Awalnya aku tak pernah terpikir
untuk mepersaudarakan bayiku, terbesit pun tidak. Sama sekali bayangan aku
menyusui bayi orang lain tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kisah ini
berawal dari misiku ingin menyusui Jundi secara ekslusif. Setiap hari sehabis
shubuh peralatan memompa telah siap untuk memerah ASIku agar cukup ketika Jundi
kutinggalkan. Awalnya memang berat, namun lama-lama ternyata dengan rutin
memompa tiap shubuh membuat produksi ASIku semakin melimpah, Alhamdulillah.
Di komunitas yang aku ikuti di
twitter –AyahASI-, memang pernah membahas bahwa pada jam 2-5 pagi hormon oksitoksin
yang memicu produksi ASI sedang tinggi-tingginya, sehingga jika kita memompa
pada jam-jam tersebut maka ASIP yang didapat akan melimpah. Ditambah lagi
dengan kebiasaan menyusui Jundi dengan posisi tidur membuat PD sebelah yang
tidak disusu menjadi mengeras karena terlalu penuh. PD yang penuh inilah tiap
selesai sholat shubuh kuperah untuk Jundi. Tentunya setelah ritual membacakan
ma’tsurat dan tilwah di dekat Jundi tertidur pulas.
Kebiasaan yang dulu awalnya ‘terpaksa’
kulakukan akhirnya menjadi keterusan. Stok ASIPku pun menjadi berlebih, apalagi
setelah aku dinyatakan lulus di majelis sidang. Dan secara tidak kebetulan –karena
pasti sudah diatur oleh Allah SWT- aku ber-bbm ria dengan saudaraku yang juga
baru memiliki bayi –jarak sekitar satu bulan lebih muda daripada Jundi-. Pada pesan-pesan
itu kami membicarakan mengenai ASI, aku bertanya pada dia apakah ASInya masih
keluar sedikit dan tidak mencukupi. Dan ternyata jawabnya iya, dan obrolan
itupun berakhir pada keputusan mempersaudarakan Jundi dengan Tiara.
Awalnya saat sebelum aku ujian
skripsi stok ASIPku telah banyak, agar aku tidak terlalu khawatir memikirkan
nasib perut Jundi ketika kutinggal. Namun setelah ujian telah selesai ternyata
stok tersebut masih ada 2 botol penuh, maka itulah pertama kalinya air susuku
disusukan ke Tiara, adik susu Jundi.
Berikutnya pun aku terus memerah
ASI, aku juga turut prihatin dengan Tiara jika harus lebih banyak meneguk susu
formula. Ibunya juga seorang dokter muda yang tahu bagaimana pentingnya ASI,
namun Ibunya sendiri bercerita ketika ASInya keluar sedikit, dia semakin stress,
dan justru stress itu penyebab ASI semakin tidak keluar. Ditambah lagi dia
terpisah jarak dengan ayah Tiara yang bekerja sebagai dokter di Banjarmasin,
sedangkan dia sendiri setelah cuti 2 bulan ini harus meneruskan koas di
Surabaya.
Dan justru Surabayalah yang membuat
aku kini tak bisa setiap hari mensuplai ASIP untuk Tiara. Mengapa tidak sedari
dulu saat Tiara masih di Malang? Kadang aku menyesal mengapa ketika Tiara harus
pindah ke Surabaya bersamaan dengan ketika aku mulai bisa memberikan ASIPku
sepenuhnya untuk Tiara. Dan saat ini freezer
kulkasku telah penuh dengan botol-botol susu. Sehari setelah aku wisuda, tante
Tiara yang akan pergi ke Surabaya lupa untuk mengambil stok ASIP yang ada. Dan kini
setelah ASIP itu cukup banyak tidak ada yang bisa mengambilnya, hanya menunggu
11 November esok segera tiba, saat keluargaku pergi ke Surabaya.
25
Oktober 2012
11.23
*dengan
masih memikirkan cara menempatkan ASIP saat membawa ke Surabaya, karena icebag
yang ada hanya muat 8 botol untuk botol besar, sedang botol kecil bisa 6 botol.
Tapi sepertinya hingga hari itu stokku akan melebihi, lalu bagaimana? Ada yang
punya saran? Hehe J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar