Maafkan Bunda belum bisa menjadi
Bunda yang baik. Begitu banyak hal sayang dari semua teori-teori tentang
mendidik anak yang Bunda pelajari namun Bunda sendiri belum bisa
mempraktekkannya padamu. Begitu banyak hal yang luput dari angan-angan Bunda
untuk menginginkan yang terbaik untukmu. Barangkali Bunda juga manusia biasa
yang tanpa sadar mendidikmu seperti cara-cara orang tua Bunda dulu mendidik
Bunda. Walau sering Bunda sadari apa yang Bunda lakukan itu salah nak, tapi
Bunda belum bisa mengurungkan emosi sesaat untuk melakukan A atau B.
Sayangku, maafkan Bunda yang
sering berlaku khilaf padamu. Lagi-lagi Bunda katakan, Bunda sama dengan
kebanyakan manusia yang lain, belum pintar mengendalikan emosi. Kau tahu kan
sayang? Dari shubuh Bunda sudah sibuk di dapur, mencuci, dan banyak sekali
aktivitas lain yang Bunda kerjakan sebelum engkau bangun. Bunda manusia biasa
yang merasakan capek nak. Seringkali di saat Bunda capek Bunda semakin tidak
terkontrol, bahkan untuk menghadapi keluguanmu yang tak sabar.
Sayang, Bunda memang tak
sempurna, bahkan sangat jauh dari sempurna. Barangkali di saat Bunda terlalu
capek dengan banyak pekerjaan yang masih belum terselesaikan Bunda pernah
membentakmu yang tak sabar. Sayang, maafkan Bunda. Bunda tahu, membentakmu
bukanlah hal yang logis. Tapi dalam keadaan capek Bunda sering tidak bisa
mengontrol emosi. Bunda sering merutuki kelakuan Bunda sendiri ketika secara
tak sadar telah membentakmu sayang. Sungguh Bunda menyesal. Bunda ingin bisa
mengontrol segala hal saat bersamamu. Sungguh.
Mas Jundi, Bunda tahu di matamu
terlalu penuh dengan rasa sayang saat engkau menatap Bunda. Di matamu juga
terlalu banyak menyimpan rasa ingin tahu yang tinggi hingga seringkali kau
berperilaku tak sabar. Tapi benar kata ayahmu nak, bukan Bunda yang harus kau
mengerti, tapi Bunda yang harus mengertikanmu. Maafkan tindakan bodoh Bunda nak
ketika Bunda ingin kau mengertikan Bunda. Bunda seringkali memang tak logis,
dan kaulah makhluk polos yang benar-benar logis.
Sayang, kita memang sama-sama
sedang belajar, dan sayangnya justru Bundalah yang harus banyak belajar darimu.
Bunda seringkali teringat tatap matamu ketika Bunda membentakmu. Dan sungguh,
sampai saat ini Bunda sepeti tidak bisa memaafkan diri Bunda sendiri. Bunda
menyesal sayang, sungguh menyesal. Kau ingat bisikan Bunda kala itu nak? Bunda
menyayangimu, benar-benar menyayangimu. Di satu sisi Bunda ingin menjadi Bunda
yang tegas. Tapi bukankah tegas itu bukan dengan membentak? Bunda tidak mau
lagi membentakmu nak, sungguh. Dan Bunda sadar nak, tatapanmu seketika saat
Bunda membentakmu adalah tatapan ketika sepersekian detik jutaan neuron di
otakmu mati. Dan Bunda tak ingin lagi ada yang mati nak, sungguh.
Sayangku, Dzakwan Jundi Firdaus.
Bunda ingin kau menjadi seseorang seperti namamu, Tentara Surga yang Cerdas.
Walau barangkali ini adalah sebuah kekonyolan nak, ketika Bunda menginginkan
sesuatu tapi Bunda tidak mengusahakannya dengan maksimal. Ya, Bunda terlalu
konyol mengharapkanmu menjadi sesuatu yang baik sedangkan Bunda sendiri belum
menjadi Bunda yang baik untukmu.
Sayang, maafkan ketika Bunda
belum bisa menjadi panutan yang baik. Terlalu banyak contoh tidak baik yang
tidak seharusnya kau tiru nak. Maafkan Bunda. Bunda harap kita bisa menjadi
teamwork yang baik. Kita dan juga ayah, sayang. Kita bersama-sama ya sayang
berjuang meraih jannahNya. Bunda selalu meyakini tidak akan ada kata terlambat
untuk hamba yang mau memperbaiki diri. Bunda memang harus terus memperbaiki
diri nak, barangkali inilah bekas dari ibadah Bunda yang belum optimal. Bunda
janji akan menjadi Bunda yang memperbaiki diri untukmu nak, dan semua lagi-lagi
agar kita selalu disayang Allah. Semoga apapun yang kita kerjakan memperoleh
ridho dari Allah, aamiin.
Your Mom,
18 Desember 2014
18.07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar