Cara-cara yang dia gunakan memang cukup unik, dan tiap kali aku pulang dari kampus -saat aku masih sibuk dengan skripsiku dulu- dia selalu berbagi, membuatku kadang terharu dan tertawa dibuatnya. Bekal ASIP yang diberikan dengan spoonfeeder ataupun dot jika terpaksa saat aku harus segera menyelesaikan studiku memang tidak cukup untuk menenangkan Jundi kala itu. Beberapa cara unik ayah Jundi antara lain menaruh Jundi dalam strollernya, menghipnotis dengan mainan bergemerincing, dan yang paling unik adalah dengan cara pura-pura tidur di hadapan Jundi yang masih ingin mengajak bermain.
Kamis, 08 November 2012
Tentang menidurkan bayi part 2
Cara-cara yang dia gunakan memang cukup unik, dan tiap kali aku pulang dari kampus -saat aku masih sibuk dengan skripsiku dulu- dia selalu berbagi, membuatku kadang terharu dan tertawa dibuatnya. Bekal ASIP yang diberikan dengan spoonfeeder ataupun dot jika terpaksa saat aku harus segera menyelesaikan studiku memang tidak cukup untuk menenangkan Jundi kala itu. Beberapa cara unik ayah Jundi antara lain menaruh Jundi dalam strollernya, menghipnotis dengan mainan bergemerincing, dan yang paling unik adalah dengan cara pura-pura tidur di hadapan Jundi yang masih ingin mengajak bermain.
Rabu, 31 Oktober 2012
Menyusui juga perlu update ilmu!
Memberikan apa yang terbaik untuk
anak tentu semua ada ilmunya, tidak terkecuali ilmu tentang menyusui atau
memberikan ASI. Kemarin aku sempat membaca data bahwa di daerah industry prosentase
bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif angkanya sangat rendah. Hal ini
dikarenakan sebagian besar Ibu di daerah tersebut bekerja sebagai buruh pabrik,
sehingga tidak ada waktu untuk menyusui secara ekslusif.
Suatu kali aku pernah bertemu
dengan saudara dari suami yang juga memiliki anak yang 2 bulan lebih tua dari
anakku. Entahlah, sekarang ketika melihat anak bayi hal pertama yang aku
tanyakan pada Ibunya adalah mengenai ASI, apakah diberi ASI atau sufor? Jawaban
yang aku dapat, ASI tapi dibantu dengan sufor. Dan tahukah apa alasan yang aku
dapat? Si Ibu harus bekerja di siang hari, dan sudah menjadi peraturan di
tempat kerjanya bahwa pegawai tidak boleh pulang walau sedang istirahat. Setelah
kuinterview (cieh…bahasanya berat) ternyata saat di kantor si Ibu harus
Kamis, 25 Oktober 2012
Episode mempersaudarakan Jundi
Awalnya aku tak pernah terpikir
untuk mepersaudarakan bayiku, terbesit pun tidak. Sama sekali bayangan aku
menyusui bayi orang lain tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kisah ini
berawal dari misiku ingin menyusui Jundi secara ekslusif. Setiap hari sehabis
shubuh peralatan memompa telah siap untuk memerah ASIku agar cukup ketika Jundi
kutinggalkan. Awalnya memang berat, namun lama-lama ternyata dengan rutin
memompa tiap shubuh membuat produksi ASIku semakin melimpah, Alhamdulillah.
Di komunitas yang aku ikuti di
twitter –AyahASI-, memang pernah membahas bahwa pada jam 2-5 pagi hormon oksitoksin
yang memicu produksi ASI sedang tinggi-tingginya, sehingga jika kita memompa
pada jam-jam tersebut maka ASIP yang didapat akan melimpah. Ditambah lagi
dengan kebiasaan menyusui Jundi dengan posisi tidur membuat PD sebelah yang
tidak disusu menjadi mengeras karena terlalu penuh. PD yang penuh inilah tiap
selesai sholat shubuh kuperah untuk Jundi. Tentunya setelah ritual membacakan
ma’tsurat dan tilwah di dekat Jundi tertidur pulas.
