Mati itu juga punya yang muda.
Agaknya tulisan ini tidak terlalu menarik untuk dibaca. Semua juga sudah tahu
kalau mati itu juga punya yang muda. Tulisan ini cuma untuk mengingatkan diri
sendiri bahwa umur manusia tidak ada yang mengetahui. Entah nanti malam, entah
besok pagi, kita tidak tahu kapankah giliran kita akan merasakan mati.
Sekitar tiga hari yang lalu ada
sms masuk ke hp ku, kabar bahwa seseorang telah meninggal dunia. Nampak dari
kalimat ‘innalillahi wa inna ilaihi roji’un’ di awal kalimatnya. Tentunya
sering sekali mendapat sms kabar duka seperti itu, biasanya ayah dari si fulan
atau ibu dari si fulan. Namun sms itu berbeda, tidak ada embel-embel kata ayah
atau ibu, tapi langsung pada namanya, Frengki Malistio. Seorang kakak tingkatku
di kimia. Meninggal karena kecelakaan saat perjalanan dari Malang ke Sumenep
–rumahnya-.
Membaca sms itu membuat aku jadi
teringat, bahwa mati bukan giliran yang tua-tua saja. Mati juga milik yang
muda-muda. Tanpa disadari seringkali jika orang mati di usia tua maka kita akan
bersikap biasa saja. Wajar kan sudah tua mati. Tapi jika kita mendengar orang
mati di usia masih belia, tentu kita langsung akan bertanya pada pembawa
berita, mengapa.
Kejadian itu juga aku alami saat
aku masih duduk di semester3 perkuliahan, sekitar tahun 2009. Saat itu
pagi-pagi ada sms masuk ke hpku. Lagi-lagi sms berita duka. Saat membaca
sekilas aku biasa saja, mengira bahwa di depan nama teman SMAku itu ada
embel-embel ayah dari atau ibu dari. Maka sebelum usai membaca langsung kututup
sms itu. Kuliahku akan segera dimulai. Namun ternyata aku baru menyadari saat
ada lagi teman dekatku mengirim sms ke aku menanyakan tentang hal tersebut. Aku
kaget bukan main, kubaca lagi pelan-pelan sms itu. Benar. Tidak ada embel-embel
ayah dari atau ibu dari di depan nama Bob –teman SMAku itu-. Lagi-lagi juga
karena kecelakaan.
Namun paling mengejutkan adalah
saat beberapa bulan lalu hpku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Wanda unair.
Temanku saat jadi pengurus bapewil iv ikahimki ini tidak biasanya menelponku di
malam hari. ‘Mbak, samen wes ngerti?
Mbak Ike mbak, mbak ike’. ‘Emang kenopo
Ike?’ tanyaku lugu saat itu. ‘Mbak Ike tadi sore kecelakaan, meninggal’. ‘Hah?’
nggak nyangka, bener-bener aku nggak nyangka. Dan setelah ngobrol agak lama
(nggak sampai 5 menit) telpon itu diputus. Ternyata sudah ada sms ke hpku, dari
nomer lain. Tentu memberi kabar yang sama. Sontak langsung kuforwardkan sms itu
ke beberapa teman pengurus ikahimki lain yang sekiranya belum tahu tentang kabar
tersebut. Semua kaget. Umur manusia memang hanya Allah yang tahu.
Mengenang Ike, aku punya beberapa
kenangan dia. Aku ingat, perkenalanku pertama dengan dia adalah saat aku
menjadi kandidat korwil iv ikahimki. Waktu itu dia mengajukan pertanyaan untuk
beberapa calon. Termasuk aku. Perkenalan yang cukup singkat, tapi membuat kita
cukup akrab saat berada di munas ikahimki di Banjarbaru. Karena kedaerahan
–juga karena anggota munas ceweknya cuma 6 gelintir dari sekitar 60 peserta-
kami berdua jadi cukup akrab. Namun yang paling aku ingat adalah saat terakhir
bertemu dia. Saat dia menjenguk Jundi yang baru terlahir dari rahimku. Aku
sangat ingat, dia menggendong Jundi dan berkata, ’Aku kok gak dipipisi se
gie…padahal aku pengen ndang
ketularan’. Mitos jawa, dipipisi berarti akan cepat tertular punya anak juga.
‘Yo moga pas 22 November kami nikah ke, hehe. Kan aku nikahnya pas tanggal
lahirmu, jadi kamu nikahnya pas tanggal lahirku’. Tapi ternyata belum sampai
tanggal itu Ike sudah tiada. Dia sudah berpulang sebelum bersatu dengan
jodohnya dalam pernikahan.
Mungkin hanya kebetulan, ketiga
orang yang kukenal meninggal di usia muda karena kecelakaan. Mungkin di luaran
sana banyak juga yang akibat sakit parah atau mungkin tanpa sebab –karena
memang sudah waktunya-. Buat yang masih diberi kesempatan hidup, fastabiqul
khoirot yuk…
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, … (Q.S. An-nisaa : 78)
Malang, 21 April 2013
Bundajundi.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar