (juga) simpel dan enak. Alhasil kadang buka-buka buku resep atau browsing. Tapi kembali lagi kalo saya 'jodoh' dengan resep itu,saya akan sering memasaknya tanpa buka-buka catatan lagi (kl jodoh bisa langsung hafal). Kalo gak jodoh ya jadinya cuma sekali dua kali aja masaknya. Untuk yang satu ini saya baru sekali eksekusi. Tapi alhamdulillah sukses,dan langsung hafal resepnya. :D
Bahan-bahan :
- 1 butir telur
- 100 ml susu (sekitar setengah gelas)
- 50 gr makaroni sayur (sekitar 2 genggam)
- wortel atau sayuran yang lain dipotong kecil-kecil
- garam, merica
- bawang merah putih diiris tipis
- 50 gr daging giling
- mentega
- minyak

Cara masak :
- rebus makaroni di dalam air  mendidih ditambah sedikit minyak agar tidak lengket sampai lunak dan tiriskan
- tumis bawang merah putih dengan mentega,masukkan sayur sampai layu dan daging sampai berubah warna, beri garam dan merica sesuai selera
- siapkan kukusan sambil kocok telur dan susu di dalam pinggan hingga benar-benar merata,lalu masukkan makaroni dan tumisan sebelumnya,aduk hingga rata lalu kukus hingga 30 menit

Resep ini jadi untuk 2 orang. Dimakan dengan saus lebih enak. Bisa juga ditambah keju di adonan sebelum dikukus buat yang suka. Selamat mencoba...

Untuk resep-resep simpel dengan cara dikukus memang banyak juga yg menggunakan paduan susu,telur,dan roti tawar. Beberapa yang saya bisa seperti puding roti tawar, nugget, rolade daging,dan mungkin masih banyak lagi, tinggal bagaimana kita bisa mengkreasikan sendiri.

Semoga bermanfaat...:)