Senin, 22 Oktober 2012
Tentang ASI ekslusif
Mengenai ASI ekslusif, saat ini
rupanya Ibu-ibu banyak yang kurang peduli. ASI ekslusif bermakna bahwa asupan
yang diberikan kepada bayi hanyalah ASI, tidak ada yang lain, tidak sufor dan
tidak pula yang lain. Menurut anjuran WHO, ASI ekslusif diberikan pada bayi
hingga usia 6 bulan. Setelah itu bayi baru bisa diperkenalkan dengan makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Data di AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) yang
membuatku memelototkan mata adalah bahwa di Indonesia Ibu yang memberikan
ASInya secara ekslusif kepada bayinya hanya sekitar 15,6%. Sedangkan di
propinsiku sendiri, Jawa Timur, hanya sekitar 10,5% bayi yang mendapatkan ASI
secara ekslusif. Kesadaran akan pentingnya ASI di Indonesia memang menyedihkan,
padahal ASI itu “hak” anak yang harus diberikan ibu. Bayi yang baru lahir
memang belum bisa menuntut haknya sendiri, sehingga banyak orang tua justru mengabaikan
kewajibannya untuk memberikan ASI kepada anaknya secara ekslusif.
Minggu, 21 Oktober 2012
Di saat aku sakit
Sebenarnya aku tak pernah pula
membayangkan sebelumnya jika aku sakit dan masih harus menyusui anakku sevara
ekslusif. Keadaanku yang flu berat 2 pekan ini mengingatkanku pada perjuanganku
saat masih mengandung dulu. Waktu itu usia kehamilanku menginjak 8 bulan, hamil
tua. Flu berat menyerangku, tiap malam aku kesusahan tidur karena batuk-batuk
yang tak kunjung usai. Pada usia tersebut gerakan bayi memang semakin terasa,
tendangan-tendangan kecil Jundi, gerakan tangannya yang rasanya seperti
menggelitik perutku bagian bawah. Pada usia itu pula, janin mulai sering
mengalami kontraksi kecil, jika saya bertanya pada bidan dan dokter obgyn, itu
adalah kontraksi bohongan. Pada kehamilan ini setiap bulan saya memang periksa
di dua tempat, awal bulan jadwalnya ke dokter obgyn agar bisa melihat kondisi
janin dengan USG, dan di tengah bulan jadwalnya periksa ke bidan yang selalu
siap memeperdengarkan suara detak jantung Jundi dengan jelas, that’s amazing.
Sabtu, 20 Oktober 2012
[Membayar hutang #PR dari Pak Dian] Mas Jundi jalan-jalan ke secret zoo
Tanggal 15 Januari 2012, saat itu telah disepakati teman-teman FLP Malang akan jalan-jalan ke Batu Secret Zoo –hadiah dari Pak Dian-. Saat itu aku masih hamil muda, masih sekitar 4 bulanan, belum terlalu nampak jundi yang mulai berkembang di rahimku. Karena kehamilan pertama di usia kehamilan yang masih rawan, si calon Eyang terlalu khawatir, jadilah Ibuku dan kedua adikku ikut menjadi penyusup.
Pagi-pagi semua sudah sepakat untuk
bertemu di terminal landungsari, semua tampak bersemangat dengan wajah yang
cerah-cerah. Dan tentunya karena FLP juga Forum Lingkar Photo, beberapa teman
telah siap dengan kamera mereka masing-masing. Aku dan suami memilih menempuh
perjalanan menggunakan motor, sedang teman-teman menggunakan angkot yang telah
disewa. Perjalanan yang cukup singkat pun terlewati begitu saja, dan sampailah
kami di tempat yang telah dibayang-bayangkan sejak pagi, Batu Secret Zoo.
