Hahah, judulnya sama kayak sinetron produksi DAQU yang bikin baper jomblo, hehe. Tapi memang terinspirasi dari sana sih, terutama episode 2 :D . Namun, inilah Ramadhan Halal versi saya :) .
Saya menikah tahun 2011, bulan Rajab 1432 H. Masih teringat masa-masa negoisasi ke orang tua oleh calon suami waktu itu, "Target saya menikah sebelum Ramadhan tahun ini". Hahah, ni orang mungkin menghindari pertanyaan 'kapan nikah' pas lebaran kali yak, XD. Waktu itu bulan Maret, dan alhamdulillah kalimat itu cukup ajaib hingga membuat orang tua saya yang awalnya kekeuh saya hanya boleh menikah setelah lulus menjadi menikah di semester 6 :D . Dan jadilah bulan Juni tahun itu saya menikah, 2 bulan sebelum Ramadhan.
Ramadhan pertama aku halal menjadi isterinya. Ramadhan kali pertama itu kami lewati beberapa hari masih campur dengan orang tua saya, kemudian pindahan ke rumah kerto milik orang tua, menempati berdua :) .
Saya memang tidak langsung hamil setelah menikah, jadi Ramadhan pertama kami benar-benar berdua, belum ada janin di rahim saya. Sahur berdua, buka berdua, dan semua berdua. Kala itu saya juga masih kuliah, ditambah suami yang masih kerja kantoran, jadi rutinitas berjalan begitu saja sesuai jadwal kuliah dan kerja.
Kata suami kala itu, yang berbeda tahun pertama itu dia tak lagi buka di kantor atau 'mbungkus' masakan kantor. Karena tiap tahunnya di kantornya selalu menyediakan makanan ifthor. Kalo dulu sebelum nikah sih selalu buka di kantor dan 'mbungkus' sekalian untuk sahur, maka tahun itu dia sama sekali tidak pernah bungkus, walau masakan saya seadanya dia makan semua dengan lahap. Padahal sih kata dia yang udah pada rumah tangga banyak yang bungkus buat di rumah. Kali masakan saya rasa cinta kali ya, haha.
Ramadhan pertama masih jelas terkenang indah di benak saya, tarawih berdua ke masjid al ghifari suhat yang selalu mengundang ustadz-ustadz ternama di Malang. Lalu di 10 hari terakhir kami i'tikaf berdua ke masjid an nur jagalan, tapi pas sahur malah diajak pulang,'sahur di rumah saja' katanya, hahah, biar bisa berdua kali ya,kalo di masjid kan terpisah XD . K annur jagalan cuma sekali sih, seringnya di al ghifari tapi datang pas mulai sholat malam, karena suami masih kerja, biar g over ngantuk pas kerja. Kalo di ghifari beberapa kali masih sahur di sana. MasyaAllah, benar-benar rindu masa-masa itu.
Tahun-tahun berikutnya saya harus berdamai dengan keadaan, iya, tiada lagi i'tikaf berdua, hanya aku di rumah menunggu sahur ketika dia pulang usai sholat malam. Tidak pernah dia sahur di masjid walau disediakan, dia tetap memilih makan masakan rumah, alhamdulillah. Pun saat buka sering ditawari nasi kotak tapi tak pernah diterima :) 'istri saya sudah masak' ujarnya saat menolak.
Ramadhan halal kedua kulewati dengan menimang Jundi, setengah bulan aku nifas, namun alhamdulillah setengah bulan berikutnya bisa puasa meski menyusui eksklusif. Namun tak ada kata tarawih di masjid, hanya sekali yang kuingat waktu itu ibu mertua ke Malang menjenguk Jundi. Yah, mungkin bakal banyak yang bilang, 'banyak kok yang bawa anak', tapi saya memilih untuk berdamai agar tidak mengganggu jama'ah lain.
Tahun ketiga masih sama, ditambah Jundi yang sudah 1 tahun dan super aktif. Hanya beberapa kali saya ikut tarawih ketika eyangnya haid sehingga bisa saya titipi. Saya tetap berdamai dengan keadaan, saya yakin merawat anak juga ibadah jika dilakukan lillah.
Tahun keempat Jundi 2 tahun, alhamdulillah sudah lepas ASI. Tahun itu lagi-lagi kami pindahan saat puasa, dari rumah kontrakan dermo ke rumah kontrakan jetis (kontraktor sejati XD). Ah yang jelas pahit berdua itu hasilnya jadi manis, sama kayak negatif kali negatif hasilnya positif :D . Tahun itu saya mencoba mengajak Jundi tarawih di masjid UMM yang luas, tak lupa membawa 1 mobil mainan favorit. Hari pertama alhamdulillah sukses, dia lari-lari dengan anak-anak lain dan mainan, yah walau jadi sedikit tidak khusyuk. Hari kedua 'rada' oke lah. Hari ketiga 'no', bada isya' dia lari-lari sambil teriak mengganggu jamaah lain (cry) dan yang bikin tambah annoy ada ibu-ibu nyeramahin saya, intinya diterima ajalah harus sholat di rumah aja, saya dulu pas anak saya masih kecil juga sholat di rumah terus dan bla bla bla. Oke, i've just silent, sambil nelentang. Jundi langsung saya angkut keluar berikut semua bawaan. Saya nunggu di tangga luar masjid hingga si ayah selesai dan membiarkan dia berekspresi.
Tahun kelima, Jundi belum bisa terkondisi, dan saya kondisi hamil kembar sekitar 5 bulan. Saya memang harus berdamai dengan keadaan. Pernah sekali aja ingin itikaf berangkat malam dan Jundi dititipkan eyang, namun ternyata tak terlaksana, si ayah tetap berangkat sendiri :( .
Tahun ini tahun keenam, dan yah, saya semakin harus berdamai dengan keadaan. Si kembar baru usia 8 bulan, namun alhamdulillah tahun ini mas Jundi sudah bisa 'cukup' kondusif diajak tarawih ayah, pun untuk jamaah sholat lain. Barangkali Allah memberikan pahala padaku lewat hisapan ASI, walau jujur saja aku iri, iri pada mereka yang bisa khatam berkali kali, iri pada mereka yang bisa ke masjid berlama-lama. Bagiku semua hanya ilusi, bahkan berjuang membaca alquran saja membuat lembar-lembar itu sobek oleh tangan mungil mereka, dan mendadak ganti mushaf T-T . Ramadhan tahun ini hampir sama dengan bulan-bulan biasanya, khatam 1 bulan sekali. Ingin bisa setidaknya khatam 2 kali, tapi sampai hari ini saja baru 20 juz yang terbaca :) . Aku harus berdamai dengan diriku sendiri.
Dan saat sahur tadi, tiba-tiba suami bilang,"Pengen sekali kali sahur di masjid sekalian, tadi sahurnya pakai kupon" oke cinta, berburulah pahalamu, dan aku dengan ladangku.
Ditulis malam 21-22 Ramadhan 1437 H
Alhamdulillah hingga hari ke 21 masih bisa puasa full sambil menyusui si kembar :)
0 komentar:
Posting Komentar