Senin, 05 Maret 2018

Pohon Literasi (5) (HOP!)



Hari ini tidak ada pertambahan di pohon literasi keluarga kami, karena yang dibaca masih buku yang sama. Alhamdulillah saya sudah menyelesaikan novel Janji Pelangi, semoga bisa nulis resensinya. Dan si kembar dan Jundi hari-hari terakhir masih suka minta dibacakan buku-buku Rabbithole dan DKM 25 Nabi.

Hari ini saya ingin membahas salah satu buku Rabbithole yang kami punya yaitu HOP! Buku ini bercerita singkat mengenai metamorfosis makhluk hidup. Dari telur ikan menjadi ikan, ulat menjadi kepompong lalu kupu-kupu, dan yang terpenting bahwa manusia semua dilahirkan dari kecil menjadi besar.



Buku-buku anak Rabbithole rata-rata adalah buku yang cocok untuk usia bayi dan balita. Untuk HOP! adalah salah satu boardbook dengan fitur geser. Karena ada fitur geser maka buku ini masuk dalam jenis interactive book yang mana cocok untuk 12 bulan ke atas.

Semoga kebiasaan membaca yang saya tanamkan sejak kecil terbawa hingga mereka dewasa kelak.

#HariKeLima

#GameLevel5

#Tantangan10Hari

#KuliahBunsayIIP

#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Minggu, 04 Maret 2018

Pohon Literasi (4) (Mukaddimah)



Yeay ayah akhirnya pecah tunas juga kemarin. Sebetulnya suami saya termasuk suka membaca, namun karena dia adalah internet marketer, maka yang banyak dia baca adalah artikel online. Kalau baca buku dia juga suka tapi akhir-akhir ini jarang. Walau begitu sebetulnya tiap hari dia juga membaca al-qur'an dan juga membacakan buku anak-anak bergantian dengan saya. Namun jika saya dan suami membacakan anak-anak,buku tsb tidak turut saya cantumkan di ranting kami.



Lalu apakah buku yang dibaca suami? Buku tersebut adalah buku yang tebalnya i wow sekali karya ulama terdahulu Ibnu Khaldun, Mukaddimah. Meski buku karya ulama muslim, namun buku ini justru direkomendasikan wajib dibaca oleh om Mark pendiri facebook yang notabene adalah non muslim.



Isinya apa? Saya sendiri belum membaca, namun dari yang sekilas saya baca buku ini membahas tentang kehidupan sosial masyarakat. Semoga berikutnya saya mampu membacanya.


#HariKeEmpat

#GameLevel5

#Tantangan10Hari

#KuliahBunsayIIP

#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Sabtu, 03 Maret 2018

Pohon Literasi (3) (Al-qur'an Pertamaku)



Alhamdulillah di tiap ranting terus bertambah daun baru. Bismillah semoga bisa memperbaiki rupa pohon lebih baik.



Hari ketiga saya akan mengulas tentang salah satu paket buku favorit anak-anak saya yaitu Al-qur'an Pertamaku. Buku ini sangat cocok untuk balita karena termasuk boardbook dan banyak gambar-gambar menarik di dalamnya. Meski tidak saya bacakan, anak-anak biasanya sekedar membuka sambil menunjuk-nunjuk bertanya kepada saya, 'ini gambar apa?' atau akan menunjuk sendiri sambil menyebutkan nama warna yang dia tunjuk.

Karena membaca itu memang ada tahapannya, dari mulai tahap fantasi dimana anak mulai kenal buku hingga tahap membaca lancar di tahap kelima paling akhir. Dan saya pikir ketiga anak saya masih dalam tahap 3 yaitu tahap membaca gambar, karena mereka belum bisa baca. Meskipun setelah saya amati mas Jundi sudah mulai masuk tahap 4 yaitu tahap pengenalan bacaan, karena dia sudah kenal huruf meskipun belum bisa membaca lancar.

#HariKeTiga

#GameLevel5

#Tantangan10Hari

#KuliahBunsayIIP

#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Jumat, 02 Maret 2018

Pohon Literasi (2) (Muhammad Teladanku)


Hari ini akhirnya saya dan suami memutuskan melepas pohon literasi yang kemarin sudah saya buat di kertas manila putih dan saya tempel di tembok dekat rak buku. Bakat kompetisi Jundi membuat penulisan judul buku di tiap ranting menjadi tidak sehat. Jundi memang lagi suka dengan satu buku, Dahsyatnya Kisah & Mukjizat 25 Nabi. Hal ini membuat di rantingnya baru muncul 1 daun, sedang pada ranting Fara sudah muncul 5 daun. Protes, dia langsung meminta saya membacakannya beberapa buku MuTe. Belum selesai satu judul dia minta ganti buku lagi hanya demi rantingnya lekas rimbun.



Akhirnya saya membuat pohon sederhana di buku catatan saya, meski suami juga berjanji mau membuatkan saya melalui sebuah aplikasi di laptopnya.

Dan hari ini saya ingin mengulas sedikit tentang buku MuTe a.k.a Muhammad Teladanku. Buku ini terdiri dari 16 jilid utama dan beberapa buku pelengkap sekitar 8 buah. Saya membelinya sekitar 3 tahunan lalu melalui sistem arisan. Sempat ragu saat akan ikut arisan buku ini mengingat harganya yang cukup wow (bagi saya) untuk sepaket buku anak. Saat itu saya yakin beli karena rekomendasi dari seorang ustadzah.