Tentang memandikan bayi part 2
“Apa? Dimandikan juga? Nggak mau,
pokoknya aku nggak mau anakku dimandikan orang lain…” si mbak UH tiba-tiba
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana menitipkan anak ke sebuah TPA
jika nanti cuti melahirkannya telah habis.
“ Ya sudah, nggak usah ngajar aja
kamu!” suaminya pun menyahut.
Mbak UH yang bekerja sebagai dosen
saat ini memang tengah hamil tua, anak pertama. Obrolan itu sempat tercipta
saat keluarga kami pergi bersilaturahim ke rumah mereka. Saat itu kami sedang
saling bercerita mengenai TPA, Tempat Penitipan Anak. Mbak UH dan suaminya MZ
sama-sama bekerja sebagai tenaga pengajar yang notabene setiap hari harus
meluangkan waktu pergi ke sekolah. Wacana mengenai bagaimana nantinya anak
pertama mereka tiba-tiba tertuangkan.
Jumat, 19 Oktober 2012
Tentang memandikan bayi
Tentang memandikan bayi, aku ada
sedikit cerita untuk dibagi. Seperti banyak cerita ibu-ibu baru ataupun lama
yang kudengar, bab ini merupakan bab yang cukup susah untuk dilakukan. Tidak
semua Ibu mampu, walaupun harusnya secara naluriah dia harusnya mampu. Tapi
menurutku hal ini bukan masalah mampu atau tidak mampu, tapi berani atau tidak
berani.
Memandikan bayi menjadi rumit karena sabun bersifat licin. Setiap orang juga pasti akan ada ketakutan jika si bayi saat dimandikan luput dari cengkeraman tangan. Ditambah ukuran bayi yang masih mini membuat kerumitan itu semakin sempurna.
Kamis, 18 Oktober 2012
Tentang menyusui
Tentang menyusui, aku ingin sedikit berbagi.
Awalnya aku sangat awam tentang pentingnya ASI. Setelah melahirkan bagiku tidak menjadi persoalan ketika susu formula memasuki mulut anak pertamaku. ASI yang kuproduksi di hari-hari pertama aku menjadi ibu memang sangat sedikit, dan aku masih belum terlatih untuk menyusui. Menggendongnya dengan benar, lalu membantu dia mengulum putingku dengan benar. Hal itu bukan hal yang mudah, apalagi untuk aku yang seumur-umur belum pernah berani gendong bayi baru lahir. Ditambah lagi Ibuku yang menjadi Eyang baru pun ketakutan jika anakku kekurangan cairan karena ASIku yang belum lancar. Sedikit aku memang tahu, bahwa di awal kehadirannya di dunia ia tak membutuhkan cairan yang terlalu banyak. Bayi baru lahir lambungnya berukuran sebesar kelereng, cukup 3 sendok teh saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Namun terkadang karena ilmu yang kurang kita jadi kurang sabar menyusui dengan segala kesulitannya, padahal Allah sudah dengan begitu sistematisnya mengatur semuanya. ASI keluar sedikit memang karena bayinya masih butuh cairan sedikit.
Godaan sufor di 24 jam pertama kelahirannya pun sukses, anakku meneguk sufor itu dari botol bernama dot yang katanya justru bikin bayi nggak mau mengulum puting Ibunya. 30 ml pertama, bayiku sukses menghabiskan. Tapi aku tak menyerah begitu saja, tiap kali dia menangis, aku tetap berusaha menyusui dengan baik. Dan merah-merah di kedua pipi bayiku menjadi bukti bahwa proses menyusui ini belum benar, ASI masih harus tercecer di wajah bayiku hingga membuat pipinya ruam susu. Aku pun sempat menangis, mengadu ke suami, mengapa ASI ku Cuma sedikit. Dan suamiku pun menyemangatiku, bahwa aku bisa, itu semua hanya dari sugesti, semakin kita stress semakin ASI susah keluar.