Malang, 27 september 2014

Senin, 23 Desember 2013

Lelakiku

Bagiku menjadi istri dari lelaki seperti dia adalah anugerah yang dipersiapkan Allah untukku. Allah menjawab do'aku dengan begitu indah.
perkenalan kami memang tak lama, hanya sekitar 2 bulan saja. namun itu membuatku yakin menerima pinangannya. masih teringat, aku mulai kenal dia sejak bulan Ramadhan tahun 2010. kala itu ada acara FLP, bedah karya sekaligus buka bersama. tapi perkenalan kala itu hanya sekedar kenal. bisa jadi pertemuan berikutnya kita masih akan saling menanyakan, "nama kamu siapa?"
mungkin sebelum perkenalan kala itu kami juga sudah pernah bertemu dalam acara FLP yang lain. lagi-lagi hanya sekedar kenal. aku sendiri tak lagi ingat dengan jelas kapan tiba-tiba kami berdua mulai akrab. bisa jadi dalam pertemuan-pertemuan yang banyak, atau dalam diskusi-diskusi singkat di jejaring sosial. itu mungkin berlangsung sekitar bulan januari 2011.
semua ada begitu saja, tanpa kusangka tanggal 28 februari 2011 ada akhwat yang malam-malam menelponku. telpon itu awalnya berputar-putar, candaan dari sana kemari, lalu serius, kata akhwat itu dia ingin mengkhitbahku.
Semuapun berlangsung begitu saja, beberapa hari setelah hari itu dia datang ke rumahku, melamarku ke orang tuaku. Orang tuaku hari itu memutuskan bahwa dia harus menunggu hingga aku lulus kuliah. Dia pun dengan tegas berkata bahwa dia akan mencari wanita lain jika memang tidak diijinkan menikah sebelum bulan Ramadhan 2011. Itu sama sekali tidak menjadi soal, toh kami memang belum ada rasa apa pun.
Sejak saat itu aku semakin merajinkan istikharah, apabila dia memang jodohku maka mudahkanlah, hanya itu saja. Dan karena memang jodoh, dan Allah Maha Pembolak balik hati. Orang tuaku di awal maret itu pula langsung memutuskan pernikahan kami bulan juni, hanya sekitar 3 bulan dari saat dia pertama kali ke rumahku untuk melamarku.
Semua pun berjalan begitu saja, orang tuanya datang ke rumahku, dan orang tuaku datang ke rumahnya. Semua berlangsung di bulan maret, 3 bulan sebelum pernikahanku. Tiga bulan yang terasa amat lama bagiku kala itu. Menjaga hati selama 3 bulan itu butuh usaha ekstra. Apalagi kami harus banyak berinteraksi untuk mempersiapkan pernikahan. Benar-benar berat...
Pernikahanku berlangsung tanggal 9 juni 2011, tepat beberapa hari sebelum aku harus mengikuti ujian akhir semester. Berangkat kuliah dengan diantar pacar pun pertama kali kurasakan 2 hari setelah pernikahanku, ujian praktikum seingatku. Ah, saat itu benar-benar terasa berbeda. Dengannya semua serba pertama.
Setelah menikah, aku baru menyadari, bahwa dia memang jawaban keinginanku selama ini. Dari dulu aku ingin punya suami berlesung pipit :D. Benar-benar manis di saat tertawa. Hehehe.
Namun sungguh, lelakiku ini istimewa. Dia rela melepaskan karirnya demi aku, padahal pernikahanku baru 5 bulan berjalan. Dia yakin rejeki tidak akan tertukar. Kami pun berdua merintis usaha, benar-benar dari bawah dengan terseok-seok. Namun alhamdulillah setelah hampir 2 tahun kami bangun, bisnis ini justru menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat dari gaji suami dulu.
Saat aku hamil di saat masih kuliah dia juga bisa jadi lelaki yang siaga. Kalau kata Ibuku aku benar-benar beruntung mendapatkan suami seperti dia. Kala perutku semakin membesar dan semakin kesulitan untuk memakai kaos kaki, maka dia setiap kali aku akan keluar rumah dengan sabar memakaikannya. Bukannya aku kepedean membanggakan suamiku, tapi aku pikir tidak semua lelaki mau. Tapi dia mau karena dia juga ingin tetap menjaga auratku. :)
Saat aku baru melahirkan, aku masih harus menyelesaikan skripsi. Dan dia dengan rela di rumah sambil bekerja menunggu si kecil, mengerjakan semua sendiri. Karena ibuku tidak setiap hari bisa membantu menjaga Jundi. Walau terkadang dibantu ibuku tapi lebih sering dia mengatasi semua sendiri. Dan tetap saja kukatakan dia istimewa. Mungkin hanya dia dan segelintir ayah yang mau mengganti popok yang terkena BAB bayi. (beberapa curhatan ibu-ibu termasuk ibu saya sendiri suami mereka untuk urusan satu itu tidak mau turun tangan).
Mungkin semua terlihat begitu berlebihan, atau bisa jadi semua laki-laki memang seperti itu. tapi bukankah untuk menjaga cinta kita harus selalu melihat sisi baik dari pasangan?
malang,22 desember 2013
first time nulis pake hp baru yang dibelikan ayah ganteng beberapa hari yang lalu. Makasih ya :)

Rabu, 11 Desember 2013

Di saat Jundi sakit

Bagiku memiliki anak itu sama seperti belajar memaknai cinta. Cinta ibu pada anak yang tak terhingga. Cinta ini terasa begitu berbeda, rasa ingin selalu melindungi dan segalanya. Sungguh, rasa ini tidak akan dirasakan oleh orang yang belum pernah menjadi ibu. Bukannya aku tidak menghargai cinta-cinta wanita yang tidak dikaruniai anak, tapi sungguh, cinta ini benar-benar berbeda.

Suatu saat di kala aku masih hamil dulu, tertayanglah sebuah video tentang perkembangan sebuah janin hingga janin tersebut menjadi bayi yang dilahirkan. Aku menontonnya dengan suamiku, dan aku menangis tersedu-sedu, entahlah. Melihat perkembangan sebuah janin hingga menjadi bayi dengan ketidakberdayaannya membuat hati ini terenyuh, bagaimana dengan Jundi? Rasanya diri ini tak rela mengeluarkannya dari rahimku. Bagaimana aku tega membiarkan belahan jiwaku berjuang sendiri untuk sebuah kehidupan?

Tapi begitulah hidup, hidup ini memang perjuangan yang sulit, bahkan untuk bayi yang baru terlahir. Di dalam rahim bayi tak perlu khawatir akan kekurangan segala sesuatu, semua akan terpenuhi melalui sebuah plasenta yang membawa gizi-gizi yang diperlukan untuk bertumbuh. Tapi saat bayi terlahir, semua sistematika itu otomatis berubah, menjadi sebuah perjuangan untuk memperoleh sebuah nutrisi yang diperlukan tubuhnya.