Dan ternyata setelah 3 tahunan, saya masih belum sukses membacakan semua isinya, karena anak-anak saya suka memilih buku yang mau dibacakan. Seperti kemarin,beberapa jilid yang mereka minta dibacakan adalah 5, 12,16, itu pun lompat-lompat. Biasanya mereka suka melihat dari warna buku sampul dan gambar yang ada di dalamnya.

#HariKeDua

#GameLevel5

#Tantangan10Hari

#KuliahBunsayIIP

#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Kamis, 01 Maret 2018

Pohon Literasi (1) Janji Pelangi

Di hari pertama ini saya akan mengulas bacaan kami sekeluarga kemarin. Kemarin ketiga anak saya sedang suka dibacakan lagi Dahsyatnya Kisah & Mu'jizat 25 Nabi, belum semua sukses terbacakan, karena anak-anak saya selalu minta lompat-lompat halaman yang ingin dibacakan, jadi saya turuti saja. Sedang saya sendiri kemarin masih membaca novel karya teman FLP Malang yang judulnya Janji Pelangi.



Dan kali ini saya ingin membahas sedikit tentang novel Janji Pelangi. Novel ini adalah karya seorang dosen sejarah di UM bernama Fahrul Khakim. Yang menarik perhatian saya di novel ini adalah cerita tentang Terry yang menderita agorafobia. Agorafobia adalah salah satu jenis fobia dimana penderitanya tidak bisa keluar rumah. Trauma keras yang dialami Terry mengenai keluarganya membuat dia tidak berani sama sekali keluar rumah bahkan hingga 2 tahun.

Saya sendiri belum menyelesaikan ceritanya, jadi belum bisa mengulas lebih lanjut. Semoga bisa saya ulas ketika saya sudah menyelesaikannya.


Gambar pohon literasi keluarga kami pun sangat sederhana,semoga besok bisa mulai banyak daun baru bermunculan.

#HariKeSatu

#GameLevel5

#Tantangan10Hari

#KuliahBunsayIIP

#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Kamis, 22 Februari 2018

Stop Mengeluh!

Hari Ahad kemarin saya dan suami sarapan di sebuah warung lama yang menjadikan rawon sebagai menu andalan. Kali ini memang hanya berdua karena ada agenda yang tidak memungkinkan jika membawa 3 anak. Saat kami datang bangku sudah penuh semua dengan para pelanggan yang sebagian besar belum mendapat nasi yang dipesan. Namun alhamdulillah masih ada sisa 2 kursi yang bisa saya dan suami duduki meski mejanya harus gabung dengan pengunjung yang lain.

Singkat cerita saat masih menunggu giliran, yang satu meja dengan kami selesai makan, tapi kami belum juga mendapat giliran (banyak yang bungkus euy). Tiba-tiba datang seorang ibu dengan suami dan anaknya yang saya taksir berusia 20 tahunan. Mereka duduk semeja dengan kami, karena tidak ada bangku lain yang kosong.

Sekilas saya melihat si anak memiliki gelagat berbeda dari cara melihat dan duduk. Tiba-tiba dia mengambil dengan sigap tempe goreng yang ada di meja, sekejap habis, pun perkedel dan tempe langsung dilalapnya lagi dengan gerak menyuap yang tidak biasa. Lalu saya dengar ibunya berbicara, "Lapar ya," sambil dialihkan nampan yang berisi tempe dari hadapan anaknya.

Menunggu lama, meja di sebelah akhirnya kosong, tapi saya belum juga dapat giliran. Si ibu bicara ke saya menawarkan agar saya yang pindah ke meja sebelah, dan kami pun akhirnya pindah berbarengan dengan nasi pesanan datang, rawon yang masih panas dengan empal gepuk yang khas dari warung ini.

Bismillah saya dan suami mulai menyendok rawon kami masing-masing sambil saya melihat ke arah depan tepat ke meja tempat sepasang suami istri dan anaknya tadi. Subhanallah, hati saya meleleh, ingin menangis tapi saya mencoba menegarkan hati. Saya melihat si ibu dengan telaten menyuapi anaknya sesendok demi sesendok. Anaknya pun makan dengan sangat lahap, dalam sekejap piringnya kosong. Saya lihat bapaknya langsung mengangsurkan nasinya ke piring anaknya, masyaallah.

Bagi orang lain barangkali ini pemandangan yang biasa saja, tapi bagi saya pemandangan ini begitu luar biasa. Namun saya tahan lisan saya untuk bertanya, tidak semua orang bisa dengan mudah berbagi tentang apa yang dia alami.

Selepas saya bayar, saya dan suami keluar warung dan melihat si anak dituntun ke mobil berplat merah luar kota. Ah ternyata tamu jauh. Masyaallah.

Begitu mudahnya Allah menegur saya. Baru berselang hari anak kedua saya keluar dari rumah sakit. Masih terasa bagaimana capeknya meladeni anak sakit hingga harus menginap di rumah sakit. Lalu Allah langsung mengingatkan saya, apa yang saya alami belum ada apa-apanya.

Semoga semua ibu yang diberi anak spesial menjadikannya ladang pahala lillah.

Bunda Jundi
21 Februari 2018
23.26