Keyakinan bahwa ASI dipengaruhi hormone oksitoksin, hormone kebahagiaan membuat hari-hari setelahnya justru membuatku kualahan, ASIku keluar berlebih hingga aku harus mengenakan breastpad agar bajuku tidak basah. Dan ternyata breastpadpun belum cukup membendung, jadilah kain popok penyerap.
Namun hal itu tidak berhenti begitu saja, di hari-hari awal kelahirannya, hamper tiap malam dia terbangun, membuat aku, suamiku, ibuku, atau bahkan ibu mertuaku –ketika sedang di Malang- seringkali terbangun. Dalam kondisi kantuk berat serta tubuh yang belum bisa menggendong dengan baik tiap malam-malam pertama aku kesusahan untuk menyusui bayiku. ASI sudah keluar deras namun bayiku belum bisa berposisi secara nyaman, sehingga dia tetap merengek, menangis. Masalah inilah yang membuat 30 mL sufor kembali mengalir ke mulut bayiku, dalam dekapan Ibuku, miris.
Hari-hari berikutnya aku cukup bisa mengatasi, aku pun diperkenalkan suamiku pada komunitas peduli ASI yang aktif di twitter. Sejak itu aku mulai lebih peduli, bahwa tidak ada yang lebih baik dari ASI. Dan di suatu malam saat Ibuku kembali ingin mengucurkan cairan asing itu ke mulut bayiku, kotak sufor itu tak lagi ada, tanpa sepengetahuanku kotak itu telah disembunyikan oleh suamiku. Setelah tahu bahwa sufor membuat pencernaan bayi bekerja terlalu keras sehingga si bayi jika diberi sufor lebih cepat tertidur membuat aku dan suami begitu anti dengan sufor. Kami tak mau menyiksa pencernaan bayi kami, kami begitu mencintainya. Ditambah lagi beberapa kekurangan sufor yang kata orang membuat bayi suka mengompol dan konstipasi.
Aku bersyukur memiliki suami yang telah melek terhadap pentingnya ASI. Beruntunglah bahwa hanya sekitar 90 mL saja cairan asing itu memasuki pencernaan bayiku. Hingga kini dia murni kususui, tanpa ada tambahan sedikitpun asupan lain. Dan aku berazzam ingin menyusuinya sampai dia genap 2 tahun, sebagaimana telah dianjurkan dalam al-Qur’an surat Luqman 31 : 14.
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
13 Oktober 2012 – 18 Oktober 2012
Awalnya aku sangat awam tentang pentingnya ASI. Setelah melahirkan bagiku tidak menjadi persoalan ketika susu formula memasuki mulut anak pertamaku. ASI yang kuproduksi di hari-hari pertama aku menjadi ibu memang sangat sedikit, dan aku masih belum terlatih untuk menyusui. Menggendongnya dengan benar, lalu membantu dia mengulum putingku dengan benar. Hal itu bukan hal yang mudah, apalagi untuk aku yang seumur-umur belum pernah berani gendong bayi baru lahir. Ditambah lagi Ibuku yang menjadi Eyang baru pun ketakutan jika anakku kekurangan cairan karena ASIku yang belum lancar. Sedikit aku memang tahu, bahwa di awal kehadirannya di dunia ia tak membutuhkan cairan yang terlalu banyak. Bayi baru lahir lambungnya berukuran sebesar kelereng, cukup 3 sendok teh saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Namun terkadang karena ilmu yang kurang kita jadi kurang sabar menyusui dengan segala kesulitannya, padahal Allah sudah dengan begitu sistematisnya mengatur semuanya. ASI keluar sedikit memang karena bayinya masih butuh cairan sedikit.