Bahkan mulai sejak bayi pertama menghirup udara dunia bayi sudah diajarkan  bagaimanakah arti sebuah perjuangan. Tahukah? Menyusu pada ibu adalah sebuah perjuangan yang berat. Yang sudah pernah memiliki anak pasti tahu hal itu. Bagaimanakah susahnya mengulum sebuah puting yang rasa-rasanya posisinya susah sekali untuk pas. Mencari dan terus mencari. Maka untuk orang tua yang menyerah akan memberikan pada bayinya susu formula, begitu praktis tanpa perjuangan yang terlampau sulit. Padahal secara tidak langsung susu formula mengajarkan pada bayi, 'tanpa perjuangan kamu tetap bisa mendapatkan apa yang kamu butuhkan'.

Buat yang sudah sedikit banyak belajar tentang ASI tentu sudah tahu bagaimanakah perbedaan mekanisme kerja puting dan dot. Keduanya sungguh berbeda. Jika puting perlu dikulum beberapa kali hingga air susu keluar darinya maka dot tidak bekerja seperti itu, tanpa dikulum berulang-ulangpun dot akan memancarkan susu yang ada di dalamnya, sungguh tidak butuh perjuangan. Maka saat ini begitu banyak bayi yang mengalami gejala bingung puting. Kadang pakai dot kadang langsung puting. Kebanyakan terjadi pada ibu-ibu yang bekerja, ASI diperah, lalu saat ibu bekerja bayi diberi ASI dengan dot. Maka sekarang banyak alternatif pemberian ASI selain melalui dot, walau ada juga dot anti bingung puting.

Tentu sudah banyak yang tahu, bayi ASI memiliki sistem imun yang jauh lebih baik jika dibandingkan bayi sufor. ASI bagiku bagaikan perlindungan penuh terhadap bayi terhadap semua serangan penyakit, apalagi jika bayi selalu bersama ibu. Semua kondisi yang dialami bayi otomatis juga dialami ibu. Entahlah,ini hanya pemikiran dangkalku saja.

Tapi ini pengalamanku yang membuatku menarik kesimpulan dangkal sendiri. Sejak jundi lahir hingga berusia 11 bulan jundi sama sekali tidak pernah sakit walaupun itu hanya demam. Di usia tersebutlah pertama kali dalam hidup jundi mengalami yang namanya sakit, demam dkk.

Kala itu kami baru pulang dari pasuruan,kebetulan dapat tempat duduk yang dekat pintu. Jadilah angin berhembus kencang menerpa mas jundi,walau sudah kudekap tetap saja,dia tdk memakai selimut, hanya jaket.Pulangnya dia demam,masuk angin.Tapi waktu itu berbarengan dengan growth spurt nya jundi. Suatu masa dimana anak mau bertambah keahlian atau bertumbuh (seperti tumbuh gigi). Biasanya di fase ini anak memang butuh gizi lebih banyak, maka biasanya mereka lebih sering menyusu. Namun karena usianya sudah bukan lagi full ASI, ASI saja sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan tubuhnya. Maka makanpun harus dicukupkan sehingga kebutuhan untuk bertumbuh mencukupi.

Permasalahannya, jika grow spurth itu adalah saat tumbuh gigi, efek sampingnya susah makan. Jadilah asupan yang masuk ke dalam tubuh kurang, lalu sakit. Tubuh yang lemah itu semakin lemah, Sebagai ibu tentu ingin sakit itu dia saja yang merasakan. Rintihan anak yang mengeluhkan sakit (apalagi belum bisa mengeluhkan dengan verbal apa yang dirasakan) itu sungguh membuat hati semakin pilu….hiks4x…

Alhamdulillah masa itu sudah terlewati,sekarang mas Jundi sudah sehat dan pertumbuhannya lumayan pesat (terlihat dari berat badan yang naik terus tiap bulan). Alhamdulillah,,,


Mulai nulis ini bulan September pas Jundi sakit, terus lama ngambang begitu saja di laptop, dan Alhamdulillah hari ini dengan agak memaksa finish agar bisa dibagi dengan orang lain. Semoga bermanfaat :)
September-Desember 2013