Godaan sufor di 24 jam pertama kelahirannya pun sukses, anakku meneguk sufor itu dari botol bernama dot yang katanya justru bikin bayi nggak mau mengulum puting Ibunya. 30 ml pertama, bayiku sukses menghabiskan. Tapi aku tak menyerah begitu saja, tiap kali dia menangis, aku tetap berusaha menyusui dengan baik. Dan merah-merah di kedua pipi bayiku menjadi bukti bahwa proses menyusui ini belum benar, ASI masih harus tercecer di wajah bayiku hingga membuat pipinya ruam susu. Aku pun sempat menangis, mengadu ke suami, mengapa ASI ku Cuma sedikit. Dan suamiku pun menyemangatiku, bahwa aku bisa, itu semua hanya dari sugesti, semakin kita stress semakin ASI susah keluar.
Keyakinan bahwa ASI dipengaruhi hormone oksitoksin, hormone kebahagiaan membuat hari-hari setelahnya justru membuatku kualahan, ASIku keluar berlebih hingga aku harus mengenakan breastpad agar bajuku tidak basah. Dan ternyata breastpadpun belum cukup membendung, jadilah kain popok penyerap.
Namun hal itu tidak berhenti begitu saja, di hari-hari awal kelahirannya, hamper tiap malam dia terbangun, membuat aku, suamiku, ibuku, atau bahkan ibu mertuaku –ketika sedang di Malang- seringkali terbangun. Dalam kondisi kantuk berat serta tubuh yang belum bisa menggendong dengan baik tiap malam-malam pertama aku kesusahan untuk menyusui bayiku. ASI sudah keluar deras namun bayiku belum bisa berposisi secara nyaman, sehingga dia tetap merengek, menangis. Masalah inilah yang membuat 30 mL sufor kembali mengalir ke mulut bayiku, dalam dekapan Ibuku, miris.
Hari-hari berikutnya aku cukup bisa mengatasi, aku pun diperkenalkan suamiku pada komunitas peduli ASI yang aktif di twitter. Sejak itu aku mulai lebih peduli, bahwa tidak ada yang lebih baik dari ASI. Dan di suatu malam saat Ibuku kembali ingin mengucurkan cairan asing itu ke mulut bayiku, kotak sufor itu tak lagi ada, tanpa sepengetahuanku kotak itu telah disembunyikan oleh suamiku. Setelah tahu bahwa sufor membuat pencernaan bayi bekerja terlalu keras sehingga si bayi jika diberi sufor lebih cepat tertidur membuat aku dan suami begitu anti dengan sufor. Kami tak mau menyiksa pencernaan bayi kami, kami begitu mencintainya. Ditambah lagi beberapa kekurangan sufor yang kata orang membuat bayi suka mengompol dan konstipasi.
Aku bersyukur memiliki suami yang telah melek terhadap pentingnya ASI. Beruntunglah bahwa hanya sekitar 90 mL saja cairan asing itu memasuki pencernaan bayiku. Hingga kini dia murni kususui, tanpa ada tambahan sedikitpun asupan lain. Dan aku berazzam ingin menyusuinya sampai dia genap 2 tahun, sebagaimana telah dianjurkan dalam al-Qur’an surat Luqman 31 : 14.
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
13 Oktober 2012 – 18 Oktober 2012
Rabu, 17 Oktober 2012
Tentang menidurkan bayi
Tentang menidurkan bayi, rasanya aku dulu menjadi sangat ahli. Si bayi kugendong lalu kumasukkan putingku ke mulutnya, bayi mengulum dengan sempurna, dan tak lama kemudian matanya tertidur lelap, putingku dilepas sendiri dari mulutnya, selesai. Adegan yang hampir tiap waktu terjadi itu dulu sempat menjadi guyonan suamiku, di dalam ASI ada obat tidurnya.
Namun semakin bertambah bulan ternyata adegan itu tak lagi menjadi adegan yang lazim terlihat di rumah kami. Bayiku kini tak jarang justru menolak untuk disusui saat dia merengek karena ngantuk. Kadang aku sendiri merasa iri dengan suami yang kini lebih pintar menidurkan bayi. Banyak cara yang bisa dia lakukan, mulai dari menggendong, menidurkan di kereta yang didorong, menggerakkan mainan berbunyi di hadapannya sampai dia tertidur, dan mungkin masih banyak lagi.
Tak jarang di setiap kesempatan aku berusaha menidurkan seperti cara dia menidurkan, suamiku seperti mengajariku trik-trik agar si bayi cepat tidur. Hal itu semakin membuatku miris, ternyata yang aku bisa hanya menetekinya, hanya itu andalanku menidurkan bayiku.
Entahlah sejak kapan ini terjadi, mungkin saat bayiku berumur sekitar 2 bulan, saat aku mulai sering meninggalkan bayiku pergi ke kampus untuk segera merampungkan kuliahku. Saat-saat seperti itu aku terkadang meninggalkan bayiku dengan Eyangnya –jika Eyangnya sedang tidak bekerja- ataupun dengan Ayahnya. Untuk Eyangnya yang sudah memiliki 3 anak termasuk aku, mungkin masalah mengatasi bayi adalah hal yang cukup dikuasai, dan ini tentu saja tidak berlaku untuk suamiku yang masih menjadi ayah baru.
Aku salut dengan apa yang suamiku lakukan, bagiku dia adalah satu contoh ayah idaman. Hanya bermodal ASIP (Air Susu Ibu Perah) yang telah aku siapkan dia mampu menggunakan berbagai cara untuk menidurkan bayiku, tentu itu bukan cara yang mudah. Menjadi ayah harusnya memang turut andil dalam menangani anak, agar nantinya terjadi keseimbangan antara kedekatan anak dengan Bundanya, dan anak dengan Ayahnya.
17 Oktober 2012
10.10 wib
Ditulis sambil mengamati suami menidurkan bayi dengan gantungan ikan di depan pintu kamar :)
Namun semakin bertambah bulan ternyata adegan itu tak lagi menjadi adegan yang lazim terlihat di rumah kami. Bayiku kini tak jarang justru menolak untuk disusui saat dia merengek karena ngantuk. Kadang aku sendiri merasa iri dengan suami yang kini lebih pintar menidurkan bayi. Banyak cara yang bisa dia lakukan, mulai dari menggendong, menidurkan di kereta yang didorong, menggerakkan mainan berbunyi di hadapannya sampai dia tertidur, dan mungkin masih banyak lagi.
Tak jarang di setiap kesempatan aku berusaha menidurkan seperti cara dia menidurkan, suamiku seperti mengajariku trik-trik agar si bayi cepat tidur. Hal itu semakin membuatku miris, ternyata yang aku bisa hanya menetekinya, hanya itu andalanku menidurkan bayiku.
Entahlah sejak kapan ini terjadi, mungkin saat bayiku berumur sekitar 2 bulan, saat aku mulai sering meninggalkan bayiku pergi ke kampus untuk segera merampungkan kuliahku. Saat-saat seperti itu aku terkadang meninggalkan bayiku dengan Eyangnya –jika Eyangnya sedang tidak bekerja- ataupun dengan Ayahnya. Untuk Eyangnya yang sudah memiliki 3 anak termasuk aku, mungkin masalah mengatasi bayi adalah hal yang cukup dikuasai, dan ini tentu saja tidak berlaku untuk suamiku yang masih menjadi ayah baru.
Aku salut dengan apa yang suamiku lakukan, bagiku dia adalah satu contoh ayah idaman. Hanya bermodal ASIP (Air Susu Ibu Perah) yang telah aku siapkan dia mampu menggunakan berbagai cara untuk menidurkan bayiku, tentu itu bukan cara yang mudah. Menjadi ayah harusnya memang turut andil dalam menangani anak, agar nantinya terjadi keseimbangan antara kedekatan anak dengan Bundanya, dan anak dengan Ayahnya.
17 Oktober 2012
10.10 wib
Ditulis sambil mengamati suami menidurkan bayi dengan gantungan ikan di depan pintu kamar :)